Adanya permohonan Justice Collaborator berarti seorang tersangka disangkakan atas suatu pasal pidana di KUHP dan/atau diluar KUHP dan dikaitkan (juncto) dengan Pasal Penyertaan atau adanya orang yang turut serta melakukan suatu tindak pidana (Pasal 55 KUHP) yang mana pelakunya tidak sendirian, tapi ada pelaku lain yang juga ikut berperan lebih besar.
Justice Collaborator adalah istilah yang diperoleh dari United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB Anti Korupsi tahun 2003 dalam Pasal 37, yang juga telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
Menurut Pasal 37 Konvensi PBB Anti Korupsi tahun 2003, justice collaborator adalah orang yang memberikan kerja sama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu tindak pidana. Pelaku yang bersedia menjadi justice collaborator nantinya akan berstatus sebagai saksi sekaligus pelaku (saksi pelaku).
Lilik Mulyadi, dalam buku Perlindungan Hukum Whisteblower dan Justice Collaborator, menyebutkan, justice collaborator merupakan seseorang yang juga berperan sebagai pelaku tindak pidana, atau secara meyakinkan merupakan bagian dari tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama atau kejahatan yang terorganisir dalam segala bentuknya, tetapi yang bersangkutan bersedia untuk bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk memberikan kesaksian mengenai berbagai bentuk tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan terorganisir maupun kejahatan serius.
JC itu merupakan seorang pelaku tindak pidana, tetapi bukan pelaku utama yang bersedia memberikan keterangan sebagai saksi dalam rangka membantu penyidik dan/atau penuntut umum untuk membongkar suatu tindak pidana.
Di Indonesia, dasar hukum Justice Collaborator telah diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut:
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011
Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK
LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.
Dalam UU No 31 Tahun 2014 disebutkan bahwa Justice Collaborator adalah Saksi Pelaku yang juga memiliki kontribusi besar untuk mengungkapkan tindak pidana tertentu.