Dalam hukum, penggunaan awalan 'actio' sebagai asas maupun terminologi memiliki banyak jenis serta perluasan tersendiri, biasanya meliputi 'actionum', 'actore', 'actus', 'actiones', 'actori', yang dalam pedoman Bahasa Indonesia dimaknai sebagai Perbuatan. Black Law Dictionary Fourth Edition sendiri mencatat sekitar tujuh puluh dua istilah yang dapat berdiri sendiri dan dibagi dalam spektrum hukum yang berbeda-beda.
Tujuh puluh dua poin tersebut juga belum mengalami perluasan bentuk dan hanya merujuk pada morfem 'actio' saja, tanpa mengalami perubahan dan dibentuk menjadi suatu kalimat dengan beban norma seperti pada asas lainnya. Yang jelas, banyaknya terma yang mengandung makna tindakan atau perbuatan mengindikasikan bahwa perbuatan merupakan hal yang esensial yang tidak dapat dipisahkan dari sistem hukum yang berlaku secara universal.
Berdasarkan Black Law Dictionary Fourth Edition, Actio memiliki definisi "an action or suit; a right or cause of action. It should be noted that this term means both the proceeding to enforce a right in a court and the right itself which is sought to be enforced."
Bila dimaknai dalam Bahasa Indonesia, maka 'Actio' yang dimaksud merujuk pada perbuatan atau perbuatan hukum dalam pengadilan, suatu hak atau penyebab perbuatan, dimana penggunaan terma ini merujuk pada proses untuk pelaksanaan yang bersifat memaksa terhadap suatu hak dalam pengadilan, yangmana hak itu sendiri dicari atau dimintakan untuk dilaksanakan,."
Konkretisasi terma actio menjadi Perbuatan dalam pengadilan pertama kali dikenal dalam Corpus Juris Civilis Titel VI De Actionibus, pada paragraph pertama, yang berbunyi "superest, ut de actionibus loquamur. Actio autem nihil aliud est, quam jus persequendi in judicio, quod sibi debetur" yang dapat dimaknai dengan bunyi 'ketika kita bicara perbuatan, suatu perbuatan tidak lain daripada hak untuk mengejar tentang apa yang dimilikinya dalam pengadilan."
Demikianlah, 'actio' menjadi pangkal dari banyak asas hukum yang menitikberatkan pada tindakan seseorang. Kendati demikian, esensi dari perbuatan hukum itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari asas ini. Hal ini karena perbuatan hukum merupakan suatu fragmen dari sistem hukum yang berlaku secara universal.
Secara dogmatis, sistem hukum terbentuk atas beberapa 'roda-gigi' yang saling mempengaruhi satu sama lain dan dalam gerakannya dapat menciptakan, membentuk, atau menghilangkan norma-norma tertentu yang sudah berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan Hukum merupakan salah satu komponen dari 'roda-gigi' tersebut.
Secara teoritis, Perbuatan Hukum merupakan setiap tindakan yang sengaja dilakukan subjek hukum dengan akibat diatur norma hukum. Kesengajaan yang dilakukan oleh subjek hukum tertentu itu yang kemudian menjadi pemisah antara suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum atau bukan perbuatan hukum. Dari hal ini, secara sederhana dapat dimakani bahwa perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang sepenuhnya berada di payung hukum, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis.
Perbuatan hukum juga terbagi menjadi tiga arah, meliputi perbuatan hukum bersegi satu, bersegi dua, dan bersegi banyak. Perbuatan hukum bersegi satu adalah perbuatan yang dilakukan secara sepihak, misal putusan pengadilan hukuman mati terhadap terpidana. Perbuatan Hukum bersegi dua dilakukan oleh dua pihak dan memiliki timbal balik, misal dalam perjanjian jual beli, dan bersegi banyak dilakukan apabila ada banyak pihak yang terlibat, misal kebijakan pemerintah negara terhadap masyarakatnya.
Dalam hal bersegi banyak yang dimaksud, sering jadi perdebatan bahwa pemerintah tidak melakukan perbuatan hukum bersegi banyak, melainkan bersegi satu. Hal ini karena sifatnya yang berdaulat dan menjadikan segenap apa yang ada dalam wilayahnya mutlak harus tunduk padanya, sehingga apa yang dikatakannya mengakibatkan tindakan sepihak, terlepas subjek hukum suka atau tidak suka.
Adapun perbuatan hukum dikatakan merupakan perbuatan yang harus memiliki kesengajaan, tidak serta merta perbuatan tanpa kesengajaan merupakan perbuatan yang bukan perbuatan hukum. Sangat mungkin perbuatan tak sengaja tersebut adalah perbuatan melawan hukum. Hal ini karena ada norma-norma yang mengatur akibat suatu tindakan tertentu kendati tidak umum terjadi.
Sebagai analogi dari spektrum hukum pidana, seseorang mengendarai mobil lalu menabrak orang, lalu yang ditabrak itu mati. Umumnya, seseorang tidak akan memiliki niatan untuk menabrak orang, apalagi sampai mati. Dari hal ini, maka jelas perbuatan orang tersebut tidak memiliki kesejangaan (Dolus), namun orang tersebut jelas memiliki kealpaan (culpa).
Kealpaan yang terjadi tidak serta melepaskan pengendara mobil itu dari kesalahan yang dia timbulkan. Orang tersebut harus tetap bertanggung jawab atas kematian orang yang ditabraknya karena oleh ketidakwaspadaannya. Hal ini juga diatur dalam Pasal 359 KUHP yang berbunyi "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun."
Pada KUHP Baru, pasal 474 berbunyi "Setiap Orang yang karena kealpaannya orang lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan jabatan, mata pencaharian, atau profesi selama waktu tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II."
Kecuali ketika dalam pemeriksaan pengendara mobil itu terbukti memang ingin menabrak orang tersebut, terlebih sampai mati, maka pasal yang dikenakan bukan kealpaan, melainkan pasal pembunuhan. Apapun itu, analogi sederhana tersebut memberikan gambaran bahwa perbuatan hukum tanpa kehendak dapat melahirkan akibat hukum yang tidak dikehendaki.
Adapun yang bukan perbuatan hukum, selain perbuatan itu tidak memiliki kehendak, perbuatan tersebut pada dasarnya tidak dilarang oleh hukum, atau sebaliknya, bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan melawan atau melanggar hukum. Juga, yang bukan perbuatan hukum berpengaruh dari lingkungan masyarakat menilai perbuatan itu mengganggu ketertiban umum atau tidak.
Besarnya pengaruh dari lingkungan masyarakat berangkat dari dikotomi hukum, yang meliputi hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, ditambah dengan keberlakuan yang hidup di wilayah masyarakat tertentu. Hal ini sangat mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Misal, sepasang pemuda-pemudi melakukan persenggamaan di luar nikah, dalam lingkungan yang pada umumnya memperbolehkan hal itu terjadi karena bersenggama adalah hal yang setelah sah berdasarkan surat juga akan dilakukan, maka perbuatan mereka bukan perbuatan melawan hukum.
Lain cerita apabila pemuda-pemudi tersebut kemudian melakukan persenggamaan di luar nikah pada lapisan masyarakat yang mengutuk perbuatan tersebut. Terlepas dari KUHP baru yang menyatakan hal tersebut adalah delik aduan, bila kemudian masyrakat disana terganggu dengan aktivitas mereka, maka suatu pidana adat atau pidana agama dapat dilakukan, misal dengan menstigmakan mereka tidak beretika, tidak bermoral, zalim, atau menjatuhkan hukum cambuk, dan lain sebagainya.
Demikianlah, 'Actio' merujuk pada suatu perbuatan hukum, baik dalam konteks khusus yaitu dalam pengadilan, maupun dalam konteks umum yaitu dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Banyaknya terminologi serta cakupannya yang luas ke banyak bidang-bidang hukum membuktikan morfem yang merujuk pada perbuatan ini adalah hal esensial dalam keberlakuan hukum serta sistem hukum, hingga memiliki teorinya sendiri.
Referensi :
Black Law Dictionary
Corpus Juris Civilis. Vol. 1. Tit Vi Deactionibus. Hlm 33.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H