Mohon tunggu...
Josephine AnnabelOctavienne
Josephine AnnabelOctavienne Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa aktif universitas katolik parahyangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hentikan Penyebaran Hoaks

18 Januari 2023   10:16 Diperbarui: 18 Januari 2023   10:18 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital ini, informasi menyebar dengan sangat cepat baik itu melalui media sosial, televisi, radio dan sebagainya maka dari itu penting bagi kita untuk bisa membedakan antara fakta dan fiksi. Dengan maraknya berita palsu, hoaks, dan bentuk misinformasi lainnya, kita didorong untuk mengembangkan pola pikir kritis dalam mengevaluasi sumber untuk meminimalisasi penyebaran hoaks. Berpikir kritis pada dasarnya adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara rasional dan logis yang membantu kita berpikir secara realistis dalam memahami hubungan antara tujuan dan fakta. 

Perkembangan teknologi seperti sarana komunikasi sekarang ini semakin kompleks sehingga memungkinkan semua orang membuat serta menyebarkan sebuah berita. Setiap individu atau kelompok dapat dengan mudah membuat informasi dan kemudian menyebarkannya di media sosial. Akibatnya, hoaks semakin mudah menyebar. Informasi yang dipublikasikan melalui media digital biasanya dipilih karena kecepatan aksesnya lebih cepat dibandingkan media lainnya. Sayangnya, karena kecepatan akses informasi yang beredar seringkali dibiarkan tanpa proses pengecekan kebenaran yang jelas. Hal ini menyebabkan orang menjadi bingung membedakan yang mana berita nyata dan yang mana berita palsu. Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo menemukan 9.546 hoaks telah tersebar di berbagai platform media sosial di Internet dari tahun 2018 sampai 2022.[1] Hal ini sebaiknya cepat diatasi sebab hoaks dapat memicu perpecahan di masyarakat. Dalam esai ini, saya akan berpendapat siswa dengan kemampuan matematika baik cenderung mempunyai pola pikir kritis yang merupakan kunci untuk meminimalkan penyebaran hoaks.

 

Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan fundamental yang sangat penting karena dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menganalisis suatu masalah lalu mencari solusi dan memecahkan masalah tersebut. Dalam proses pembelajaran matematika, siswa dan siswi didorong untuk mengasah serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan mengerjakan soal dimana kita tidak hanya menghafal rumus namun kita harus bisa mengolah fakta-fakta yang kita sudah ketahui untuk menghasilkan sebuah kesimpulan yang baru. Pola pikir kritis juga akan meningkatkan kemampuan dalam memahami materi, keterlibatan aktif, mengambil keputusan yang tepat, terbuka menerima segala informasi serta mengidentifikasi kebenaran dari informasi tersebut. Sayangnya di Indonesia hanya 1 persen siswa memiliki kemampuan matematika tingkat tinggi menurut hasil PISA.[2]

 

Perbedaan cara berpikir atau mindset masyarakat sangat mempengaruhi penyebaran hoaks. Mindset dapat diartikan sebagai cara mengevaluasi dan menarik kesimpulan dari sudut pandang tertentu. Perbedaan pemikiran muncul dari perbedaan jumlah perspektif yang digunakan sebagai landasan atau dasar pemikiran. Masyarakat harus memiliki pola pikir yang luas untuk melihat sesuatu dari sudut yang berbeda sehingga dapat menerima berbagai perspektif yang berbeda. Melalui pemikiran kritis, ketika seseorang menerima informasi, mereka secara alami akan mempertanyakan kebenarannya. Orang dengan pola pikir kritis cenderung lebih selektif dalam memilah dan memilih informasi untuk menghindari penipuan.

 

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Salah satunya adalah dengan menyadari bahwa kita tidak selalu benar. Penting untuk tahu kalau setiap orang, termasuk diri kita sendiri, bisa melakukan kesalahan. Sering kali orang yang menolak mengakui kesalahan justru menghalangi mereka untuk berpikir kritis. Kita harus mengubah pola pikir seperti ini. Mengakui kesalahan bukan berarti kita lemah namun merupakan cara untuk bangkit dari keterpurukan dan menerima kemungkinan-kemungkinan baru untuk mencari solusi terbaik. Selain itu, kita juga harus menjadi pendengar yang lebih baik yang artinya kita harus lebih aktif mendengarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka diri untuk mendengarkan orang lain. Mendengarkan yang baik bukan hanya mendengarkan saja, namun juga mengerti dan memahami apa yang dibicarakan. Lebih dari itu, kita juga harus bisa mencari alasan yang logis dalam mengambil keputusan. Segala sesuatu yang terjadi pasti ada penyebab dan akibatnya. Manfaatkan pengalaman dan fakta yang kita ketahui dalam mengambil sebuah keputusan. Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik selalu mencari alasan atau sebab dari suatu masalah berdasarkan masalah yang logis sebelum membuat keputusan.

 

Dalam mempelajari matematika kita tidak hanya menghitung namun kita mempelajari proses berpikir yang harus dilalui untuk mendapatkan sebuah jawaban. Dalam proses ini kita dituntut untuk berpikir kritis agar dapat memahami materi yang dipelajari. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis masyarakat bukanlah hal yang bisa dilakukan oleh satu atau dua orang saja karena untuk mengasah cara berpikir diperlukan kemauan dari dalam diri mereka masing-masing dan proses akan memakan waktu yang tidak sedikit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun