PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN MANUSIA DARI MASA PRA-AKSARA
Kepercayaan yang dianut oleh umat manusia sangatlah bervariasi. Kepercayaan-kepercayaan tersebut telah berkembang sejak masa pra-aksara. Para peneliti memercayai bahwa kepercayaan telah berkembang sejak zaman mesolithikum dan terus berkembang hingga masa sekarang. Pada zaman paleolithikum, zaman sebelum zaman mesolithikum kepercayaan belum terlalu berkembang karena manusia sibuk berburu untuk bertahan hidup. Kepercayaan-kepercayaan yang awalnya dimiliki oleh manusia pada masa pra-aksara antara lain adalah kepercayaan roh nenek moyang, animisme, dinamisme, totemisme, hingga monoteisme yang umumnya ditemui di zaman ini. Di zaman ini, kepercayaan-kepercayaan diatur dalam undang-undang dan terkadang menyebabkan konflik. Kepercayaan yang dianut dan dosa yang dilakukan oleh manusia juga terpengaruh oleh apa yang terjadi pada masa pra-aksara.Â
Kepercayaan roh nenek moyang merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap makhluk memiliki jiwa atau roh dan roh tersebut dapat bertindak sesuai keinginannya. Â Hal ini yang membuat mereka menyembah dan memuja-muja jika ada pemimpin atau leluhur mereka yang sudah meninggal. Animisme merupakan kelanjutan dari kepercayaan roh nenek moyang. Animisme percaya atas keberadaan roh dan bahwa roh tersebut yang mengatur dan menyebabkan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Sementara itu, dinamisme merupakan kepercayaan yang memercayai bahwa benda-benda memiliki kekuatan gaib (Mutsani, 2019). Lalu ada juga kepercayaan totemisme yang memercayai keilahian dari makhluk-makhluk selain manusia seperti hewan dan tumbuhan. Kepercayaan-kepercayaan tersebut berkembang hingga monoteisme yaitu kepercayaan keberadaan suatu entitas yang memiliki kekuatan melebihi manusia dan yang menciptakan segala sesuatu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Kresnoadi, n.d.). Namun, kepercayaan yang paling berkembang pada masa pra-aksara adalah animisme dan juga dinamisme.
Pada zaman paleolitihkum yaitu zaman batu tua yang berlangsung sekitar 600.000 (enam ratus ribu) tahun yang lalu, kepercayaan mulai berkembang di beberapa tempat dan belum di beberapa tempat lainnya. Pada zaman paleolithikum, kepercayaan dan pemujaan bukanlah prioritas yang dimiliki para manusia karena, mereka lebih sibuk berburu untuk mencari makanan dan bertahan hidup. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil-hasil budaya zaman paleolithikum yang berupa kapak genggam, kapak perimbas, alat-alat dari tulang binatang, dan lainnya yang berfungsi untuk mencari makanan. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia pada zaman paleolithikum hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan.
Selanjutnya pada zaman mesolithikum, kepercayaan-kepercayaan lebih berkembang dibandingkan pada zaman paleolithikum. Kepercayaan pada masa pra-aksara dapat dilihat melalui beberapa hasil budaya dan peninggalan. Salah satu bentuk hasil budaya yang paling umum adalah lukisan di gua-gua. Contoh lukisan gua berbentuk cap tangan yang dipercayai merupakan satu bagian dari ritual keagamaan yang dianggap memiliki kekuatan magis. Bentuk dari cap tangan tersebut memiliki simbolisasinya masing-masing, contohnya cap jari tangan yang berwarna merah diperkirakan sebagai bentuk simbol kekuatan dan perlindungan, sedangkan cap tangan dengan jari yang tidak lengkap diperkirakan merupakan simbol untuk mengungkapkan kedukaan (Feby, 2020). Pada zaman ini, bisa dilihat bahwa belum ada peraturan yang mengatur kepercayaan manusia.
Pada zaman neolithikum atau zaman batu muda, kepercayaan yang dimiliki manusia tidak jauh berbeda dengan zaman mesolithikum, namun cara berpikir, ilmu pengetahuan, dan juga keterampilan manusia lebih berkembang dan memungkinkan mereka untuk mengolah batu-batuan dengan lebih baik. Manusia pada zaman ini sudah mulai untuk menetap dalam tempat tinggal yang permanen ataupun semi-permanen. Lalu, salah satu hal yang paling menonjol dari zaman ini adalah dimulainya aktivitas food producing atau memproduksi makanan (Yasmin, 2022). Bercocok tanam dan peternakan sederhana sudah mulai ada di zaman ini. Kepercayaan pada zaman ini adalah animisme dan dinamisme. Pada zaman ini belum ada peraturan yang mengharuskan masyarakatnya untuk memiliki kepercayaan. Masyarakat pada zaman ini mengirimkan dan membekali orang yang meninggal dengan benda-benda seperti perhiasan dan periuk. Hal ini dilakukan karena adanya kepercayaan bahwa orang yang meninggal akan memiliki kehidupan di alam lain sehingga mereka mengirimkan barang-barang keperluan agar perjalanan ke dunia arwah dapat terjamin dan aman. Ada juga penggunaan batu-batuan besar seperti dolmen dan menhir untuk mengadakan upacara kematian seseorang di zaman ini.
 Animisme, dinamisme dan totemisme terus berkembang hingga Zaman Megalithikum atau yang bisa disebut sebagai zaman batu besar (Litalia, 2022). Hal ini dapat dilihat dari hasil budaya pada zaman itu. Beberapa hasil budaya zaman megalithikum adalah menhir, monolit, dolmen, punden berundak-undak, trilit, sarkofagus, cist atau kubur batu, dll. Benda-benda hasil budaya tersebut biasanya digunakan dan dibentuk untuk pengadaan ritual-ritual, upacara adat, dan sebagai tempat pemakaman (Rosfenti, 2020, Halaman 10). Hal tersebut dikarenakan animisme yang berkembang pada zaman itu, yaitu kepercayaan bahwa terdapat roh-roh di sekitar manusia yang melindungi manusia (Ananda, 2022).
 Zaman perunggu atau juga disebut masa perundagian adalah bagian dari zaman logam (Maarif, n.d.). Pada zaman ini, manusia sudah mulai memiliki keahlian untuk mengolah logam khususnya perunggu. Kepercayaan yang berkembang pada masa ini salah satunya adalah animisme yang dapat dilihat dari hasil budaya seperti nekara dan moko yaitu semacam tambur dari perunggu yang diyakini digunakan sebagai alat untuk upacara untuk mendatangkan hujan maupun upacara kematian (Rosfenti, 2020, Halaman 15). Selain itu, pada zaman perunggu manusia sudah menetap, sudah mengenal sistem pembagian kerja dan status kekayaan.
Kepercayaan yang dianut oleh manusia berkembang hingga masa sekarang. Pada masa sekarang, kepercayaan lebih berkembang dan juga diatur dalam undang-undang. Di dunia ini ada banyak agama dan kepercayaan namun, di Indonesia, hanya ada 6 (enam) agama yang diakui yaitu, Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Kong Hu Cu. Agama-agama tersebut berlandaskan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat Indonesia memiliki kebebasan untuk memilih dan memeluk agama yang diyakini oleh pribadinya. Namun, masih ada beberapa masalah dalam mencapainya.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa yang berarti bahwa di Indonesia ini masyarakatnya harus beragama dan melandaskan hidupnya pada Tuhan. Adapun pada UUD 1945 Pasal 28E Ayat (1) menegaskan bahwa  "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali." (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, n.d.). Meskipun begitu, masih banyak permasalahan dalam kehidupan beragama. Contohnya, ketika ada seseorang yang terlahir dari keluarga dengan agama tertentu ingin pindah ke agama yang lain, biasanya anggota keluarga lainnya tidak akan menyetujui dan mendukungnya. Hal tersebut merupakan salah satu masalah yang masih harus diperbaiki untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan beragama.
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama." adalah bunyi dari Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, n.d.). Sangat disayangkan, masih ada pimpinan di negara ini yang tidak menjalankan tugasnya untuk memberikan kemerdekaan beragama pada penduduknya. Masih saja ada pemerintah yang melarang pembangunan rumah beribadah, padahal kemerdekaan dan kebebasan beragama merupakan salah satu hak asasi manusia yang bersifat dasar. Sebaliknya, pemerintah seharusnya memberikan jaminan yang konkrit dengan mewujudkannya secara nyata dengan membiarkan setiap umat agama untuk dapat beribadah di rumah ibadahnya masing-masing tanpa harus terhambat karena larangan pembangunan rumah ibadah tersebut.