Berdasarkan Black Law Dictionary Fourth Edition, actio ad exhibendum memiliki definisi "An action for the purpose of compelling a defendant to exhibit a thing or title in his power. It was preparatory to another action, which was always a real action in the sense of the Roman law; that is, for the recovery of a thing, whether it was movable or immovable."
Dalam Bahasa Indonesia, asas kalimat tersebut memiliki makna bahwa suatu perbuatan untuk tujuan memaksa terdakwa untuk mempertunjukkan benda atau hak milik dalam kekuasaannya. Hal tersebut dilakukan sebagai persiapan untuk perbuatan lainnya, yang selalu merupakan tindakan nyata dalam spektrum Hukum Romawi, yaitu, untuk memulihkan sesuatu, terlepas benda itu merupakan benda bergerak atau tidak bergerak".
Bila diinterpretasikan kembali, maka asas ini merujuk pada acara pengadilan terkait hegemoni pengadilan untuk memaksa terdakwa menunjukkan benda atau hak miliknya yang merupakan benda bergerak atau benda tidak bergerak. Tujuan ditunjukkannya objek itu sebagai bentuk antisipasi terhadap perbuatan yang akan datang, dan dilakukan secara nyata hanya untuk memulihkan objek tersebut.
Asas ini dapat ditemukan dalam Buku Corpus Juris Civilis Liber X Titulus IV Ad Exhibendum, kemudian disarikan serta disistematisasi kembali dalam Buku Lehrbuch der Pandekten karya Karl Adolph von Vangerow, seorang hakim di jerman. Pada bagian Von einzelnen Obligationen, welche unmittelbar aus gesetzlicher Bestimmung hervorgehen ( tentang obligasi individu yang datang langsung dari regulasi ).
Dalam buku tersebut, beliau mensaturasikan actio ad exhibendum hanya dapat digunakan pada benda yang dipamerkan. Yang dimaksud dipamerkan disini adalah benda berwujud, yang dapat dilihat, disentuh langsung dengan kulit dan memiliki aroma. Pada dasarnya, memiliki wujud fisik dan nyata.
Kemudian actio ad exhibendum pada dasarnya adalah perbuatan yang tidak berhubungan dengan kontrak, hubungan subjek hukum dalam hukum, namun tetap dalam spektrum hukum perdata. Hal ini menempatkan actio ad exhibendum mutlak pada hukum publik, dimana impelementasinya juga berpengaruh pada kepentingan umum serta norma yang berlaku pada lapisan masyarakat tersebut.
Actio ad exhibendum juga harus memiliki kerugian nyata yang dapat ditakar dengan uang atau hal material lain sebagai tolak ukur agar dapat dilakukan. Kerugian disini tidak termasuk pada kerugian yang menyangkut dengan hubungan subjek hukum, namun menyangkut kerugian wilayah atau kelompok setempat.
Dari hal ini, dapat diketahui bahwa actio ad exhibendum merupakan perbuatan satu subjek hukum yang pengaruhnya memiliki segi banyak. Dengan kata, lain, asas ini merupakan asas hukum umum walaupun secara mutatis mutandis dapat dilakukan secara khusus, selama melibatkan ranah yudikatif yang pasti terlibat karena actio yang dimaksud adalah perbuatan yang ada dalam ranah hukum (vide artikel actio).
Selain daripada cirinya, actio ad exhibendum hanya dapat dilakukan ketika ada keinginan jelas melakukan, atau intensi, yang didasarkan oleh hak untuk melakukan. Hak tersebut didapatkan dalam bentuk izin yang diperbolehkan dari pemerintah. Konsekuensi melakukan actio ad exhibendum tanpa izin akan bermuara pada penangkapan.
Actio ad exhibendum juga harus didasarkan keinginan, atau tujuan, yang memiliki latar belakang konkret. Dimana latar belakang itu bermuara pada perbuatan subjek hukum yang langsung dapat terlihat serta ternilai secara mudah, bahwa perbuatan subjek hukum itu 'lurus' menuju sasaran yang sesuai antara keinginan dan tindakannya dalam membela serta memenangkan kepentingannya.
Dari tindakan yang dilakukan subjek hukum, pengadilan akan menentukan kepentingan subjek hukum itu dengan cara melakukan investigasi lebih lanjut. Pemeriksaan lanjutan itu dilakukan berdasarkan pemeriksaan orang atau orang-orang, terkait hak-hak yang orang itu demonstrasikan, serta wilayah dimana hak tersebut menjadi pangkal permasalahan.