Perdamaian abadi?
Mana ada...
Ada sih, tapi ntar tunggu mati dulu!
Iya kalo masuk surga hahaha.
Jangan gila, ah.
Percaya atau tidak (percaya saja oke?), sebagian besar makhluk berakal budi---entah yang merupakan keturunan Nabi Adam, yang telah berevolusi menjadi homo sapiens, atau keduanya, terserah---ketika diminta untuk sedikit merenungkan soal-soal perdamaian atau perdamaian abadi, mereka cenderung mengisyaratkan sikap pesimis dan malas berpikir. Ibarat lagi bertamu ke rumah sanak saudara nan jauh di kota yang berbeda, saat tiba makan malam bersama dan entah kenapa alur pembicaraan menjurus pada persoalan tentang mantan, mereka sekonyong-konyong mengalihkan pembicaraan karena merasa ogah betul dan tidak tertarik sama sekali. Bercanda sayang.
Perdamaian, perdamaian dunia, perdamaian abadi. Entah kenapa hal-hal ini menjadi topik yang tidak menarik dan kurang diminati. Seolah-olah topik ini tidak lebih dari proyek omong kosong belaka. Sementara di sisi lain, kita berlomba-lomba mendiskusikan, membicarakan, mengkaji perang-perang yang terlihat begitu seru dan menantang. Bahkan dalam ilmu hubungan internasional, terdapat strategi dan seni dalam berperang yang menjadi salah fokus kajiannya. Kerap kali kita mendengar ungkapan bahwa manusia itu pada dasarnya memang serakah, hanya mementingkan diri sendiri, animus dominandi, dan lain-lain. Selanjutnya, pendapat tersebut kita terima, setujui, dan pada akhirnya kita ridai. Bercanda sayang. Maafkan pendapat saya, tapi (lagi-lagi) entah kenapa kita justru terkesan "pasrah" saat label tersebut menempel di atas wajah kita. Mungkin inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa kita amat pesimis dengan konsep-konsep atau ide-ide ambisius untuk mencapai perdamaian abadi. Sejauh ini, dari apa yang saya perhatikan, kita hanya mampu menyatakan bahwa perdamaian tidak lain semata utopia belaka. Hanya angan. Hanya ada dalam lagu "Imagine"-nya sang legendaris, John Lennon.
If there's peace, you're preparing for war. And if there's war, you're preparing for peace. Demikian tutur Morgan Freeman. Keren sih, tapi kami memilih untuk tidak setuju. Nanti  akan dijelaskan kenapa. Meski hidup penuh perjuangan dan tidak pernah berhenti dilanda cobaan, setidaknya anda perlu bersyukur telah dilahirkan di zaman yang modern ini. Dimana begitu banyak kemajuan telah berhasil dicapai manusia yang semakin mengarah pada kebajikan.
Pasalnya, memang dunia terus bergerak menyisir jalan-jalan yang membawa kita pada hidup yang semakin enjoyable. Hidup yang semakin damai. Aneksasi wilayah? Eits, tidak semudah itu lagi, ferguso. Bahkan sejak awal abad ke-20 sudah banyak ahli yang sadar dan memperingati kok. Sebut saja Norman Angell, seorang idealis liberal, dalam bukunya The Great Illusion (1909) mengatakan bahwa di zaman modern penaklukan wilayah sangatlah mahal dan secara politis sangat merugikan sebab hal itu sangat mengganggu perdagangan internasional. Jadi boleh saja dibilang modernisasi dan interdependensi menimbulkan suatu proses perubahan dan kemajuan yang mengubah perang dan penggunaan kekuatan semakin diabaikan. Semakin diabaikan ya, bukan sirna.
Kecemasan berlebih soal pengembangbiakan nuklir oleh negara nakal dan dorongan-dorongan agar dapat pula menguasai nuklir yang diterima negara seperti Saudi Arabia dan Turki, hingga serangkaian ancaman bagi keamanan internasional lain memang tidak dapat disangkal eksistensinya. Namun, kami rasa terlalu berlebihan dalam menilai dan mengambil tindakan merupakan tindakan yang kurang pantas pula. Hal ini dikarenakan bila kita berhasil melihat dari sudut pandang lain, maka kita justru akan menemukan secercah harapan baru yang setidaknya lebih baik dibandingkan ujug-ujug memelihara perasaan cemas saja. Duh gangerti!
Di kebanyakan situasi, senjata-senjata nuklir malah sering kali tiada gunanya. Dengan pemikiran posistif, penguasaan senjata nuklir menurut sebagian kalangan cenderung mendorong kehati-hatian, bahkan kenegarawanan, berdasarkan pada rasa keamanan dan kebanggaan nasional yang mereka hasilkan, daripada adventurisme nuklir yang sering kita bayang-bayangkan. Misalnya nih, Waltz (2012) pernah menyatakan kalau penguasaan nuklir oleh Iran justru akan mendorong stabilitas di Timur Tengah karena Iran dan Israel akan saling mencegah satu sama lain, tanpa memunculkan tekanan pada negara-negara lain di kawasan tersebut untuk ikut-ikutan membangun kekuatan nuklir. Silahkan pilih perspektif yang ingin anda gunakan.