Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pidana Internasional: Kejahatan Perang

29 Maret 2024   20:03 Diperbarui: 29 Maret 2024   20:04 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Umumnya, apa yang dikemas sebagai perang di banyak media menggambarkan suatu situasi dan kondisi yang penuh kesulitan hidup. Walaupun, secara statistik, intensitas perang yang terjadi di masa-masa sekarang tidak dapat dibandingkan dengan perang pada jaman dahulu, dimana penuh dengan glorifikasi penaklukan.

Pengurangan intensitas tersebut juga tidak lepas dari keinginan politik untuk menghentikan perang itu sendiri, lewat pembentukan Hukum Pidana Internasional yang memasukkan norma kejahatan perang. Tapi apa itu Kejahatan Perang?

Yang dimaksud kejahatan perang dalam Statuta Roma adalah yang tertuang dalam article 8. Number 1 sendiri membatasi kewenangan ICC mengadili Kejahatan perang yang berbunyi:

"the court shall have jurisdiction in respect of war crimes in particular when committed as part of a plan or policy or as part of a large-scale commission of such crimes."

Kemudian, war crimes sendiri didefinisikan pada article 2 yang pada intinya dibagi menjadi 6, yaitu:

a. Grave breaches of the Geneva Convention of 12 August 1949, namely, any of the following acts against persons or property protected under the provisions of the relevant Geneva Convention.

b. Other serious violations of the laws and customs applicable in international armed conflict, within the established framework of international law, namely, any following acts.

c. In the case of an armed conflict not of an international character, serious violations of article 3 common to the four Geneva Convention of 12 August 1949, namely, any of the following acts committed against persons taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by sickness, wounds detention or any other cause:

d. Paragraph 2 (c) applies to applies to armed conflicts not of an international character and thus does not apply to situations of internal disturbances and tensions, such as riots, isolated, and sporadic acts of violence or other acts of a similar nature.

e. Other serious violations of the laws and customs applicable in armed conflicts not of an international character, within the established framework of international law, namely, any of the following acts:

f. Paragraph 2 [e] applies to armed conflicts not of an international character and thus does not apply to situations of internal disturbances and tensions, such as riots, isolated and sporadic acts of violence or other acts of a similar nature. It applies to armed conflicts that take place in the territory of a state when there is protracted armed conflict between governmental authorities and organized armed groups or between such groups.

Grave breaches of the Geneva Convention of 12 August 1949

Pada intinya, dalam hal ini yang dilarang kurang lebih adalah willful killing (membunuh dengan hasrat); penyiksaan atau perlakuan tak berperikemanusiaan termasuk menjadikan orang sebagai objek eksperimen biologi; hasrat melampiaskan penderitaan atau luka berat terhadap tubuh atau kesehatan; perpanjangan kehancuran dan penggunaan properti yang tidak mendapat justifikasi oleh kebutuhan militer.

Pemaksaan penggunaan tawanan perang atau pihak yang dilindungi untuk menjadi bagian kekuatan militer; dengan sengaja menjauhkan hak-hak tawanan perang atau pihak terlindungi dari pengadilan yang adil; deportasi, pemindahan atau pemenjaraan di luar hukum; melakukan penyanderaan.

Other serious violations of the laws and customs applicable in international armed conflict.

Dalam hal ini, ada sangat banyak yang dapat dituangkan, namun pada kerangka berfikirnya,  secara garis besar kurang lebih meliputi:

  • Adanya intensi penghancuran dengan tingkat destruktif yang tinggi;
  • Penyerangan dan pendudukan wilayah terhadap bukan target peperangan;
  • Penyalahgunaan ilmu kesehatan dan alat-alat serta ragam perlengkapan militer;
  • Penyunatan hak-hak kemanusiaan termasuk dalam spektrum hukumnya;
  • Perekrutan paksa para tentara, masyarakat dan sejenisnya dari pihak-pihak musuh;
  • Penggunaan senjata pemusnah masal, senjata biologis, dan senjata canggih yang memungkinkan menyebabkan luka sangat berat;
  • Perlakuan sewenang-wenang dan semena-mena terhadap tahanan maupun wilayah perang (penghancuran gedung, pemerkosaan, meat shield dan sebagainya);
  • Penyiksaan, perlakuan, penghukuman, yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia.

Kedua huruf tersebut pada spektrumnya dapat memberikan intervensi secara langsung karena mengandung sifat Karakter Internasional dan Hukum Internasional. Karakter Internasional yang dimaksud merujuk pada adanya unsur asing dalam wilayah peperangan, mengingat dalam peperangan kadang terdapat keberlakuan Hukum Internasional tanpa Karakter Internasional, misal perang sipil yang tidak memiliki Karakter Internasional.

Armed conflict not of an international character, and in Geneva Convention.

Termasuk dalam kejahatan perang tanpa Karakter Internasional dan pelanggaran Konvensi Geneva, yang pada intinya meliputi:

  • Kekerasan terhadap nyawa dan orang, secara spesifik adalah pembunuhan segalanya, mutilasi, perlakukan kejam dan penyiksaan;
  • Melakukan kemarahan terhadap harga diri orang, secara spesifik mempermalukan martabat manusia dan mengurangi kewajiban perlakuan;
  • Mengambil sandera;
  • Menjatuhkan hukuman, termasuk hukuman mati tidak secara sah dan meyakinkan dari pengadilan.

Perlakuan-perlakuan tetap berlaku terhadap konflik senjata tanpa adanya Karakter Internasional, dan dapat tidak digunakan pada dalam ketegangan internal, seperti kerusuhan, kekejaman sporadis serta tindakan-tindakan menyerupai. Artinya, apabila tindakan tersebut dilakukan oleh perusuh (misal pada kasus Kekerasan masyarakat terhadap masyarakat Tiong Hoa di Indonesia), maka segenap perbuatan itu dapat menjadi kebolehan karena tidak ada Karakter Internasional.

Serious violations of the laws and customs applicable in armed conflicts not of an international character, within the established framework of international law.

Pada dasarnya, perbuatan yang tidak memiliki Karakter Internasional, dalam bingkai Hukum Internasional, terlepas ada atau tidaknya ratifikasi atas Konvensi Geneva, yang dapat dibagi menjadi Perbuatan dengan Niat, dan Perbuatan tanpa Niat. Perbuatan dengan niat yang dimaksud secara sederhana meliputi:

  • Populasi;
  • Bangunan;
  • Segala yang ada dalam spektrum Pembantuan Kemanusiaan;
  • Bangunan keagamaan, pendidikan, kesenian, ilmu pengetahuan, yang memiliki unsur amal, monumen historik, rumah sakit dan tempat yang mengalami luka dan luka berat berkumpul.
  • Segala sesuatu yang bukan objek militer;

Kemudian, perbuatan tanpa niat namun dianggap sebagai pelanggaran hukum meliputi:

  • Perampokan pemukiman(desa, kota, dsb) walaupun sedang dalam serangan;
  • Pemerkosaan dan perbuatan bergravitasi sejenis;
  • Pendayagunaan anak kecil dibawah 15 tahun sebagai tenaga peperangan;
  • Pemindahan paksa;
  • Pembunuhan atau pemberian luka berat terhadap tentara musuh;
  • Deklarasi tindakan perang tanpa pengampunan;
  • Penyalahgunaan ilmu kedokteran, misal menjadikan orang sebagai objek eksperimen;
  • Penghancuran atau pengambilan properti, kecuali diperlukan.

Apabila dibaca secara menyeluruh, maka semua tindakan tersebut juga termakthub dalam huruf a dan b, namun dalam konteks tanpa adanya Karakter Internasional, ketentuan tersebut digunakan secara terbatas. Batasannya adalah wilayah territorial suatu negara dan tanpa ada unsur Karakter Internasional (misal, kasus sampit, dsb.)

Tadi sudah dituangkan sedikit tentang Kejahatan Perang yang pada intinya berangkat dari Konvensi Geneva, kemudian memiliki kompetensi relatif terutama pada subjek hukum bukan negara dan yang tidak memiliki Karakter Internasional, dimana hal itu tertuang dalam Statuta Roma. Bagaimana dengan Kejahatan perang dalam KUHPB?

Kejahatan perang dalam KUHPB

Setidaknya ada tiga pasal yang memiliki relasi langsung terkait peperangan. Pertama, pasal 161 KUHPB menuangkan definisi perang sebagai "Perang adalah termasuk juga Perang Saudara dengan mengangkat senjata".  Penjelasan terhadap pasal 161 ini dikatakan cukup jelas, maka penafsirannya penulis serahkan pada pembaca.

Kedua, pasal 162 yang mengatur definisi Waktu Perang, yang berbunyi:

"Waktu Perang adalah termasuk waktu di mana bahaya Perang mengancam dan/atau ada perintah untuk mobilisasi Tentara Nasional Indonesia dan selama keadaan mobilisasi tersebut masih berlangsung."

Pasal 162 itu juga dinyatakan 'cukup jelas'. Kemudian, pasal 163 yang bagian penjelasannya juga menyatakan 'cukup jelas', mengatur definisi musuh, yang berbunyi:

"musuh adalah termasuk juga pemberontak dan negara atau kekuasaan yang diperkirakan akan menjadi lawan perang."

Apabila dicari dan dibaca, maka hukum perang akan berada pada spektrum Tindak Pidana Pertahanan Negara, dengan konsekuensi kemanusiaan yang juga dapat ditemukan dalam Statuta Roma dan diatur secara terpisah. Misal pada pasal 477 ayat 1 huruf d yang berbunyi:

"dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang melakukan: pencurian pada waktu ada kebakaran, ledakan, bencana alam, Kapal Karam, Kapal terdampar, kecelakaan Pesawat Udara, kecelakaan kereta api, kecelakaan lalu lintas jalan, huru-hara, pemberontakan, atau Perang."

Masih banyak lagi pasal-pasal lain yang dapat ditarik antara Statuta Roma dan Hukum Pidana Indonesia yang masih menjadi bagian kejahatan peperangan. Namun terhadap hal tersebut, akan lebih konkret dalam pembahasan Hukum Pidana Indonesia tersendiri.

Namun demikianlah, sedikit tentang kejahatan perang. Artikel ini tidak sempurna, selain karena kekurangan penulis, namun juga karena merujuk pada kesederhanaan yang singkat. Namun setidaknya, artikel ini memuat bahwa perang dalam Statuta Roma memiliki konsekuensi hukum, tertutama pengaturannya pada keselamatan, nyawa, dan martabat manusia, yang juga serasi dalam Konvensi Geneva dan Hukum Pidana Indonesia. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Artikel ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Peraturan perundangan:

KUHPB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun