Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Abundans Cautela non Nocet

10 Januari 2024   14:19 Diperbarui: 10 Januari 2024   18:04 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Black Law Dictionary Fourth Edition, abundands cautela non nocet memiliki arti "abundant or extreme caution does no harm". Dalam Bahasa Indonesia artinya "kewaspadaan ekstrim atau berlebihan tidak merugikan". Dalam sumber yang sama, dikatakan bahwa abudans cautela non nocet merupakan suatu prinsip yang umumnya digunakan untuk pembentukan instrumen hukum memakai kata-kata cenderung berlebihan yang sengaja dimasukkan demi mengekspresikan niatan.

Sebagai asas, abundans cautela non nocet dapat ditemukan dari beberapa sumber. Pertama, asas ini dapat ditemukan dalam The Eleventh Part of the Reports of Sir Edward Coke. Pada bagian John Heydon case, yang pada intinya menceritakan tentang kasus Trespass of Battery.

Adapun peran abundans cautela non nocet kemudian tertuang dengan bunyi : "in the common pleas, and afterwards affirmed in a Writ of Error in the court of King's Bench : But there are divers Precedent in this court, that in such cases continuances have been taken, which is a sure way, Et abudands cautela non tocet".Kalimat tersebut menyiratkan penggunaan asas sebagai batas koridor pertimbangan, mengingat adanya beda preseden antara kasus John Heydon ini dengan kasus lain yang masih dalam spektrum kasus-kasus Trespasses lainnya.

Trespass sendiri memiliki definisi "Doing of unlawful act or of lawful act in unlawful manner to injury of another's person or property". Deskripsi tersebut jelas menerangkan bahwa Trespass merupakan bentuk perbuatan melawan hukum yang pasti memberikan kerugian faktual, baik dilakukan secara melawan hukum, maupun secara hukum namun dengan prosedur yang tidak sesuai hukum, dimana contohnya sangat banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Lahirnya kehati-hatian yang hingga asas tersebut tertuang begitu saja juga tidak terlepas dari pokok perkara kasus. Pada intinya, dalam kasus ini terjadi perubahan status subjek hukum yang bersalah menjadi seorang saksi yang membantu menilai para pelaku pelanggar hukum, walaupun subjek tersebut juga termasuk dari pelaku perbuatan melawan hukum.

Dalam sistem hukum Common Law, pertimbangan hakim merupakan hal yang paling signifikan dalam pembentukan hukum. Hal ini karena hakim mengandalkan yurisprudensi atau hasil keputusan yang sudah pernah dibuat sebelumnya. Konsekuensinya, hakim dalam memutus perkara harus memperbandingkan seluruh kasus yang serupa agar keputusannya serupa demi menjaga kepastian hukum ( Similia similibus ).  Samanya bunyi keputusan juga termasuk juga dalam perihal perdata, yang dalam konteks ini adalah Trespass yang ada dalam ranah privat. Dan karena itu, penggungaan abudands cautela non tocet seakan sengaja diletakkan di bagian akhir argumentasi sebagai bentuk konkretisasi bahwa sang hakim sangat waspada mencari perbedaan demi perbedaan antara kasus yang dihadapi.

Selain dari kasus John Heydon, asas abundans cautela non nocet juga dapat ditemukan dalam buku Herbert Broom, Selection of Legal Maxim. Asas ini digunakan sebagai bagian dari konsep Interpretasi Statuta dan Intrumen Tertulis, dalam postulat yang berbunyi expressio eorum quae tacite insunt nihil operator atau dalam bahasa Indonesia adalah "ekspresi yang tersirat diam-diam tidak dapat dioperasikan."

Postulat tersebut pada intinya berbicara tentang perkataan atau tindakan yang tidak melebihi hukum yang ditetapkan, dimana ketika perkataan tersebut tidak didukung oleh hal berikutnya, maka kata-kata itu dapat mengakibatkan induksi operasi terhadap tindakan atau perkataan. Secara sederhana, perkataan yang ada dalam pertimbangan namun tidak berhubungan dengan hukum menjadi hal yang dikhususkan, namun tetap dipertimbangkan dalam spektrum yang umum.

Adapun abundans cautela non nocet menjadi bagian kalimat yang berbunyi : "it may be observed, however, that it is more desireable to express what the law would imply, in order to remove all doubt as to intention. Abundans cautela non nocet". Maka, perkataan yang dikhususkan dan tampak tidak berhubungan dengan kasus dapat dipertimbangkankan sebagai penguat tujuan.

Mengambil suatu contoh, dalam konteks keindonesiaan, dewasa ini masyarakat Indonesia sempat gaduh dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menciptakan pro kontra dalam perspesi masyarakat. Seorang hakim saat itu menuangkan pertimbangannya dengan klausula, "saya bingung, dan benar-benar bingung..." dan pertimbangannya yang lebih cenderung menekankan spektrum politik hukum daripada hukum positif itu sendiri.

Putusan tersebut membuat sang hakim digugat oleh beberapa orang yang mempertimbangkan bahwa tindakan tersebut tidak etis bagi seorang hakim karena telah menuangkan emosinya dalam yurisprudensi. Entah bagaimana dengan kelanjutannya, kurang dipublikasikan secara terang dan umum sehingga penulis belum tahu ujung dari gugatan terhadap hakim itu.

Kendati demikian, adanya asas abudans cautela non nocet membuat sang hakim tidak melanggar apapun, karena secara holistik pertimbangan sang hakim sepenuhnya menerangkan duduk perkara, yaitu  pasal 169 huruf q UU 7/2017, dimana argumentasinya dibangun dengan pendekatan politik hukum.

Dan dengan demikian, frasa penuh emosi pada putusan menyiratkan tujuan terbentuknya putusan, penguat dalil yang beliau ciptakan, walaupun tidak dapat digunakan sebagai pertimbangan memutus perkara lagi karena tidak konkret berhubungan dengan hukum positif. Di satu sisi, pertimbangan hakim yang tidak lagi digunakan sangat wajar, karena Indonesia menganut sistem Civil Law yang menitikberatkan pada norma tertulis daripada kebijaksanaan hakim.

Kemudian, asas ini juga dapat ditemukan dalam buku Fleta, Seu Commentarius Juris Anglicani sic Nuncupatus. Dalam buku satu bab dua puluh delapan bagian satu, abudans cautela non nocet digunakan untuk menerangkan tentang pidana pengasingan (outlawry). Pengasingan tersebut dinyatakan tidak berlaku ketika subjek hukum tersebut melanggar hukum.

Beberapa bentuk pengasingan sendiri menurut Fleta meliputi diasingkan tanpa tuntutan, perintah, atau bukan di wilayahnya. Pengasingan juga tidak berlaku bagi yang meninggal dunia sebelum dijatuhi hukuman, serta pada orang yang diduga telah meninggal dunia namun tiba-tiba muncul atau disangka hidup kembali.

Selain itu, pengasingan juga dapat diberlakukan pada ketika seseorang mencari perlindungan gereja kemudian menolak kedaulatan kerajaan, atau karena satu dan lain hal, diasingkan saat berusia dua belas tahun atau lebih muda dari itu, atau pernah mengalami kasus di tingkat kabupaten satu dan dua.

Bahkan pada saat ketika pengasingan itu tidak lagi dinilai bermanfaat seakan telah mendapat permintaan maaf dari sang raja. Pada dasarnya, seorang yang dinyatakan Outlaw dianggap tidak ada di mata hukum, sehingga ketentuan tentang pengasinganpun tidak lagi berguna bagi mereka karena ketentuan tersebut masih berupa hukum.

Adapun dari semua ketentuan pengasingan yang tertera dalam bagian tersebut, abudans cautela non nocet kemudian diterapkan sebagai bentuk antisipasi bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yang diwujudkan dengan konkretisasi status lewat piagam. Hal ini menunjukkan asas ini juga dapat digunakan sebagai asas kehati-hatian dalam spektrum pidana.

Sampai sini, telah terang bahwa penggunaan abudans cautela non nocet dalam praktik memiliki tiga fungsi. Pertama, asas dengan arti "kewaspadaan ekstrim atau berlebihan tidak merugikan" ini secara khusus digunakan sebagai asas pertimbangan hukum. Kedua, secara khusus juga digunakan dalam melakukan interpretasi peraturan perundangan, termasuk juga kontrak dan yurisprudensi.

Dan yang ketiga, abudans cautela non nocet digunakan dalam urusan pidana pengasingan, yang secara sejarah bicara tentang kesiagaan secara materiil terhadap proses pelaksanaan pidana pengasingan tersebut. Namun dari ketiga fungsi tersebut, pada esensinya asas ini menitikberatkan pada penajaman dalil dalam menentukan hukum dan memberlakukan proses hukum.

Demikianlah, abudans cautela non nocet merupakan asas pembentuk hukum. Dari konteks sejarah berlaku dalam spektrum pidana dan interpretasi hukum. Keberadaannya sebagai "kewaspadaan ekstrim atau berlebihan tidak merugikan" secara efektif masih digunakan dalam bentuk antisipasi walau tidak tersurat dengan gamblang, dan telah mengalami perubahan makna seiring berjalannya waktu.

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Referensi :

Fleta; Liber 1 Cap 28 Sect 1.

Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Black Law Dictionary Fourth Edition.

Coke. The Eleventh Part of The Reports. Heydon Case.

Broom; Herbert. A Selection of Legal Maxim. 454-456.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun