Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pidana Internasional: Korupsi

2 April 2024   10:08 Diperbarui: 2 April 2024   10:08 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam pembukaan United Nation Convention Against Corruption, dikatakan bahwa "corruption is an insidious plauge that has a wide range of corrosive effects on societies". Konvensi ini kemudian merubah keberlakuan tindak pidana korupsi ke jenjang internasional dengan preambulenya yang berbunyi:

"convinced that corruption is no longer a local matter but a transnational phenomenon that affects all societies and economies, making international cooperation to prevent and control it essential, convinced also that a comprehensive and multidisciplinary approach is required to prevent and combat corruption effectively, convinced further that the availability of technical assistance can play an important role in enhancing the ability of States, including by strengthening capacity and by institution-building, to prevent and combat corruption effectively,"

Pada Pidana Internasional: Money Laundry, telah diketahui artikel tersebut juga sedikit membedakan antara kejahatan transnasional, dan internasional secara singkat dan sederhana. Dan dengan demikian tidak dituangkan lagi sehingga artikel Pidana Internasional tentang Korupsi ini dapat dimulai.

Penyederhanaan Konsep Korupsi dari UU 19/2019 dan KUHPB.

Sebagai suatu spektrum yang sangat luas dan seakan menyatu dalam darah dan daging manusia, korupsi kemudian menjadi begitu kaya akan teori dan dogma, dengan perubahan dan perkembangannya yang begitu progresif. Begitu banyaknya spektrum dan koridor yang dapat dikaitkan dengan perbuatan korupsi, sehingga di Indonesia sendiri, definisi korupsi tertuang dalam pasal 1 ayat 1 UU 19/2019 berbunyi:

"Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi."

Kemudian, Tindak Pidana Korupsi kemudian diatur dalam KUHPB, dari pasal 603-606. Sendi rumusan pasal-pasal itu pada intinya menyatakan tindak pidana korupsi adalah pidana yang:

  • Ditujukan kepada setiap orang atau korporasi berdasarkan definisi KUHPB pasal 145;
  • Dilakukan secara melawan hukum;
  • Dilakukan dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan;
  • Ditujukan untuk memperkaya dan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
  • Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Saat disederhanakan demikian, perbuatan korupsi menjadi sangat menarik dan sangat layak dipertanyakan. Terutama, karena subjek penderitanya adalah keuangan negara atau perekonomian negara. Pertama, apabila suatu tindakan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dilakukan dengan tidak merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, apa tindakan para pelaku itu dapat dinyatakan sebagai tindakan korupsi?

Kedua, mengingat subjek penderitanya adalah negara, apa dengan tidak memperdulikan keadaan masyarakat seluas-luasnya, selama bukan negara yang dirugikan, maka apa dapat dikatakan negara itu merupakan negara bebas dari korupsi, atau setidak-tidaknya adalah negara dengan tingkat korupsi rendah? Jawabannya penulis serahkan pada pembaca.

Adapun pada pasal 605-606, sederhananya merupakan tindakan yang diarahkan secara khusus kepada pejabat negara, yang dikenal dengan gratifikasi. Secara sederhana, gratifikasi adalah tindakan pemberian hadiah atau janji tertentu kepada pejabat atau penyelenggara negara untuk berbuat sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Korupsi dalam UNCAC (United Nation Convention Against Corruption.)

Sebagai suatu Tindak Pidana Khusus, korupsi dapat ditemukan dalam konvensi-konvensi UN. Salah satunya adalah United Nation Convention Against Corruption. Dan ciri dari penegakan hukum pidana berdasarkan konvensi biasanya dan setidaknya adalah:

  • Kerjasama antar negara untuk urusan penegakan hukum dan pertukaran informasi;
  • Penegakan hukum yang terfokus pada lingkup nasional;
  • Perbantuan (misal bantuan finansial, bantuan pelatihan, dan sebagainya);

Kemudian, konvensi UNCAC ini merupakan pemutakiran dari beberapa konvensi lainnya, sehingga lebih berisikan hal-hal teknis dalam upaya pemberantasan korupsi. Secara sederhana saja, beberapa hal teknis yang dimaksud meliputi:

Preventive measure.

Secara singkat dan sederhana, tindakan preventif merujuk pada tata cara negara-negara yang menciptakan, mengembangkan, mengintegrasikan, mengimplementasikan peraturan perundangan dengan pendekatan anti-korupsi baik secara struktur ketatanegaraan, struktur pemerintahan, serta struktur sosial lewat legalitas hukum.

Selain itu, tindakan preventif juga dilakukan dengan cara penciptaan badan hukum yang memiliki fungsi untuk mengawasi, berkoordinasi, dan mengimplementasikan norma-norma anti-korupsi, dimana badan hukum ini adalah badan hukum yang independent.

Criminalization and law enforcement.

Pada intinya bicara tentang tindak pidana yang dikenakan sebagai tindak pidana korupsi, yang meliputi:

Bribery (suap);

Dalam hal ini, tindakan suap ini dibagi menjadi beberapa koridor, meliputi:

  • Suap terhadap pejabat negara dalam negeri;
  • Suap terhadap pejabat negara luar negeri, termasuk pejabat organisasi internasional;
  • Suap dalam sektor-sektor privat;

Suap ini tidak seharus bentuk nyata, namun juga dapat bentuk janji (trading in influence)

Embezzlement (penggelapan);

Pada intinya melakukan penggelapan harta atau properti yang dilakukan oleh pejabat negara untuk dirinya atau orang lain/badan hukum, dilakukan dalam sektor publik atau privat. Termasuk juga yang menjadi koridor penggelapan adalah penyembunyian atau penyimpanan diam-diam (concealment).

Abuse of functions (penyalahgunaan wewenang);

Pada intinya, penyalahgunaan fungsi atau posisi, seperti rekayasa kegagalan proses dan hasil untuk menyelenggarakan, dalam pelanggaran hukum, yang dilakukan oleh pejabat. Dalam hal ini juga mencakup dengan penambahan harta secara signifikan yang tidak memiliki kejelasan dan berbeda jauh sebelum dan sesudah menjabat.

Hal ini juga beririsan dengan obstruction of justice (penghalangan keadilan), dimana secara implementatif dilakukan dengan cara penggunaan kekerasan, pengancaman atau intimidasi atau karena perjanjian, yang dilakukan oleh pejabat atau bukan pejabat.

Laundering of proceeds of crime (Pencucian Tindak Kriminal berkelanjutan);

Secara makna, laundering of proceeds of crime adalah suatu tindakan kriminal yang menghasilkan harta yang kemudian diproses sedemikian rupa sehingga harta tersebut tidak lagi menjadi tindak kriminal. Secara sederhana, adalah bentuk-bentuk tindak kriminal sebelum dilakukannya tindak kriminal pencucian uang, yang sudah dituangkan secara umum pada artikel Pidana Internasional: Money Laundering.

Kelima hal tersebut ditujukan kepada pelaku utama serta pelaku accessoir sesuai dengan norma-norma participation and attempt, dengan pembatasan yang diatur dalam konvensi. Kemudian, konvensi ini juga mengatur akibat-akibat atas perbuatan tersebut dilakukan, yang meliputi:

Prosecution, adjudication and sanctions.

Intinya penuntutan dan penggunaan pendekatan actio arbitratia yang kemudian disusul dengan pemberian sanksi, disesuaikan dengan hukum nasional, kecuali dalam hal pencopotan jabatan dalam pemerintahan atau perusahaan terbuka dengan kepemilikan saham sebagian atau sepenuhnya milik pemerintah.

Freezing, seizure, and confiscation.

Intinya pembekuan, perampasan asset pelaku, atau pengambilalihan harta dan/atau hak atas harta pelaku yang dilakukan oleh negara. Perlakuan ini juga harus dan wajib dilakukan dengan dasar hukum yang pasti dan atas hukum nasional.

Selain akibat dari perbuatan tersebut, konvensi ini juga mewajibkan pada para pihak yang menyatakan terjadinya perbuatan korupsi tersebut, yaitu dengan adanya ketentuan Protection of Witness dan Protection of Reporting Persons. Dan menjadi sangat menarik, adalah article 34 yang mengatur konsekuensi tindakan korupsi, yang berbunyi:

"with due regard to the rights of third parties acquired in good faith, each State Party shall take measures, in accordance with the fundamental principles of its domestic law, to address consequences of corruption. In this context, State Parties may consider corruption a relevant factor in legal proceedings to annul or rescind a contract, withdraw a concession or other similar instrument or take any other remedial action."

Kerja Sama Antar Negara

Secara normatif, hal ini diatur dalam UNCAC dalam article 37 sampai dengan 39 dan diatur lebih spesifik daripada kerja sama umum yang menjadi basis dari adanya UNCAC ini sendiri. Bila disederhanakan, maka bentuk kerja sama yang dilakuan antar negara itu meliputi Cooperation with law enforcement authorities; Cooperation between national authorities; Cooperation between national authorities and private sector.

Adapun kerja sama yang dilakukan secara garis besar meliputi:

  • Kerja sama pertukaran informasi;
  • Kerja sama investigasi;
  • Kerja sama perencanaan, mitigasi, penerapan, terhadap pidana korupsi;
  • Kerja sama pembiayaan;
  • Kerja sama pelatihan;

Dalam hal penentuan yuridiksi konvensi ini, article 42 dengan terang membagi porsi-porsi diberlakukannya penegakan hukum tentang pidana korupsi. Ketentuan konvensi ini juga berlaku berdasarkan asas territorial dan/atau asas nasionalitas, dilakukan di kendaraan terbang yang menunjukkan bendera negara anggota, atau kapal terbang yang teregister berdasarkan hukum negara anggota.

Namun pada intinya, keberlakuan konvensi ini akan kembali pada yuridiksi negara masing-masing (in accordance with its domestic law), kecuali dalam hal-hal tertentu. Dalam konteks korupsi, Tindak pidana korupsi pada skala internasional dan tindak pidana nasional di Indonesia memiliki korelasi, dimana di Indonesia sendiri kini ada lembaga independen terkait Korupsi bernama Komisi Pemberantas Korupsi, terlepas KPK itu benar-benar bergerak mandiri, atau juga berada di bawah naungan eksekutif yang dapat diperdebatkan.

Demikianlah sedikit tentang Pidana Internasional Korupsi. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, karena juga menekankan kesederhanaan. Ada banyak substansi penting yang tidak dapat dituangkan semisal ketentuan ekstradisi, pemulihan aset, dan sebagainya. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Artikel ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Peraturan perundangan:

KUHPB

UU 19/2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun