Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A Principalioribus seu Dignioribus est Inchoandum

8 Desember 2023   14:40 Diperbarui: 8 Desember 2023   14:40 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali pada penggunaan a principalioribus seu dignioribus est inchoandum Lord Coke, dimana beliau menakar bahwa pemilik absolut menjadi subjek yang diprioritaskan dalam sengketa properti. Pertimbangan beliau memilih pemilik absolut berlandaskan pada kepemilikan properti sebagai barang yang diwariskan.

Pewarisan barang yang dimaksud tidak hanya berupa tanah dan bangunan, melainkan estate. Estate dalam konteks Common Law tidak merujuk pada apartement seperti yang umumnya beredar di Indonesia, tapi merujuk pada suatu komplek kerajaan beserta segenap apapun diatasnya maupun dibawahnya. Termasuk manusia, hasil panen, gelar dan pengaruh komunitas, dan lain sebagainya.

Kepemilikan properti sedemikian mewah tersebut biasanya jarang dimiliki oleh dua entitas dengan Fee-simple absolut. Bila ada dua entitas menyatakan hal tersebut, maka biasanya akan terjadi perseteruan sampai perang. Hal ini menyebabkan hanya ada satu pihak sebagai pemilik fee-simple absolut, dan pihak lain merupakan pihak pemilik fee-simple conditional, termasuk juga anggota keluarga sedarah-semenda dari empunya fee-simple absolut tersebut.

Saat empunya fee-simple absolut ini kemudian meninggal dunia, maka akan terjadi pewarisan. Pewarisan tersebut terbagi pada para pemilik fee-simple conditional dan biasa menimbulkan sengketa antara siapa penerus penyelenggaraan estate tersebut. Terutama ketika pemilik fee-simple absolut tersebut meninggal dunia tanpa wasiat.

Dan dalam keadaan tersebut, maka menurut Lord Coke subjek yang lebih pantas dipertimbangkan bibit, bebet, dan bobotnya bukan ahli waris dari darah, melainkan dibawa ke pengadilan. Hal tersebut karena fee-simple memiliki kualifikasi untuk ditahbiskan kepada calon pemilik, dan tidak menutup kemungkinan hal tersebut didapatkan oleh pemilik fee-simple conditional yang sudah memiliki kontribusi dalam naungan pemilik atau pihak yang sudah bekerja sama dengannya, namun bukan hubungan sedarah-semenda.

Maka, telah terang bahwa Lord Coke menggunakan asas a principalioribus seu dignioribus est inchoandum dan memilih pemilik absolut sebagai landasan mewariskan properti, tidak hanya berdasarkan hukum semata. Beliau juga mempertimbangkan hubungan-hubungan non-hukum yang terbentuk selama pemilik fee-simple absolut itu hidup. Sebab, apabila pertimbangan non-hukum sudah termasuk dalam pemikiran Lord Coke, beliau tidak akan menuliskan kasus seperti ini harus dibawa ke pengadilan untuk diselesaikan.

Faktor non-hukum merujuk pada bidang ilmu lain yang mempengaruhi penyelenggarakan atau pembentukan hukum itu sendiri. Bisa dari faktor ekonomi, politik, sosiologi, sejarah, komunikasi, agama, dan lain sebagainya. Namun yang pasti, penggunaan a principalioribus seu dignioribus est inchoandum menekankan pada segi kemanfaatan hukum.

Bila kemudian asas a principalioribus sue dignioribus est inchoandum atau "kelayakan suatu hal dimulai dari yang lebih penting" diterapkan pada sistem hukum Indonesia, maka penerapannya akan berdasarkan pada kebijaksanaan para pembentuk hukum positif serta kebijaksanaan hakim memutus perkara.

Para pembentuk hukum positif, umumnya Dewan Perwakilan Rakyat, akan selalu menggunakaan asas ini karena dalam membentuk undang-undang diperlukan dasar yang dapat mengakomodasi spektrum tertentu secara holistik. Hal tersebut dapat ditelisik dari setiap peraturan perundangan pasti memiliki pertimbangan yang tertuang dalam bagian 'menimbang.'

Dari kebijaksanaan hakim memutus perkara, asas a principalioribus sue dignioribus est inchoandum tidak terlihat dalam bagian pertimbangan secara tekstual, namun pada prinsipnya, pertimbangan hakim harus mengadung triquetra hukum, meliputi keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum. Contoh konkret dalam hal ini adalah pelaku pidana korupsi yang selalu mendapatkan hukuman yang sering dinilai tidak layak bagi koruptor oleh masyarakat.

Demikianlah, asas a principalioribus seu dignioribus est inchoandum merupakan asas preferensi untuk menentukan faktor non-hukum yang dapat mempengaruhi positivisme hukum. Dalam sejarah digunakan oleh Lord Coke untuk mempertimbangkan sengketa estate antara pemilik fee-simple absolut dan pemilik fee-simple conditional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun