Suasana orientasi mahasiswa baru masih terasa di sekitar kita. Ada yang sudah selesai, ada yang masih menjalankan, bahkan ada yang belum memulai masa orientasi tersebut.
Sebenarnya apa itu masa orientasi? Mengapa setiap calon peserta didik yang naik ke satu tingkat berikutnya selalu berhadapan dengan hal ini?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, orientasi adalah peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yang tepat dan benar atau pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan. Tujuan umum diadakan masa orientasi ini sendiri adalah untuk menyambut kedatangan peserta didik baru, atau dalam kasus ini - mahasiswa. Tidak hanya itu, orientasi mahasiswa baru ini juga berguna untuk memperkenalkan calon mahasiswa tentang seluk beluk kampus, lingkungan kampus yang baru dan yang jadi ciri khas dunia perkuliahan sendiri yaitu organisasi-organisasinya.
Tidak mau terlalu bertele-tele, di sini saya akan membahas tentang 'orientasi' mahasiswa dan segala hal berkaitan yang sering kita dengar dari mahasiswa yang terlebih dahulu merasakan dunia perkuliahan. Tentunya apa yang diceritakan akan berbeda satu dengan yang lainnya, karena setiap universitas yang mereka masuki mempunyai cara tersendiri dalam 'menyambut' mahasiswa barunya.
Nah, yang mau dibahas di sini sebenarnya adalah 'perkenalan' kampus maupun fakultasnya itu sendiri. Banyak cara yang digunakan untuk melakukan perkenalan tersebut, dan yang biasa terlintas di pikiran calon mahasiswa yaitu "ospeknya kayak apa ya?", "kira-kira disuruh yang aneh-aneh gak ya?" dan masih banyak pertanyaan yang terlintas di pikiran setiap calon mahasiswa. Dan tentu saja, salah satu hal yang menyebabkan kegiatan orientasi tersebut berlangsung adalah dengan adanya kakak-kakak senior atau mahasiswa yang berada beberapa angkatan di atas kita para mahasiswa baru.
Senioritas itu apasih? Apa yang biasa terlintas di pikiran kita ketika mendengar kata 'senioritas'?
Buat calon mahasiswa baru pasti merasakan yang rasanya masuk ke lingkungan baru yang asing. Mungkin ada rasa enggan, was-was, sungkan dan canggung yang menghantui. Tapi dari semua itu mungkin yang pertama ditakuti adalah bagaimana sikap senior-senior terhadap kita nanti. Kebanyakan dari kita kadang merasa jengkel dengan sikap senior yang mungkin suka iseng, ngerjain, atau mungkin bullying. Kadang masa orientasi ini dijadikan para senior sebagai ajang untuk pamer kekuasaan di depan para juniornya.
Sebenarnya senioritas itu tidak hanya memiliki definisi yang negatif. Senioritas sendiri lebih ke arah hubungan interaksi antar kelompok yang memiliki jenjang umur serta pengalaman yang berbeda dalam lingkungan yang sama.
Senioritas ini diperkirakan sudah ada sejak jaman berburu dan meramu, atau sekitar 80.000 tahun yang lalu. Ketika manusia masih hidup dalam kelompok-kelompok kecil dan menggantungkan hidupnya pada alam. Manusia mengalami peningkatan kemampuan adaptasi yang luar biasa karena adanya transfer ilmu pengetahuan, keterampilan serta pengalaman dari generasi ke generasi. Bayangkan jika tidak ada transfer ilmu pengetahuan, ilmu seseorang hanya akan bertahan di satu orang dan tidak akan terjadi perkembangan maupun perubahan. Itulah awal mula dari konsep senioritas yang ada sekarang ini. Dengan perspektif ini, kita dapat melihat dengan jelas perbedaan definisi 'senioritas' yang lebih ideal, di mana senioritas itu tidak hanya dari sudut pandang negatif saja, tapi juga memiliki sisi positif untuk meneruskan rantai ilmu pengetahuan, keterampilan maupun pengalaman dari generasi sebelumnya.
Namun kebanyakan orang sering mengaitkan senioritas dengan kekerasan. Padahal, kekerasan adalah salah satu bentuk senioritas yang negatif. Jika masyarakat dengan pandangan seperti itu diminta untuk menyebutkan dampak positif dari senioritas, mungkin sebagian dari mereka tidak dapat menjawabnya.
Hal yang sebenarnya ingin disampaikan dibalik senioritas itu sebenarnya mereka ingin mendidik juniornya supaya mengetahui dan tidak melanggar peraturan yang dibuat, dan supaya merak dapat menghormati dan menghargai orang yang lebih tua. Tetapi seringkali cara penyampaian yang digunakan salah, mungkin sebagai contoh dengan cara kekerasan atau ancaman, sehingga junior merasa tertekan dan takut dengan ancaman dan mereka akan terpaksa tunduk dengan perintah yang diberikan seniornya.
"Iya nih bener banget, gua sebel banget sama senior. Ngasih tugasnya banyak banget, gua jadi kurang tidur cuma buat nyelesaiin tugas-tugasnya. Malah pake acara ngancem juga."