Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Actio Calumnie

11 Februari 2024   12:59 Diperbarui: 11 Februari 2024   13:02 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Black Law Dictionary Fourth Edition, actio calumnie memiliki definisi "An action to restrain defendant from prosecuting a groundless proceeding or trumped-up charge against plaintiff. An action for malicious prosecution". Dalam Bahasa Indonesia, definisi tersebut kurang lebih bermakna "Suatu tindakan untuk menahan tergugat agar tidak menuntut suatu proses hukum yang tidak berdasar atau tuduhan yang dibuat-buat terhadap penggugat. Tindakan untuk penuntutan jahat."

Dalam buku Roman Law oleh Hunter, actio calumnie tertuang dalam bagian penalties attached to the improper bringing of a suit, dimana asas ini menjadi bagian kalimat yang berbunyi : "the proceeding called calumnie (for trumping up a charge) is in place against any action. It is brought for a tenth of the amount in question, or against interdicts for one-fourth."

Dari kutipan tersebut, dapat dikatakan bahwa calumnie langsung dimaksudkan sebagai 'trumping up a charge'. Trumping up a charge biasa didefinisikan sebagai perbuatan mengarang-ngarang atau membesarkan tuntutan terhadap subjek hukum, diluar dari dasar hukum tertentu. Secara sederhana, bentuk dari fitnah atau asal menuduh. Hal ini diperkuat dengan definisi trumping-up yang dipaparkan Merriam Webster yang berbunyi "fraudulently concocted."

Baca juga: Actio

Sementara, bunyi "it is brought for a tenth of the amount in question, or against interdicts for one-fourth" menunjukkan pada takaran hakim memutuskan. Dalam hal ini tertuang bahwa actio calumnia menyumbang sepersepuluh nilai dari sumbu pertanyaan, atau menjadi seperempat dari sumbu larangan.

Maksudnya sumbu pertanyaan atau sumbu larangan, adalah dari mana hakim menentukan perbuatan penggugat itu merupakan actio calumnia atau bukan. Biasanya, seorang penggugat juga akan diperiksa dengan pertanyaan-pertanyaan yang harus dia jawab dan pertanyaan itu memiliki nilai 1-10. Sementara sumbu larangan yang dimaksud merujuk pada empat ketentuan hal yang dilarang oleh penggugat.

Secara alami, trumping up a charge atau calumniae dilakukan untuk menciptakan tekanan material, karena tindakan tersebut membingkai subjek hukum tertentu seakan subjek itu mengalami kesalahan yang lebih besar daripada yang dilakukannya. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara menjatuhkan martabat, mendiskreditkan nama, atau memanipulasi subjek hukum tersebut.

Secara hukum, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Perbuatan tercela, karena semangat dan tujuan dari hukum adalah keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum agar setiap subjek hukum terlindungi oleh hukum itu sendiri. Dan biasanya, dibawanya suatu 'tuduhan palsu' dapat mengakibatkan penggugat tersebut dihukum dalam pengadilan.

Bila mengikuti serial artikel actio yang penulis telah tuangkan, maka jelas actio yang dimaksud selalu berada pada ranah peradilan. Maka, actio calumnie pada dasarnya perbuatan hukum dalam acara, dimana penggugat menggugat dasar yang tidak jelas, dasar yang salah, atau dasar yang diada-adakan.

Actio calumnie ini kemudian menjadi salah satu perbuatan hukum yang dicegah atau dilarang untuk dilakukan pada ranah acara. Hal ini tertuang dengan bunyi "Plaintiff are restrained from trumping up charges (calumnia) sometimes by the proceeding so called, sometimes by that called contrarium, sometimes by an oath, sometimes by demanding stipulation in turn."

Dari semua perbuatan hukum yang dicegah atau dilarang tersebut, actio calumnie menempati di posisi pertama yang tidak boleh dilakukan oleh penggugat. Apabila dilakukan, penggugat dapat dikenakan hukuman. Terkait dengan hukumannya bersifat sangat dinamis berdasarkan kasus, pernyataan penggugat tergugat, kebijaksanaan hakim, dan lain sebagainya.

Dalam mengadili perbuatan penggugat yang melakukan tindakan dapat diduga fitnah, terdapat takaran yang menjadi indikasi perbuatan itu. Takaran tersebut tertuang dengan bunyi : "in that no one condemned to pay a tenth unless when he knew that his action was not righteous, but began it to harass an adversary, and in hope of a victory rather from mistake or unfairness on the judge's part than from the truth of his case; for calumnia lies in a man's intention as theft does."

Bila diterjemahkan, maka kalimat tersebut akan berbunyi : "ketika penggugat mengetahui bahwa perbuatannya tidak benar, namun mulai menyerang subjek lain yang menjadi lawannya dengan harapan menang, daripada memperhatikan kesalahan atau ketidakadilan hakim, serta dari kebenaran kasus tersebut. Karena calumnia berada dalam keinginan manusia, seperti pencurian".

Hal ini menunjukkan actio calumnia aktif saat penggugat mulai beracara mengajukan tuntutan, atau membuat Duplik. Acap kali, dalam beracara para penggugat dan tergugat sering menggunakan hal-hal yang pada esensinya tidak berada dalam koridor kasus yang diadili. Misalnya, menyerang personal tanpa relevansi dengan perkara yang dihadapinya, dan sebagainya.

Untuk mengantisipasi actio calumnia yang dilakukan kedua belah pihak, pengadilan kemudian menggunakan sistem penyumpahan, dimana dalam penyumpahan dikatakan juga bahwa para subjek hukum tidak akan menyampaikan de calumnia atau kesaksian bohong maupun fitnah. Hal ini tertuang dalam sumber yang sama halaman 827.

Dalam konteks keindonesiaan, actio calumnia tertuang dengan terang pada pasal 311 ayat 1 KUHP yang berbunyi "Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun".

Sementara dalam KUHP Baru atau UU 1/2023 Bab Tindak Pidana Pencemaran, terutama pada pasal 434 yang berbunyi "Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 diberi kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak dapat membuktikannya, dan tuduhan tersebut bertentangan dengan yang diketahuinya, dipidana karena fitnah, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV".

Dalam konteks perdata, fitnah tertuang dalam hal meliputi warisan dan perikatan. Dalam konteks warisan, pasal 838 ayat 2 ada tertuang : "Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah: dia yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi".

Pasal tersebut jelas menuangkan bahwa orang yang dengan fitnah mengajukan tuduhan terhadap pewaris tidak pantas menjadi ahli waris ditambah dengan hukuman penjara lima tahun. Sementara keterkaitan actio calumnia dalam perikatan tertuang jelas pada Bab III Perikatan yang Lahir karena Undang-undang, pasal 1373 yang berbunyi :

"Selain itu, orang yang dihina dapat menuntut pula supaya dalam putusan juga dinyatakan bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah perbuatan memfitnah. Jika ia menuntut supaya dinyatakan bahwa perbuatan itu adalah fitnah, maka berlakulah ketentuan-ketentuan dalam Pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penuntutan perbuatan memfitnah. Jika diminta oleh pihak yang dihina, putusan akan ditempelkan di tempatkan di tempat umum, dalam jumlah sekian lembar dan tempat, sebagaimana diperintahkan oleh Hakim atas biaya si terhukum".

Bila diuraikan, pasal ini telah terang menjadi jembatan antara perkara ke pidana (Perbuatan Melawan Hukum) ketika telah terjadi actio calumnia yang dilakukan terhadap yang dirugikan, setelah terjadinya penuntutan, sesuai dengan pasal 1372 yang berbunyi "Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. Dalam menilai satu sama lain, hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan keadaan.".

Demikianlah, actio calumnia merupakan perbuatan hukum yang dilakukan penggugat atau tergugat, yang berwujud fitnah atau tuduhan tidak benar serta lebih menyerang personal daripada dasar hukum yang sedang diadili dalam peradilan, menjadikan actio calumnia merupakan asas khusus dalam hukum acara.

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Referensi :

Merriam webster. Trump-up.

Black Law Dictionary.

Hunter; Roman Law. 1019-1021, 827.

Peraturan Perundangan :

UU 1/2023.

KUHP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun