Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Seni

Ab Alio Expectes, Alteri Quod Feceris

19 Desember 2023   15:45 Diperbarui: 19 Desember 2023   15:56 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bahasa Indonesia kurang lebih berbunyi :

""tiada berlebihan," "pikiran yang serakah tidak puas dengan keuntungan apa pun," "Anda harus mengharapkan diperlakukan oleh orang lain seperti Anda sendiri telah memperlakukan mereka." Kita menerima semacam kejutan ketika kita mendengar pernyataan seperti itu; tidak seorang pun pernah berpikir untuk meragukannya atau bertanya "mengapa?" begitu kuatnya, sebenarnya, kebenaran belaka, tanpa didampingi oleh alasan, menarik perhatian kita."

"Jika rasa hormat mengendalikan jiwa dan menghambat kejahatan, mengapa nasihat tidak dapat melakukan hal yang sama? Juga, jika teguran membuat seseorang merasa malu, mengapa nasihat tidak memiliki kekuatan yang sama, meskipun hanya menggunakan ajaran yang sederhana? Nasihat yang membantu saran dengan alasan---yang menambahkan motif untuk melakukan suatu hal dan hadiah yang menanti bagi mereka yang melaksanakan dan mematuhi ajaran tersebut---lebih efektif dan mengakar lebih dalam di dalam hati."

Paragraf tersebut termasuk dalam bagian dari On the Value of Advice, dimana Seneca bergelut terhadap nilai daripada kebijaksanaan yang secara holistik menjadi bagian dari politik publik, namun tidak merasuk dalam hubungan manusia yang sederhana dan kecil, seperti keluarga. Gelut itu juga membawa tatanan pemikiran kebijaksanaan, sifat manusia secara individual, serta cara hukum yang pada jaman romawi kuno itu terjadi.

Adapun pernyataan ad alio expectes, alteri quod feceris menjadi bagian dari penalaran moral karena Seneca mempertanyakan manusia sebagai mahluk yang sama namun tidak setara. Dalam buku tersebut, tertuang bahwa telah terjadi kemajemukan status karena persepsi sosial itu sebagai konsekuensi dari payung filosofi hukum.

Filosofi, pada saat itu, tidak membedakan hukum (precepts) bagi pebisnis dan petani, royalty atau rakyat jelata, perlakuan terhadap perawan atau janda, orang kaya atau orang miskin, suami beristri kaya atau istri bersuami kaya, beda ibu dengan ibu tiri, dan sebagainya. Di mata filosofi saat itu, mereka semua sama, walaupun pada kenyataan terdapat perbedaan yang signifikan.

Dan karena itulah, beliau kemudian berpendapat bahwa nasihat, dalam bentuk hukum, harus diberikan sesuai konteksnya, selaras antara semangatnya dengan perbuatannya, dari bentuk norma hingga kenyataan yang dirasakan oleh masyarakat yang berbeda-beda pula. Dari hal ini, terlihat bahwa dialog antara hukum dan masyarakat dijembatani dengan keseimbangan yang tertuang pada asas.

ad alio expectes, alteri quod feceris atau "berharaplah diperlakukan orang lain seperti orang lain memperlakukan anda" kemudian menempatkan hukum pada caranya, harus dapat memperlakukan masyarakat seperti masyarakat memperlakukan hukum itu sendiri. Apabila cara hukum tidak sesuai dengan nilai dalam masyarakat, maka hukum itu kehilangan kebijaksanaannya. 

Sebaliknya, apabila masyarakat menciptakan lalu memberlakukan hukum dengan sekehendak mereka saja, maka hukum tidak lagi memiliki nyawa dan kebijaksanaannya, kecuali demi kepentingan belaka yang menempatkan hukum sebagai alat mencapai tujuan semata. Hal ini ditekankan karena buku yang sama menyatakan negara telah memberikan hak individual kepada masyarakat.

Pandangan Seneca tersebut tidak terlepas oleh teori hukum yang dikumandangkan oleh Epicurus. Dalam epistemologi Epicurus, hukum pada dasarnya merupakan tatanan untuk melindungi kepentingan setiap individu dengan tujuan terjaganya ketentraman batin. Maka, agar dapat berlaku, hukum tersebut mengatur nasib dan tindak perilaku secara individu.

Demikianlah, adagium ad alio expectes, alteri quod feceris merupakan asas umum, yang menekankan pada penalaran moral terhadap individu, kehidupan sosial, dan hukum. Asas ini digunakan untuk menemukan keseimbangan timbal balik antara aksi dan reaksi, juga besifat dinamis karena terkandung dalam spektrum teori hukum, sehingga keberlakuannya dapat disesuaikan dengan jaman sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun