Nah, berikut kiat-kiat yang dapat diimplementasikan untuk mencapai perdamaian abadi:
- Jangan pernah membuat perjanjian setelah perang dengan syarat-syarat yang menimbulkan perang lagi di masa depan. Kalau ingin benar-benar damai, mbok ya setuju aja untuk berhenti berkonflik. Titik!
- Stop memperjualbelikan negara, dasar imperialis!
- Singkirkan tentara-tentara. Kalau semua negara tidak memiliki tentara, tentu kita tidak perlu melindungi diri dari apapun. Ya kan?
- Berhenti meminjam uang dari negara lain kalau anda ingin damai tercapai, huh.
- Hentikan keterlibatan militer dalam pemerintahan. Tidak usah tanya kenapa.
- Jika benar-benar harus berperang, maka berperanglah dengan hormat. Lakukan dengan benar!
Anda terkejut dan merasa hal-hal di atas tidak realistis? Bersyukurlah karena tandanya anda masih waras. Benar, gagasan yang konyol. Tapi, tidak sepenuhnya konyol kan?! Hehe. Bicara soal perdamaian abadi tak akan pernah komplet selagi belum menyinggung esai fenomenal yang diterbitkan tahun 1795 karya filsuf Jerman Immanuel Kant yakni Perpetual Peace.
Kant dalam Perpetual Peace setidaknya melontarkan beberapa gagasan yaitu orang-orang harus menemukan sebuah pemerintahan. Lalu, pemerintahan harus menjadi sebuah Republik. Dalam Republik, kekuatan membuat Undang-Undang dan mengelola hukum harus dipisahkan. Menjadi sulit untuk berperang karena orang-orang harus setuju terlebih dahulu dan harus ikut membayar biaya perang. Tidak hanya itu, negara-negara harus bersatu membentuk liga sebagaimana orang-orang bersatu membentuk pemerintahan. Kemudian, negara-negara tersebut pun harus mematuhi hukum tertentu. Negara bisa otonom sebagaimana manusia otonom terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu, membentuk pemerintahan dunia yang super raksasa adalah hal yang konyol.
Yang terakhir adalah filantropi. Kita wajib menghormati hak-hak orang lain. Yang dimaksud Kant disini bukanlah kegiatan beramal, namun sebatas penghormatan dasar atas martabat manusia. Semakin manusia saling memahami satu sama lain, maka Kant mengatakan akan semakin kecil kemungkinan untuk saling berperang. Pada akhirnya, perdamaian diantara bangsa-bangsa harus dimulai dengan perdamaian antar manusia. Inilah kemudian mengapa kami kurang setuju dengan pernyataan Freeman. Terlalu taktis sehingga cenderung melupakan pentingnya nilai-nilai lain dalam kehidupan manusia.
Percayalah dunia kita saat ini sedang membaik. Selama dua puluh tahun ke belakang, jumlah orang yang berada dalam kemiskinan ekstrim telah berkurang setengah banyaknya. Delapan puluh persen wanita yang tinggal di negara berpenghasilan rendah telah mampu menyelesaikan sekolah dasar. 87% populasi dunia telah memiliki akses listrik. Selama abad ke-19, angka kematian bayi sebelum mencapai lima tahun begitu besar yakni 44%. Hari ini, angka tersebut telah turun hingga 4%. Gagasan perdamaian abadi mungkin sudah berhasil membuat telinga dan kepala anda mendidih. Tidak apa-apa. Setidaknya kini kita menyadari pentingnya jalan berpikir yang berbeda, tidak melulu harus sama dengan orang lain. Perdamaian abadi bukannya tidak mungkin untuk dicapai, setidaknya setelah kita berhasil membuang rasa cemas dan ragu terhadapnya.
Referensi:
- Heywood, A. (2014). Politik edisi ke-4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Jackson, R., Sorensen, G., & Moller, J. (2019). Introduction to international relations: theories and approaches. Oxford University Press, USA.
- Maranges, T. Immanuel Kant's "Perpetual Peace:" A Summary. Retrieved from Philosophy Bro:Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H