Dalam pertimbangan rasional logis sebanyak kurang lebih 20 halaman, beliau kemudian memenangkan Ratcliffe dan mengatakan bahwa keputusan yang dilakukan yang diputuskan oleh hakim sebelum dirinya batal. Pergumulan panjang itu dikarenakan kasus Sheffield vs Ratcliffe merupakan kasus yang tidak biasa.
Yang jelas, dari kasus tersebut dapat diketahui bahwa asas a non posse ad non esse sequitur argumentum necessarie negative, licet non affirmative digunakan untuk membantu memberikan keabsahaan seseorang terhadap haknya yang mungkin karena waktu yang begitu lama, serta situasi dan kondisi yang terjadi, kehilangan legitimasi terhadap objek kepimilikannya.
Apabila demikian, maka asas ini dapat digunakan ketika seseorang melakukan penuntutan kembalinya hak-hak tertentu yang secara hukum dimilikinya, yang tidak lagi dinikmati secara nyata oleh orang itu, seakan hak tersebut sudah bukan lagi miliknya, melainkan dinikmati pihak lain yang dapat memanfaatkannya secara nyata.
Dari perspektif demikian, maka jelas asas a non posse ad non esse sequitur argumentum necessarie negative, licet non affirmative memiliki pemaknaan yang lebih luas daripada hanya digunakan dalam hukum property dan hukum waris. Sendi penggunaan asas ini terjadi ketika ada hal yang menegasikan keabsahan seseorang terhadap suatu subjek atau objek, yang secara terang seperti dimiliki pihak lain. Â Pemaknaan yang lebih luas ini kemudian dapat berlaku dalam bentuk hukum lain.
Dalam bentuk hukum lain, misalnya Misal secara pidana, dalam kasus bunuh diri. Pembunuhan itu mungkin tidak ada, berarti pembunuhan itu terjadi meskipun tidak tegas diperlihatkan. Siapa yang melakukan pembunuhan, apa dirinya sendiri atau orang lain, adalah pertimbangan terpisah sepenuhnya. Pola berfikir demikian menunjukkan suatu hal yang bertentangan antara satu dengan yang lain, dan menyebabkan kondisi paradoks dalam penalaran.
Nalar paradoks dalam asas a non posse ad non esse sequitur argumentum necessarie negative, licet non affirmative, sangat mungkin digunakan dalam menyelesaikan hal dengan kompleksitas tinggi. Pola berfikir paradoks berfungsi untuk memisahkan fakta apa yang dapat diterima atau tidak diterima. Kemudian juga berguna sebagai pembanding serta penyatuan sudut pandang yang bertentangan antara satu dengan yang lain, dengan tujuan menemukan keselarasan terhadap suatu perkara.
Demikianlah, Asas a non posse ad non esse sequitur argumentum necessarie negative, licet non affirmative merupakan asas preferensi khusus, yang digunakan untuk menentukan apa yang harus didahulukan. Digunakan dalam hukum property dan hukum waris dalam konteks sejarah. Dapat mengalami perluasan ke ranah hukum lain karena lebih menunjukkan penalaran, dan bersifat paradoks karena kontradiksi premisnya.
Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.
Referensi :
Hobart; Henry. The Reports. 501- 529.
Opini: