Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Pro dan Kontra Legalisasi LGBT Indonesia

26 Februari 2016   12:02 Diperbarui: 4 April 2017   17:57 12941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa buktinya kalau kelainan LGBT bersifat genetis? Dari zaman Kerajaan,penjajahan, hingga awal abad 20, belum pernah ada tertulis di catatan-catatan/referensi sejarah, “Seorang raja tertarik secara seksual kepada panglima perangnya”.

Barulah di abad 20 media komunikasi dan informasi berkembang dengan sangat pesat tanpa selektivitas yang memadahi. Akibatnya kelainan seks yang oleh masyarakat tradisional dianggap tabu dan tidak patut diumbar-umbar, sekarang dapat secara detail disebarluaskan oleh media informasi dan komunikasi serta diakses oleh jutaan orang di berbagai belahan dunia. Dengan demikian, mulai terpikir suatu ide untuk meniru perilaku menyimpang tersebut karena mispersepsi; perilaku menyimpang dianggap sebagai trend yang harus diikuti. Contoh: Di Amerika Serikat banyak sekali pernikahan massal homoseksual diekspos oleh media massa.

Pro Legalisasi

Keadilan untuk Menikah

Menolak hak seseorang untuk menikah dengan orang yang dicintainya akan menyebabkan terjadinya diskriminasi. Jika diteruskan dalam waktu yang lama, maka akan timbul kesenjangan sosial yang baru.

Keturunan

Mempunyai anak bukanlah satu-satunya tujuan dari pernikahan. Jika memang hal tersebut adalah satu-satunya tujuan, maka pasangan yang mandul atau tidak ingin punya anak juga seharusnya tidak diperbolehkan untuk menikah. Di sisi lain, dengan tidak memiliki anak secara biologis, pasangan gay bisa mengadopsi anak-anak yang kurang beruntung. Hal ini juga akan menurunkan jumlah kepadatan populasi di Indonesia.

Kecerdasan Anak

Sebuah riset yang dilakukan oleh University of Melbourne pada tahun 2014 menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh pasangan gay memiliki prestasi sekitar 6% lebih tinggi daripada anak yang diasuh oleh pasangan heterosexual. Bahkan di Amerika, seorang jurnalis bernama Ezra Klein mengatakan bahwa "Kita seharusnya memohon pada pasangan gay untuk mengadopsi anak-anak."

Kesehatan Psikologis

Dengan melarang pernikahan sesama jenis, tingkat penyakit psikologis pun meningkat. Menurut penelitian oleh peneliti dari UCLA, San Francisco State University, dan the University of Massachusetts at Amherst, pasangan gay yang tidak diperbolehkan menikah akan cenderung mengalami stres yang lebih tinggi dibandingkan pasangan lain.

Agama

Institusi agama boleh menolak menikahkan pasangan gay jika mereka mau, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk mendikte hukum tentang pernikahan di masyarakat pada umumnya. Karena pada hakikatnya, negara Indonesia bukanlah negara Agama melainkan negara yang merdeka. Oleh sebab itu, kedaulatan tertinggi ada pada tangan rakyat.

Kontra Legalisasi

Demokrasi

Bebas ya bebas, asalkan jangan sampai manusia dibebasan untuk melakukan sesuatu yang jauh melampaui batas kemanusiaan; sesuatu yang menyalahi kodratnya sebagai manusia, seperti LGBT.

Lingkungan yang buruk untuk tumbuh kembang anak.

Seorang anak membutuhkan seorang ibu yang ‘dekat’ secara emosional, memahami dan tahu apa yang mereka butuhkan, termasuk nasihat yang baik. Seorang anak, terlebih anak gadis, membutuhkan seorang ayah untuk membimbing dan melindunginya dari aktivitas seksual dini serta kehamilan dini. Pasangan sesama jenis tidak mungkin dapat dengan sempurna menggantikan peran ayah dan ibu karena jenis kelamin yang sama cenderung memiliki naluri yang sama (sama-sama sebagai bapak atau ibu).

Tingkat kesetiaan pasangan GLBT sangat rendah

Para GLBT selalu mencari cara untuk mempertahankan kenikmatan seksual. Mereka akan merasa menderita bila hasrat seksual mereka tidak terpuaskan. Maka dari itu banyak dari mereka yang memiliki pasangan lebih dari satu dalam periode yang sama.

Tingkat kelanggengan pasangan GLBT sangt rendah

Karena ketidakpuasan seksual, mereka mengalami depresi dan memilih untuk melimpahkannya lewat kekerasan kepada pasangan. Tingkat kekerasan 44 kali lebih besar pada lesbian dan 300 kali lebih besar pada gay.

Menimbulkan berbagai penyakit

Hubungan seksual gay secara sodomi menularkan Human Papilovirus (HPV) yang dapat menyebabkan kanker anal. Hubungan seksual gay secara oral dan berganti-ganti pasangan dapat menyebabkan kanker mulut serta menularkan virus HIV yang seringkali berkembang menjadi AIDS. Menurut penelitian Cancer Support Community, wanita lesbian memiliki daya tahan lebih rendah terhadap virus, mikroorganisme, peradangan, dan sel kanker dibanding dengan wanita normal. Dengan demikian, wanita lesbian yang telah melakukan hubungan seksual lebih mudah tertular dan dapat mengalami peradangan selaput otak (meningitis) hingga kanker payudara.

 

Kenapa harus melalui legalisasi untuk para penderita kelainan LGBT mendapat persamaan hukum?

Legalisasi: proses membuat sesuatu menjadi legal/sah/resmi.

Tujuan kita seharusnya adalah untuk menjamin persamaan hak dan kedudukan bagi para LGBT tanpa melegalisasi hubungan &/ perkawinan sejenis. Pada intinya, tujuan penderita LGBT menuntut legalisasi adalah untuk mendapat persamaan di berbagai bidang kehidupan; untuk dianggap ‘setara’ dalam masyarakat. Bila tanpa diadakan legalisasi masyarakat dapat bertoleransi dengan penderita LGBT, saya yakin LGBT tidak lagi memerlukan legalisasi. Mengapa mayarakat tidak bisa menerima penderita LGBT layaknya warga negara secara adil dan sah? 

Sebagai perbandingan, masyarakat kini sudah dapat mentolerir warga negara Indonesia keturunan Cina yang notabene mengalami diskriminasi oleh pemerintah dan masyarakat Orba. Sekarang banyak warga negara keturunan Cina dapat mencalonkan diri sebagai pegawai pemerintah, beberapa atlet keturunan Cina memenangkan kejuaraan internasional seperti badminton, dan semakin banyak remaja keturunan Cina diterima di perguruan-perguruan tinggi negeri.

Masa untuk menghargai pilihan orang lain saja masyarakat Indonesia tidak mampu?

 

Oleh : Josephine Claretta   XIIG/11

          Rebecca Devanny   XIIG/20

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun