Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Abbreviationum Ille Numerus Et Sensus Accipiendus Est, Ut Concession Non Sit Inanis

26 Desember 2023   17:28 Diperbarui: 26 Desember 2023   17:31 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Black Law Dictionary Fourth Edition, abbreviationum ille numerus et sensus accipiendus est, ut concession non sit inanis memiliki arti "in abbreviations, such number and sense is to be taken that the grant be not made void". Dalam bahasa Indonesia kurang lebih bermakna "dalam penyingkatan, nomor dan nalar dapat digunakan agar tidak terjadi kekosongan".

Asas ini tertuang dalam The Report Lord Coke Ninth Edition pada kasus The Earl of Shrewsbury Case. Pada pertimbangan tersebut, asas ini bersatu dengan kalimat yang berbunyi : "falsa orthographia non vitiat concessionem; also, falsa grammatica non vitiate concessionem : item, ille numerus & sensus abbreviationum accipiendus est ut concession non sit inanis"

Kalimat tersebut memiliki arti "kesalahan ortografis atau gramatikal dalam penulisan konsesi tidak serta merta menghilangkan pengakuan konsesi, dan juga dalam penyingkatan, nomor dan nalar dapat digunakan agar tidak terjadi kekosongan", kemudian menjadi fondasi berfikir Lord Coke dalam menimbang suatu surat dan dokumen dan dalam hal ini  dokumen tentang konsensi ( Writing in Grant.)

Melihat dari susunan kata, pada dasarnya menimbulkan ambiguitas terhadap kepastian hukum itu sendiri. Ambiguitas itu berangkat dari pendekatan legalistik yang menekankan bunyi dalam surat dan dokumen tidak dapat dirubah-rubah, baik surat dan dokumen tersebut mengalami kekurangan atau kelebihan. Perubahan tersebut dapat bermuara pada perbedaan yang menyebabkan kerugian para pihak terkait.

Surat dan dokumen disini termasuk juga apa yang tertuang dalam Writing in Grant. Writing in Grant merupakan bentuk surat dan dokumen terkait dengan pemberian konsesi. Konsensi sendiri adalah ijin yang diterbitkan pemerintah untuk mengolah suatu wilayah tertentu secara legal, yang dalam prosesnya juga menggunakan kontrak-kontrak yang diatur khusus antara pemerintah dan pihak-pihak terkait.

Masih terkait dengan konsesi, keduanya biasanya diberikan oleh pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah. Namun, dalam Shrewsbury Case, Lord Coke mengerucutkan hal tersebut hanya pada urusan royalty atau keluarga kerajaan, dimana ketika masa terjadinya pemberian konsesi tersebut, sistem legalistik masih belum ditekankan, mengakibatkan banyak surat dan dokumen tentang konsesi tersebut mengalami kekosongan hukum.

Kekosongan hukumlah yang memicu asas ini dapat diberlakukan. Maka, dapat dikatakan dalam hal terjadi kekosongan hukum, seorang hakim seyogianya dapat melakukan interpretasi untuk menyelesaikan suatu perkara. Dalam kasus ini, interpretasi tersebut menghasilkan pemetaan yang menghasilkan objek sengketa dijadikan satu bagian besar dan utuh, terlepas objek sengketa itu terdiri dari tiga segmentasi tanah raja.

Pemetaan yang dimaksud tertuang dengan bunyi :

"and therefore if the K. grants tot ill' manner de D&C. If it is but one Manor in truth, then these abbreviate. Of tot' ill' maner' shall be taken in the singular number totum illud manerium : and if they are in truth 2 distinct manors, then these abbreviate shall be taken in the plur. Number. Tota illa maneria, or otherwise the grant will be void."

Ambiguitas yang dimaksud berangkat dari penyingkatan Tot ill manner yang dapat memiliki dua arti, yaitu totum illud manerium ( keseluruhan manor ) dan tota illa maneria ( semua manor tersebut ). 'Keseluruhan manor' merupakan segenap manor yang dimiliki, sementara 'semua manor tersebut' merupakan manor yang disangkakan diberikan, namun belum tentu seluruhnya.

Sebagai duduk perkara, manor yang dimaksud merujuk pada tanah raja sekaligus dengan lingkungan yang ada. Dikatakan bahwa telah terbit dokumen konsesi yang tidak menunjuk suatu daerah tertentu. Menyebabkan beberapa daerah tersebut tidak lagi dimiliki oleh sang raja, namun oleh pihak lain yang atas Good Grant menjadi pemilik kekuasaan terhadap daerah tersebut.

Good Grant sendiri merujuk pada daerah yang masih memiliki kepastian kewenangan raja di dalamnya. Dalam konteks Good Grant, sang raja memiliki kekuasaan, yang dapat dibuktikan dengan terjadi hubungan transaksional seperti pembayaran pajak dan lain sebagainya. Sementara dalam konsesi gelap yang terjadi, sang raja tidak memiliki kekuasaan apapun lagi.

Hal tersebut membuat sang raja tertipu. Kehilangan sang raja bukan hanya daerah, melainkan juga posisi pemerintahan sebagai raja di daerah-daerah tersebut. Posisi pemerintahan yang dimaksud setidaknya meliputi kekuasaan dalam estate, segenap hal yang menghasilkan pembayaran dan keuntungan.

Dari hal ini, dapat diketahui bahwa abbreviationum ille numerus et sensus accipiendus est, ut concession non sit inanis hanya dapat digunakan dalam keadaan yang sangat khusus, dimana pada diberlakukan hanya pada dokumen konsesi yang tidak jelas dan memiliki skala yang melibatkan pemerintah yang berdaulat, dalam hal ini raja.

Di Indonesia sendiri, konsensi termasuk dalam kajian hukum administrasi negara atau lebih dikenal dengan hukum tata pemerintahan. Definisi konsesi sendiri tertuang dalam pasal 1 ayat 20 UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi pemerintahan yang berbunyi :

"Konsesi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan dari kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan selain Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Demikianlah, abbreviationum ille numerus et sensus accipiendus est, ut concession non sit inanis merupakan asas pertimbangan hukum yang diterapkan khusus dalam hal konsensi. Karena prakteknya yang bersifat sangat khusus dan menyimpangi asas kepastian hukum, maka sangat mungkin asas ini tidak lagi diberlakukan dalam praktik hukum.

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Referensi :

Coke; Edward. The Report. Ninth Edition. The Earl of Shrewbury Case.

Black Law Dictionary Fourth Edition.

Undang-undang :

Undang-undang 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun