Indonesia pada umumnya menggunakan KHI (Kompilasi Hukum Islam) sebagai acuan dalam menegakkan Hukum Islam di Indonesia. KHI sendri memiliki substansi besar yang meliputi:
- Perkawinan;
- Kewarisan;
- Perwakafan;
- Peradilan;
- Perbankan Syariah.
Substansi tersebut kemudian dapat dibagi menjadi beberapa koridor kecil sesuai dengan spektrum pengaturannya, yang akan dibahas di seri-seri berikutnya. Diluar itu, beberapa sumber Hukum Islam di Indonesia adalah fatwa lembaga organisasi Islam, bisa fatwa MUI, fatwa NU, fatwa Muhammadiyah, dan sebagainya. Yang paling sering digunakan adalah fatwa MUI karena organisasi tersebut langsung berafiliasi dengan pemerintah, dan biasanya beranggotakan organisasi dari NU dan Muhammadiyah, sehingga legalitimasinya lebih tinggi dari ormas keislaman lain untuk dijadikan rujukan, walaupun derajatnya dari segi bukan legal dapat diperdebatkan.
SECERUK SENDI DAN TEORI.
Syariah, Ijtihad, Fiqh
Syariah secara etimologi memiliki arti jalan ke sumber mata air. Intinya merujuk pada kebiasaan Muslimin dan Muslimah yang dapat ditelisik dalam Al-quran dan/atau hadits berjumlah puluhan ribu itu, yang kemudian dirating otentifikasinya oleh pihak tertinggi Otoritas Hukum Islam Internasional (Arab Saudi bagi Sunni, Iran bagi Shia) menjadi setidaknya tiga kategori, yaitu Sahih, Hasan, dan Daif. Kemudian dikompilasi untuk digunakan dalam spektrum peradilan.
Dari Syariah tersebut, kemudian dilakukan ijtihad/fiqh. Ranah antara ijtihad dan fiqh kurang lebih mirip, yang menbedakan ijtihad adalah proses perenungan, sementara fiqh adalah hasil perenungan tersebut. Bila disederhanakan, maka Syariah menjadi suatu Fiqh didasarkan ragam metode maupun penggunaan sumber Ijtihad yang dilakukan subjek hukum.
Al-Ahkam Al-Khamsah
Seperti yang sudah dituangkan, Al-Ahkam Al-Khamsah adalah rule of five yang digunakan untuk menimbang Peranan. Peranan yang dimaksud merujuk pada tolak ukur yang digunakan dalam menilai suatu perbuatan, baik hak dan kewajibannya, akhlaknya, dan sebagainya. Termasuk juga didalam Al-Ahkam Al-Khamsah juga menimbang Peranan benda. Apakah benda itu layak beredar atau tidak, mengandung hasutan terhadap dosa atau tidak, dan sebagainya. Contoh konkret implementasi Al-Ahkam Al-Khamsah terhadap benda misalnya, adanya kulkas, makanan kucing, tisu, atau benda lain yang kemudian diberikan sertifikasi halal. Adapun al-ahkam al khamsah terbagi menjadi meliputi :
Jaiz, yang pada intinya bicara tentang pertimbangan terhadap nilai-nilai kesusilaan. Sunah, yaitu pertimbangan tentang perbuatan yang dianjurkan, digemari, dan disukai dalam masyarakat karena memiliki tujuan yang baik. Makruh, yaitu pertimbangan perbuatan buruk yang meletakkan nilai perbuatan itu dalam masyarakat islam. Wajib, yaitu pertimbangan perbuatan yang menjadi suatu keharusan untuk dilakukan, baik karena masyarakat islam menuntutnya, atau karena tertulis dalam dogma agama. Dan terakhir, Haram, yang merupakan pertimbangan perbuatan yang dilarang dan memiliki akibat kontan dan konkret apabila dilanggar.
Dan demikianlah, pengenalan terhadap Hukum Islam. Penulis menyadari pasti ada kekurangan terhadap paparan umum tentang Hukum Islam, terlebih terhadap pendekatan teori dan perbandingan antara Agama Islam dan Hukum Islam yang mungkin dapat menimbulkan perdebatan nurani bagi para pemeluk agama.
Namun dilihat dari segi hukum nasional, Hukum Islam menjadi suatu kewajiban seluruh pembelajar hukum, termasuk bagi yang non-muslim. Dan, penulis percaya Hukum Islam di Indonesia juga perlu diketahui oleh masyarakat non-muslim dengan harapan terjadi penguatan kebhinekaan terhadap pemahaman hukum yang bersumber dari nilai-nilai spiritual dan diterapkan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Akhir kata, semoga berkenan dan salam.