apa itu Accessorium non Ducit, sed Sequitur, suum Pricipale?
Accessorium non Ducit, sed Sequitur, suum Pricipale Merupakan suatu asas hukum yang bermakna 'the accessories does not lead, but follow its principal' atau dalam bahasa Indonesia adalah 'peserta pembantu tidak memimpin, namun mengikuti peserta utama.'.
Secara umum, asas accessorium non ducit, sed sequitur suum principale merupakan asas hukum pidana yang digunakan untuk menentukan pertanggungjawaban seseorang dalam tindak pidana yang memiliki lebih dari satu orang pelaku dalam suatu rangkaian peristiwa. Penyertaan yang dimaksud merujuk pada perbuatan pelaku yang ikut melakukan dapat dimintakan tanggung jawab atau tidak. semisal, ada peristiwa pembakaran rumah yang dilakukan dua orang. satu orang menginisiasikan dan satu orang ikut melakukan. Asas ini kemudian digunakan untuk mempertimbangkan apakah orang yang ikut melakukan itu dapat dipidana atau tidak.
Seorang ahli pidana jaman Hindia Belanda bernama D.Simons, pernah membagi penyertaan pidana menjadi dua bentuk menggunakan asas ini. Dia berdalil bahwa pertama, penyertaan yang tidak dapat berdiri sendiri ( onzelfstandige), dan kedua adalah penyertaan yang dapat berdiri sendiri ( zelfstandige deelneming ). Yang kemudian pendapat tersebut banyak disanggah oleh para ahli hukum pidana lain yang menyatakan setiap pelaku pidana memiliki pertanggung jawabannya masing-masing. Hanya saja, karena fokus tulisan adalah memperdalam asas, maka keterangan tentang teori tersebut tidak lagi dilanjutkan.
Adapun dalam pendekatan Gramatikal, asas accessorium non ducit, sed sequitur suum principale dengan terang lahir pada jaman ketika Romawi berkuasa, mungkin pada jaman Kekaisaran Roma. Namun, sejauh saya mencari, tidak diketahui secara pasti kapan accessorium non ducit sed sequitur suum principale ini pertama kali dicetuskan sebagai suatu asas. Yang pasti, nilainya mengendap dalam sistem hukum yang kemudian diilhami sebagai landasan berfikir yang tetap digunakan sampai sekarang.
Mengingat lamanya asas ini bertahan, menimbulkan pertanyaan apakah asas ini dapat diperluas maknanya hingga keluar dari bingkai hukum pidana?
Setelah mencari artinya di beberapa kamus online ( oxford dictionaries, legal maxim, dll ) dan membacanya berkali kali, keberadaan 'accessorium non ducit, sed sequitur suum principale' ternyata memiliki padanan yang kemudian memberikan dua bunyi utama yaitu accessorium ( aksesoris ) dan principale ( benda utama ) yang saling berkesinambungan dan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan.
kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan itu dapat dibuktikan dengan analogi yang sederhana. Misal, mobil yang memiliki atau tidak memiliki ban, tetap dikategorikan sebagai mobil. Pun mobil tanpa ban tetaplah mobil, namun fungsinya tidak lagi sama seperti mobil pada umumnya. Dalam analogi ini, mobil adalah res principalis dan ban merupakan res accessoria. Dengan kata lain, accesoria memiliki peranan penting dalam melengkapi objek principal yang dilengkapinya. keduanya mungkin memiliki kelas yang berbeda namun tidak bisa dipisahkan. Apabila dipisahkan, maka salah satu objek asas tersebut akan kehilangan makna dan fungsi.
Berangkat dari hal dimana 'kesinambungan dua objek berbeda kelas yang tidak dapat dipisahkan', keberlakuan asas ini dapat mengalami pelebaran makna keluar dari hukum pidana, dan dikaitkan dengan segala bentuk hukum yang mengatur tentang peranan dan hubungan, yang memiliki tingkatan untuk diprioritaskan. Secara sederhana, beberapa asas yang kemudian dapat dikaitkan dengan accessorium non ducit, sed sequitur suum principale meliputi :
Hukum kontrak.
Dalam hal ini termasuk juga perjanjian atau persetujuan yang diatur dalam pasal 1313 KUHper, perikatan yang diatur dalam pasal 1223 KUHper, hingga terciptanya kontrak. Asas accesorium non ducit, sed sequitur suum principale kemudian dapat diperiksa dalam bunyi kesepakatan yang biasanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain karena perjanjian accessoir tersebut sangat mempengaruhi perjanjian pokok yang ada. Misal perjanjian hutang-piutang yang atas adanya perjanjian tersebut, para pihak berkepentingan kemudian juga membuat perjanjian jaminan dengan perjanjian primer sebagai induknya.
Hukum Properti.
Properti adalah setiap fisik atau tidak yang berwujud fisik yang dimiliki seseorang atau bersama dengan sekelompok atau milik badan hukum yang memiliki nilai tukar tertentu. Maka, hukum properti adalah seperangkat norma yang mengatur hubungan dan peranan kepemilikan objek bernilai tersebut.
Dalam hal ini, asas accesorium non ducit, sed sequitur suum principale dapat menjadi landasan berfikir untuk memisahkan mana barang primer dan mana barang tambahan, karena pada prinsipnya asas ini adalah konjungsi antara yang terutama dengan yang bersifat tambahan.
Misal, benda antik di museum. Benda bernilai tinggi yang ada dalam satu bangunan yang kemudian dinamakan 'museum' tersebut tidak serta dimiliki oleh pemilik bangunan tersebut, namun sangat mungkin masih dimiliki oleh orang lain yang menitipkan barang tersebut disana atas suatu kesepakatan.
Asas ini kemudian berperan dalam hal pemisahan hak kepemilikan barang antik dengan bangunan, dimana hak kepemilikan barang di dalamnya biasanya akan ditanggung oleh pemilik bangunan secara limitatif.
Hukum keluarga.
Hukum keluarga merupakan hukum yang mengatur tentang hubungan hukum para subjek hukum yang memiliki ikatan sedarah ataupun ikatan karena adanya perkawinan. Dalam konteks keindonesiaan, maka hukum ini diatur dalam buku 1 tentang orang dalam KUHPer, perkawinan, serta segala sesuatu yang masih beririsan dengan ikatan sedarah atau ikatan perkawinan, termasuk harta.
Kembali pada asas accesorium non ducit, sed sequitur suum principale yang memberikan aksentuasi terhadap objek tambahan yang sangat mempengaruhi objek pokok, maka keberlakuan asas ini dapat dilihat dari hubungan yang kemudian terbentuk hanya berdasarkan ikatan perkawinan atau ikatan yang ada karena hukum. Misal, dalam hal hak asuh anak, pertanggungjawaban yang timbul karena perceraian, dan lain sebagainya.
Demikianlah, asas accessorium non ducit, sed sequitur suum principale dapat mengalami perluasan dari implementasinya diluar dari hukum pidana. Hal ini karena fungsi dari asas ini adalah untuk mempertegas peranan para subjek hukum dalam hubungan hukum, serta mempertegas posisi objek hukum yang biasanya menjadi dasar terjadinya hubungan hukum.
Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, terlebih diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H