Berdasarkan Black Law Dictionary Fourth Edition, actio bone fidei memiliki arti "an action of good faith. A class of actions in which the judge might be at the trial ex officio, take into account any equitable circumstances that were presented to him affecting either to the parties to the action.".
Secara holistik, actio bone fidei memiliki pengertian yang beririsan dengan bona fide. Bona fide sendiri adalah 'itikad baik' yang sudah dikenal secara umum. Dalam Hukum Perdata di Indonesia, itikad baik bukan syarat sahnya suatu perjanjian, walaupun menjadi unsur penting yang bermuara terjadinya perjanjian yang sah tersebut.
Pentingnya bona fide sebagai unsur terjadinya perjanjian yang sah tertuang jelas pada pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi :
"semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik."
Dalam konteks pidana, bona fide dikenal dalam proses alasan pemaaf ketika seseorang melakukan perintah jabatan yang tidak sah, dimana perintah tidak sah tersebut dapat dipertimbangkan berdasarkan syarat subjektif dan objektif. Syarat subjektif merujuk pada sikap batin pelaksana perintah, dan syarat objektif merujuk pada perintah itu sendiri.
Black Law Dictionary Fourth Edition sendiri menerangkan bahwa bona fide memiliki arti "is or with good faith; honestly, openly, and sincerely; without deceit or fraud... Truly; actually; without simulation or pretense. Innocently; in the attitude of trust and confidence; without notice of fraud, etc. Real, actual genuine and not feigned...".
Cakupannya yang begitu luas menempatkan bona fide sebagai postulat sendiri yang dapat dijabarkan menjadi beberapa tindakan dikategorikan sebagai perbuatan baik di mata hukum. Actio bone fidei merupakan pengejewantahan nilai bona fide. Dari sini, maka cukup terang bahwa actio bone fidei merupakan asas perbuatan hukum yang mengandung nilai-nilai kebaikan.
Pada artikel actio telah tertuang fragmen pengertian bahwa actio yang dimaksud selalu merujuk pada perbuatan hukum dalam spektrum peradilan. Baik hal itu dilakukan oleh hakim, jaksa, panitera, penggugat, tergugat, terdakwa, saksi, dan lain sebagainya, selama masih dapat dikategorikan subjek hukum.
Pada artikel actio arbitraria telah tertuang bahwa hakim dapat menentukan suatu perbuatan hukum yang seyogianya dilakukan oleh para subjek hukum lewat putusan sah dan mengikat. Actio bone fidei merupakan asas yang ada dalam kedua cakupan asas tersebut, karena asas ini secara konkret hanya mempertimbangkan 'kebaikan' yang dimiliki oleh tergugat yang dapat dinilai hakim.
Kemudian, terjemahan definisi actio bone fidei juga bermakna : "suatu perbuatan dengan itikad baik. Kategori perbuatan dimana hakim yang sedang menyelesaikan perkara dalam sidang mempertimbangkan setiap bukti dengan seadil-adilnya yang dipertunjukkan padanya, yang memiliki pengaruh terhadap kelompok maupun perbuatan itu sendiri".
Class of action, atau kategori perbuatan yang dimaksud dapat terbagi menjadi tiga jenis. Perbuatan personal, perbuatan real, dan perbuatan campuran. Perbuatan personal merujuk pada penggugat atau pengacara atas nama penggugat menggugat tergugat untuk memberikan kompensasi.
Perbuatan Real merujuk pada perbuatan untuk menguji hak dari objek sengketa. Kemudian Mixed Action atau Perbuatan Campuran merujuk pada gabungan perbuatan personal dan perbuatan real, yaitu perbuatan yang memiliki unsur gugatan untuk memberikan kompesasi sekaligus pengujian hak terhadap objek sengketa tersebut.
Actio bone fidei termasuk dalam Formula in Personal Action. Ada empat sumbu terhadap hal tersebut, meliputi stricti juris menuju bonae fidei, kemudian sumbu direct menuju utilis. Adapun actio bone fidei menjadi titik tolak dari stricti juris. stricti juris merujuk pada penetapan hukum yang bersifat mempersalahkan, legalistik, dan normatif sepenuhnya. Segala ketentuan hukum yang tertuang dalam hukum positif yang harus ditetapkan.
Dalam acara persidangan, para pihak yang bersengketa biasanya membawa pembelaan mereka secara tertulis. Argumentasi yang mereka suguhkan kemudian menjadi bagian dari pertimbangan hakim memutus perkara, dimana argumentasi itu tidak termasuk pada ketentuan hukum yang berlaku karena sifatnya yang berada di luar kodifikasi maupun bukan bagian norma hukum umum.
Dari bunyi pasal yang ada tersebutlah, actio bonae fidei dapat digunakan, sebagai suatu perbuatan hukum yang tidak melibatkan hukum publik itu sendiri. Perbuatan hukum yang tidak melibatkan hukum publik itu sendiri dapat dibagi ke beberapa cabang, salah satunya kontrak. Kontrak merupakan bentuk peraturan perundangan privat. Normanya hanya berlaku bagi para subjek yang terikat kontrak itu.
Apabila tidak dapat ditemukan pelanggaran hukum publik pada suatu kontrak, maka seluruh norma publik menjadi tidak digunakan secara aktif dalam memutuskan perkara. Sebaliknya, hakim kemudian menggunakan pasal-pasal dalam kontrak kedua belah pihak itu untuk meramu suatu putusan. Kecuali, bila dalam kontrak tersebut ada hal yang melanggar hukum publik, namun itu perkara lain.
Ketergantungan terhadap kebijaksanaan hakim memutus perkara kontrak tersebut yang menjadikan perbuatan ini sebagai perbuatan yang bona fidei. Karena, dalam actio bona fidei, keluwesan hakim berasional dapat berakibat lepas atau bebasnya tergugat dari tanggung jawabnya. Hal ini berbeda dengan actio stricti juris, dimana rasio hakim sejak awal harus menjatuhkan hukuman serta harus tegas terhadap alat bukti yang disediakan dalam acara pengadilan.
Secara lebih konkret, perbandingan antara actio stricti juris dan actio bonae fidei tertuang dalam halaman 218 Buku Equitable Jurisdiction of the Court of Councery karya Spencer, yang berbunyi :
"In actions stricti juris a counter claim by way of set-off could not be noticed unless specially pleaded . So, on the other hand, interest might be given to the plaintiff, as a compensation for delay of payment. In actions bona fidei (b); whereas in actions stricti juris the plaintiff could only recover precisely what he claimed. In actions stricti juris the defendant could not avoid the claim on the ground of fraud or undue practices, without raising the case by an exceptio (c); in actions bona fidei, no pleading was necessary on the part of either of the litigants, to enable him to avoid the case made by his adversary on the ground of fraud, circumvention, or pressure."
Pada esensinya, pernyataan tersebut menjelaskan bahwa actio bona fidei merupakan perbuatan hakim yang dapat memberikan 'kebaikan' terhadap kedua belah pihak yang bersengketa. 'kebaikan' tersebut berangkat dari kebijaksanaan hakim untuk mengenyampingkan hal-hal tertentu walaupun tidak secara tertulis dibawa ke pengadilan sebagai suatu alat bukti.
Demikianlah, actio bona fidei merupakan perbuatan hukum yang merujuk pada kebaikan hakim memutus perkara seadil-adilnya dengan mengeyampingkan formal hukum. Perbuatan hukum ini hanya berlaku dalam spektrum acara, dilakukan oleh hakim dalam memutus perkara kontrak, menempatkan actio bona fidei sebagai asas khusus dalam hukum kontrak, walaupun secara mutatis mutandis kembali pada rasio-legis hakim itu sendiri untuk menggunakannya di bidang apa.
Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.
Referensi:
Referensi:
Black Law Dictionary Fourth Edition
Spencer; George. Equitable Jurisdiction of The Court of Councery. Vol 1. 210,
Mochtar; Zainal. Dasar-dasar Ilmu Hukum. 118-119.
Peraturan Perundangan :
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H