Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pidana Internasional: International Court of Justice

26 Maret 2024   15:53 Diperbarui: 26 Maret 2024   16:48 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada Artikel Pidana Internasional: Statuta Roma, telah tertuang bahwa ICC hanya berwenang mengurus Pidana yang berupa Kejahatan Genosida, Kejahatan HAM, Kejahatan Perang, dan Kejahatan Agresi. Namun, spektrum Pidana Internasional lebih luas dari keempat hal tersebut. Masih ada beberapa bentuk pidana yang dikategorikan sebagai Pidana Internasional, meliputi:

  • Pencucian Uang (money laundry);
  • Terorisme (terrorism);
  • Korupsi (corruption);
  • Narkotika (narcotics);
  • Pelayaran Internasional (international ocean);
  • Penerbangan;
  • Sistem Informasi;
  • Lingkungan hidup;
  • Ruang Angkasa;
  • Segala sesuatu lintas wilayah negara yang dapat dikategorikan sebagai unsur asing;

Ketika bicara tentang sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai unsur asing, hal ini merujuk pada perluasan lingkup pengaturan pidana itu sendiri. Terutama, karena tidak ada yang namanya 'KUHP Semesta', 'KUHP Dunia', 'Kitab Pidana Internasional', atau sebagainya. Sehingga walaupun suatu perbuatan dikategorikan sebagai Perbuatan Pidana di Indonesia, belum tentu Perbuatan Pidana di negara lain.

Dan yang kedua, karena Perbuatan Pidana dalam konteks Hukum Internasional merujuk pada Hukum Internasional itu sendiri. Artinya, definisi Perbuatan Pidana lahir dari perjanjian-perjanjian yang menyepakati bahwa suatu perbuatan adalah Perbuatan Pidana. Dan, karena semangat geopolitik setelah Perang Dunia II, banyak negara kemudian tergabung menjadi satu organisasi besar, yaitu PBB, yang memberikan legitimasi hukum bagi UN terhadap anggota-anggotanya.

Cairnya suatu perbuatan pidana yang menjadi kasus dalam ICJ membuat pendekatan penyelesaian kasus dilakukan secara keperdataan. Sehingga penjatuhan pidana atas perbuatan pidana terkesan ambigu. Misalnya, Sanction dari UN terhadap negara-negara tertentu, yang landasan pidananya sendiri layak dipertanyakan. Apa sanction semacam embargo ekonomi dapat dikategorikan sebagai akibat perbuatan pidana? Untuk jawabannya, penulis serahkan pada pembaca.

Terlepas dari kritik terhadap Pidana Internasional, pada konsepnya segenap kasus yang memiliki lingkup internasional dapat dibawa ke ranah internasional, sepanjang subjek hukumnya adalah Negara, Organisasi Internasional, Palang Merah Internasional, Tahta Suci Vatikan, Individu, atau Belligerent, dan memiliki unsur asing pada konsep kasusnya. Dan dalam mengurus hal tersebut, di luar ICC, dilakukan oleh International Court of Justice.

INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE.

Dasar eksistensi ICJ dapat ditemukan dalam Chapter XIV(14) UN Charter article 92 sampai dengan article 96. Pasal-pasal tersebut pada intinya menjadikan lembaga ini sebagai lembaga tertinggi dalam sistem yudikatif Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN). Dituangkan, bahwa semua anggota UN juga berada dibawah yuridikasi ICJ, dan negara di luar UN dapat ikut menjadi anggota dengan perjanjian tertentu.

Kemudian, secara terpisah ICJ didirikan atas dasar Statute of The International Court of Justice, yang terdiri dari 5 Bab dan 70 artikel yang mengatur secara umum susunan, kewenangan, dan prosedur kelembagaannya. Secara singkat dan sederhana, Pembagian 5 bab tersebut meliputi:

Chapter 1: Organization of the Court (article 2-33);

Secara sederhana, orang-orang yang ada dalam pengadilan merupakan orang-orang yang diseleksi atas kompetensinya dan berdasarkan negara-negara anggota yang ada dalam Permanent Court of Arbitration. Hakimnya terdiri dari 15 orang dan tidak boleh dari negara yang sama. Dalam hal mengadili, hakim minimal berjumlah 9 orang.

Chapter 2: Competence of the Court (article 34-38);

Pada intinya bicara tentang kewenangan pengadilan. Pertama, pengadilan hanya berwenang terhadap para anggota UN. Dalam penyelesaian sengketa, ICJ berwenang untuk:

  • Melakukan interpretasi atas Treaties;
  • Menjawab pertanyaan terhadap Hukum Internasional;
  • Mempertanyakan kksistensi fakta yang dapat memberikan obligasi internasional;
  • Mendalami ekstensi dari perbaikan yang harus dilakukan karena pelanggaran kewajiban internasional;

Kemudian, dalam melakukan pertimbangan, article 38 mengatakan ICJ menggunakan Konvensi Internasional, Kebiasaan Internasional, prinsip hukum umum yang diakui, dan putusan yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat kecuali terhadap para pihak dan dalam kasus yang menyerupai.

Chapter 3: Procedure (article 39-64);

Pada intinya bicara tentang petunjuk teknis menjalankan pengadilan pada umumnya. Hal yang cukup berbeda dengan pengadilan biasa adalah aturan penggunaan bahasa yaitu harus dalam bahasa Inggris atau Perancis kecuali ada keadaan tertentu yang membuatnya tidak menggunakan, harus didengar oleh Presiden UN atau perwakilan lembaga kepresidenan itu, dan tidak memiliki kekuatan mengikat kecuali terhadap para pihak yang bersengketa.

Chapter 4: Advisory Opinions (article 65-68);

Merupakan hal yang cukup khusus, yaitu pemberian opini tentang hukum internasional serta dasar-dasar hukum yang digunakan dan keberlakuannya. Pemberian opini diajukan oleh organ UN atau lembaga lain yang mendapat perintah untuk itu. Pemberian opini ini juga harus didengar oleh Presiden UN atau bagian dari lembaga kepresidenan.

Chapter 5: Amendments.

Pada intinya, ICJ bicara tentang amandemen ragam Statuta yang memiliki implikasi langsung terhadap anggota-anggota negara. Amandemen ini dapat disetujui atas dasar dua organ lain yaitu General Assembly (organ anggota-anggota) dan Security Council (organ keamanan), dengan pertimbangan amandemen statute dapat mempengaruhi negara-negara bukan bagian dari UN.

Apabila dibaca lebih dalam, ICJ sebagai lembaga yudikatif memiliki hubungan sangat erat dengan satu organ lainnya, yaitu Security Council.

SECURITY COUNCIL.

Article 23 menjelaskan secara terang bahwa Security Council adalah terdiri atas 11 negara dengan 5 negara memiliki kedudukan permanen, yaitu China, Perancis, Rusia, Inggris dan Irlandia Utara, dan Amerika Serikat. 6 negara lain memiliki kedudukan tidak permanen dapat berubah-rubah sewaktu-waktu. Secara sederhana, Security Council adalah organ superpower dalam tubuh UN yang dapat berbuat sesuatu secara nyata dan perbuatannya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat satu Bumi.

Security Council memiliki banyak peran terutama dalam menyelenggarakan UN itu sendiri, karena setiap organ UN selalu memiliki koneksi dengan organ ini yang diatur langsung dalam konstitusinya. Namun dalam hubungannya dengan ICJ, ICJ dapat menggunakan pendapatnya terhadap Security Council sebagai untuk menyelesaikan dispute di pasifik. Hal ini tertuang dalam article 34 number 3 UN Charter yang berbunyi:

"in making recommendations under this Article the Security Council should also take into consideration that legal disputes should as general rule be referred by the parties to the International Court of Justice in accordance with the provisions of the Statute of the Court."

Dispute di sini bukan dalam arti sengketa, misal sengketa perkawinan dan sebagainya, melainkan dalam arti peperangan kecil (skirmish) hingga dalam arti perang (war) seperti yang pernah terjadi di Gulf saat Iraq menyerang Kuwait, dan sebagainya.

Kemudian, dalam article 4 Statute of the International Court of Justice, dikatakan bahwa Security Council juga melakukan pemilihan hakim ICJ, dengan komposisi yang tidak dituangkan.  Security Council juga memiliki kemampuan untuk menutup pintu pengadilan terhadap para pihak yang sedang dalam 'perang', namun tidak menghilangkan kedudukannya di hadapan pengadilan itu sendiri.

ICJ juga bisa menunda keputusan final terhadap suatu hal, dengan pertimbangan hal ikhwal genting yang memaksa, menyebabkan Security Council dan anggota yang mengalami 'dispute' tersebut harus turun tangan dalam penangangannya.

Demikianlah sedikit tentang International Court of Justice. Secara kelembagaan, ICJ kemudian berfungsi menangani pidana internasional diluar kewenangan ICC, dan menggunakan Hukum Internasional, yaitu Statuta, Treaty, dan sebagainya, untuk memutuskan perkara-perkara, mungkin termasuk juga pidana.

Artikel ini tidak sempurna, selain karena kekurangan penulis, tapi juga dikarenakan tidak menyertakan kasus pidana konkret. Kedinamisan ICJ menyelenggarakan hukum atas dasar Hukum Internasional secara holistik, menyebabkan percampuran yurisprudensi perkara dari sudut pandang pidana Indonesia sebagai konsekuensi dari perbedaan sistem hukum yang digunakan.

Dan karena itu, penulis tidak bisa memasukkan kasus pidana, mengingat yang dianggap pidana di hadapan pengadilan Indonesia, sangat mungkin bukan pidana di hadapan ICJ yang mendasari penyelesaian kasus berdasarkan hukum internasional. Kecuali, ketika sudut pandangnya berangkat dari Pidana Indonesia menuju hukum internasional, yang akan dibahas pada artikel selanjutnya.

Namun setidaknya, artikel ini cukup memberikan gambaran fungsi dari ICJ bahwa adanya kasus pidana di Indonesia tidak berarti menjadi kasus pidana secara Internasional, serta bagaimana ICJ bekerja sebagai lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan hingga penjuru bumi. Akhir Kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Artikel ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Peraturan perundangan:

UN Charter

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun