Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A Latere Ascendit Jus

19 November 2023   18:22 Diperbarui: 19 November 2023   18:28 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asas a latere ascendit jus memiliki terjemahan he went up from the right side, dan dalam bahasa Indonesia adalah "dia naik dari sisi yang benar. " Dalam Black Law Dictionary Fourth Edition, asas ini memiliki arti "the right ascends collaterally.", dalam bahasa Indonesia berbunyi : berhak secara kolateral.

Asas a latere ascendit jus ini pertama kali dijabarkan oleh Bracton Henry dalam buku De Legibus et Consuetudinibus Angliae.  Bracton Henry adalah ahli hukum inggris yang memperluas prinsip Hukum Roma Kuno dan Hukum Kanonik agar dapat diimplementasikan di Inggris. Hal ini dilakukan karena Inggris menganut sistem Common Law dan Roma Kuno serta Katolik Roma menggunakan sistem Civil Law. Karena di Eropa masyarakat lebih banyak menggunakan sistem Civil Law, maka ada kesadaran untuk mempersamakan serta memperbandingkan norma hukum yang berlaku itu, termasuk juga pada asasnya.

Merujuk pada Black Law Dictionary fourth edition, a latere digunakan dalam lingkup kepenerusan properti. Dalam sejarah, asas ini kemudian digunakan sebagai asas khusus dalam postulat quod condicio impedit descensum ad proprios heredes atau that a condition prevents the descent to one's own heirs atau perihal kondisi mencegah keturunan terhadap ahli waris.

strukur kata 'mencegah keturunan terhadap ahli waris' merupakan hal yang menarik, karena dengan demikian asas ini langsung membelah pada keturunan dan ahli waris yang memiliki signifikasi berbeda. Pada pangkalnya, ahli waris adalah subjek hukum yang memiliki ikatan langsung dengan raja/ratu/penguasa. Ahli waris tersebut umumnya dapat ditunjuk atau otomatis didapatkan oleh subjek hukum karena ada legitimasi hubungan sedarah ( anak kandung, bapak kandung, dsb. )

Sementara keturunan adalah subjek dalam satu ikatan kekeluargaan. Cakupan ikatan kekeluargaan jauh lebih luas daripada hubungan sedarah. Dalam terminologi hukum, ikatan kekeluargaan sering disamakan dengan hubungan semenda. Hubungan ini tidak selalu sedarah/kandung, namun pertalian karena perikatan atau hukum tertentu, termasuk anak angkat atau orang tua angkat.

Komponen 'mencengah' dalam kalimat merujuk pada objek hukum yang ada dalam perjanjian para pihak. Objek yang ada di dalam perjanjian tersebut meliputi, tidak terbatas pada, benda bergerak atau benda tidak bergerak. Secara sederhana, benda tersebut dapat berbentuk tanah, rumah, mungkin gerobak jualan atau baju, dan dalam hal yang lebih tersegmen, tahta kerajaan.

Dalam melihat keberlakuan asas a latere ascendit jus, De Legibus Bracton menyatakannya dalam bentuk kasus. Dua pihak melakukan perjanjian sewa tanah. Perjanjian dilakukan dua pihak. Pihak pertama adalah pemilik tanah sekaligus penguasa, yang kemudian disebut Kreditor dan pihak kedua adalah plebeian atau rakyat jelata, yang kemudian disebut Debitor. Isi kontrak tersebut berbunyi :

"kreditor memberikan tanah kepada debitor selama 10 tahun, dan setelah 1o tahun, tanah tersebut kembali pada debitor. Apabila dalam kurun waktu 10 tahun kreditor meninggal dunia, kreditor diwakilkan oleh keturunan kreditor, menyerahkan tanah tersebut untuk seumur hidup debitor atau dengan pembayaran."

Hal diatas menyatakan, bahwa keturunan kreditor telah kehilangan hak miliknya terhadap tanah tersebut, apabila dalam kurun 10 tahun kreditor mangkat. Hal ini memberikan penyimpangan terhadap hukum waris pada umumnya. Biasanya, ketika pemilik tanah mati, keturunan pemilik tanah otomatis memiliki legitimasi sekaligus legalitas sebagai ahli waris, terlepas berapa banyak keturunannya.

Namun karena perjanjian mengatakan ada penyerahan dari kreditor terhadap debitor ketika kreditor meninggal dunia, maka asas a latere ascendit jus, atau berhak secara kolateral terjadi. Hal ini tidak hanya berlaku pada tanah, melainkan juga berlaku dalam hal benda bergerak atau tidak bergerak, dalam bentuk Sewa Guna atau Sewa Beli.

Dalam konteks Indonesia, ketentuan Perjanjian Sewa Guna tertuang dalam pasal 1548 KUHPer yang berbunyi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun