Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Pidana Baru: Perkenalan

16 Mei 2024   09:22 Diperbarui: 16 Mei 2024   09:22 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah sekian lama tidak bisa 'ngartikel' karena kesibukan yang penulis sendiri tidak sangka akan begitu melimpah ruah, akhirnya penulis berhasil mencuri waktu untuk bersantai bersama peraturan perundangan. Penulis cukup beruntung karena mencuri waktu dari kesibukan individu tidak dapat dikategorikan pidana. Sejauhnya pidana yang akan penulis terima adalah 'keteteran' akan jadwal yang dapat berantakan begitu saja.

Seperti biasa, penulis hanya akan menggunakan peraturan perundangan, membacanya, dan menuangkan kembali dalam bentuk yang tidak baku serta lebih santai untuk dipahami bersama-sama. Dan untuk serial hukum kali ini, pembahasan akan merujuk pada spektrum pidana, lebih konkretnya, Undang-undang nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

LATAR BELAKANG

Suatu pertanyaan sederhana, adalah mengapa hukum pidana diperlukan? Apa benar manusia itu, sejak jaman Aristoteles berkata 'homo homini lupus' dan belum juga berubah, sehingga perlu suatu instrument khusus yang ditakuti agar terjadi ketertiban di ruang sosial? Jawabannya penulis serahkan pada pembaca. Yang jelas, secara yuridis dan sangat umum, Hukum Pidana Indonesia diketahui ada berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang kemudian disepakati sebagai 'warisan pemerintah Kolonial Hindia Belanda'.

Singkat sejarah, warisan pemerintah Kolonial Hindia Belanda ini kemudian mengalami banyak perubahan hingga pada akhirnya, tiba pada UU nomor 1 tahun 2023, yang sederhananya memiliki akronim KUHPB. Terkait dengan akronim, pasal 623 UU aquo memiliki bunyi:

"Undang-Undang ini dapat disebut dengan KUHP."

Hal ini sedikit menimbulkan kerancuan karena dengan demikian rujukan KUHP kemudian dapat membelokkan persepsi antara KUHP lama ataupun KUHP baru. Penulis sendiri memilih menggunakan KUHPB (kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru) agar lebih santai saja dalam pemilahan kitab mana yang mau penulis baca, setidaknya, sampai UU 1/2023 benar-benar diberlakukan dalam beracara, yaitu pada tahun 2026.

Adapun penyusunan KUHPB ini memiliki empat misi, sebagaimana yang dituangkan dalam penjelasan UU. Empat misi tersebut meliputi:

Dekolonialisasi Hukum Pidana;

Secara singkat, Hukum Pidana di Indonesia lahir dari wetboek van strafrecht voor nederlandsch-indie, dan terus digunakan setidaknya hingga sekarang dan baru akan berubah seutuhnya pada tahun 2026, apabila tidak dicabut. Untuk lebih mendalam tentang hal ini, Penjelasan UU a quo memberikan narasi yang baik dan dapat dibaca sendiri.

Demokratisasi Hukum Pidana;

Yang dimaksud demokratisasi Hukum Pidana mungkin sangat banyak, namun jelas salah satunya bahwa Hukum Pidana yang akan diberlakukan pada tahun 2026 akan lebih memihak pada keadilan dan kemanfaatan di ranah masyarakat daripada KUHP yang lama. Hal ini tampak dari penggunaan kategorisasi akibat pidana yang sesungguhnya lebih terang bagi publik untuk ikut menentukan bagaimana bobot pidana diberikan pada korban.

Tidak seperti pidana lama yang cukup rancu dalam menentukan hukuman, misalnya, ada kejadian pencurian kodok, kemudian pencuri didenda 500 juta tanpa ada dasar yang jelas, yang kemudian hanya dikatakan sebagai kebijaksanaan hakim, ada takaran konkret dalam Pidana Baru ini, yang akan dibahas nanti pada artikel lainnya.

Diharapkan dengan adanya demokratisasi hukum pidana yang begini, tidak terjadi lagi penjatuhan hukuman yang dapat dinilai tidak berimbang dan bahkan tidak adil, seperti halnya kasus nenek pencuri kayu dan sebagainya.

Konsolidasi Hukum Pidana;

Hal ini berangkat dari perkembangan hukum dan perkembangan zaman, sehingga ada kalanya hukum pidana tidak dapat mengakomodir suatu perbuatan menjadi suatu perbuatan pidana.

Adaptasi dan Harmonisasi;

Hal ini terkait dengan konsolidasi hukum pidana dengan perkembangan zaman dan bentuk hukum yang baru, dimana KUHPB kemudian mengadaptasi dan mengharmonisasikan nilai-nilai, standar, dan norma yang berlaku secara nasional maupun secara internasional. Hal ini terlihat dari beberapa rumusan yang sengaja memberikan ruang interpretasi terhadap perbuatan-perbuatan tertentu, dikarenakan perbuatan itu mungkin tidak bertentangan dengan hukum adat, hukum internasional, dan sebagainya.

KUHPB secara jelas terbagi menjadi dua buku, yaitu Buku Kesatu dan Buku Kedua. Buku Kesatu berisikan pedoman untuk menerapkan buku kedua, dan buku kedua berisikan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan Pidana.

BUKU KESATU

Buku Kesatu berisikan enam bab yang mengatur hal tentang:

  • Ruang lingkup berlakunya hukum pidana;
  • Tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana;
  • Pemidanaan, pidana, dan tindakan;
  • Gugurnya kewenangan penuntutan dan pelaksanaan pidana;
  • Pengertian istilah;
  • Aturan penutup.

Pengaturan ini pada dasarnya seperti panduan/tutorial bagaimana ayat-ayat pidana pada buku kedua dapat dan layak untuk diaplikasikan dalam spektrum sosial. Perbedaan mendasar antara KUHPB dengan KUHP Lama adalah landasan filosofisnya. Secara singkat, KUHP Lama dilandasi oleh pemikiran aliran klasik abad 18 yang memusatkan perhatian hukum pidana pada perbuatan atau tindak pidana.

Aliran klasik sendiri memiliki tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenangan penguasa, dengan sifat akibat yang punitive atau menghukum. Karakteristik lainnya adalah Hukum Pidana klasik menekankan pada kepastian hukum sehingga keadilan formal menjadi lebih penting daripada keadilan material. Sementara, berdasarkan penjelasan UU, KUHPB mendasarkan diri pada pemikiran neo-klasik, dimana perhatian hukum pidana lebih condong pada unsur keseimbangan antara faktor objektif (perbuatan) dan faktor subjektif (orang/batiniah/sikap batin).

Dikatakan, bahwa pemikiran lain yang mempengaruhi penyusunan undang-undang  adalah perkembangan ilmu pengetahuan tentang Korban Kejahatan, yang menaruh perhatian pada perbuatan yang adil terhadap korban kejahatan atau penyalahgunaan kekuasaan. Secara sederhana, KUHPB ini mengadaptasi pendekatan rehabilititif terhadap pihak korban. Hal tersebut tidak diakomodir oleh KUHP Lama.

Hal penting lainnya tentang buku satu KUHPB, adalah keterangan bahwa tidak ada lagi kejahatan dan pelanggaran yang digantikan dengan tindak pidana semata. Pada KUHP Lama, pelanggaran dan kejahatan dipisahkan didasarkan bobot dari akibat perbuatan. Hal tersebut dipandang tidak berpengaruh besar terhadap kualitas pidana sehingga muncul inkonsistensi.

BUKU KEDUA

Buku kedua berisikan 35 bab yang akan dituangkan satu persatu atau secara renteng di artikel-artikel berikutnya. Adapun dari 35 bab tersebut, diadaptasi dan diseleksi dari KUHP Lama, dengan penambahan beberapa pasal yang tidak diakomodir KUHP lama tersebut, yang meliputi:

  • Pidana Pencucian Uang.
  • Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
  • Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
  • Pengadilan hak asasi manusia.

Pengaturan tambahan lainnya juga mencakup pidana pornografi, informatika dan elektronika, penerbangan, organ jaringan tubuh dan darah manusia, serta tindak pidana proses peradilan.

Demikianlah sedikit tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru atau UU 1/2023. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, juga karena menekankan kesederhanaan, sehingga ada banyak hal yang harus penulis potong agar lebih efisien dan efektif...

Ya. Mungkin 'efisien dan efektif' adalah frasa yang indah untuk lari dari kenyataan, bahwa penulis sedang kurang tidur dan kurang fokus karena beban pikiran yang melanda tiba-tiba. Ada banyak hal yang tidak bisa penulis sampaikan, namun setidaknya, ada usaha untuk menyelesaikan dan melanjutkan kajian santai yang menjadi fokus penulis hingga selesainya. Setidaknya, artikel ini memberikan gambaran umum isi dari KUHPB yang akan dibahas lebih dalam pada artikel-artikel selanjutnya.  Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Artikel ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

 

Referensi:

KUHPB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun