“Lita juga ke ATM, ambil duit….” Katanya.
Mataku membulat dan alisku menaik, “Lita punya ATM sendiri???”
Ia menjawab, “Sebenarnya punya papanya, ia hanya pinjam…kalau butuh uang, ia mengambil.”
Ayahnya berkomentar, “Bagaimana kalau ATM itu hilang? Baru saja kalian jelang ABeGe kok sudah pada punya ATM sendiri. Kerja juga belom.”
Aku diam. Teringat dia yang sama sekali tak pernah kami kasih uang. Paling sepuluh ribu rupiah. Kalaupun ada acara baru diberikan uang lebih dengan wejangan jangan boros, hanya untuk beli makanan. Hape harus selalu menyala dan tetapkan jam pulang ke rumah, jangan pulang seenaknya!
“Mom,…sama teman kita kan tidak boleh membedakan sikap!” Ujarnya bijak.
Kuusap rambut dikepalanya, “Tentu, sama teman harus berlaku sama dan adil. Tetapi kita harus menentukan sikap sendiri, bukan karena disuruh atau dipengaruhi teman. Kapan mau pulang, kapan mau kontek Mom, apa yang mau dibeli dan yang perlu dibeli. Jangan ngawur dan ikut - ikutan. Ini,..yang kamu belum mengerti!”
“Hmmm,…You were also teenage once..” cibirnya.
“Iya,…Mom pernah juga seperti kamu. Tapi Mom tidak tinggal di kota besar!” Sejujurnya aku sedikit terkejut, rasanya masa remajaku sendiri baru kemarin. Kenapa sekarang aku sudah jadi emak - emak reseh bin resah seperti ini? Akh,…masa remaja….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H