Peradaban manusia telah melangkah jauh melampaui batas yang dahulu dianggap mustahil. Kemajuan pesat di berbagai aspek kehidupan merupakan buah dari pemikiran-pemikiran brilian para pendahulu. Hal ini bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan, mimpi yang dahulu dianggap aneh dan tak terbayangkan. Kemajuan ini tak berhenti di sini, pertanyaan tentang batas kemampuan manusia dan pencapaian di masa depan terus menghantui. Di sisi lain, keberadaan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis di era ini.
Metafisika, yang berarti logika di luar penalaran, hadir sebagai wadah bagi mimpi, mitos, dongeng, dan bahkan Tuhan. Dalam arti bebas, metafisika dapat diartikan sebagai pemikiran-pemikiran yang kita ciptakan tentang sesuatu di luar batas akal manusia dan logika berpikir. Metafisika ini bersumber dari imajinasi dan kreasi manusia.
Socrates, seorang filsuf Yunani Kuno, menantang keberadaan dewa-dewi dalam mitologi Yunani, menganggapnya sebagai manifestasi dari metafisika. Hal serupa juga terjadi dalam tradisi India dengan Krisna, Arjuna, dan Sri Rama dalam mitologi Hindu, serta kepercayaan Buddha di China. Kepercayaan-kepercayaan ini, meskipun terkesan non-rasional, pada dasarnya merupakan metafisika yang dikemas agar mudah dipahami dan diterima.
Sejak dahulu, manusia hidup dalam balutan mimpi dan hasrat, keduanya merupakan esensi metafisika. Dari masa Romawi Kuno, Yunani Kuno, hingga era Revolusi Industri 4.0, manusia mewujudkan mimpi mereka dengan kekuatan hasrat. Contohnya, manusia zaman dahulu yang melihat laut dan membayangkan bisa mengarunginya, sehingga tercipta kapal layar yang mampu menjelajahi samudera. Lautan memicu imajinasi manusia, dan imajinasi itu menjadi kenyataan. Awalnya, kapal hanyalah sebuah khayalan, sesuatu yang di luar batas indrawi, namun metafisika ini menjadi fondasi bagi terciptanya kapal.
Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman era Pencerahan, mendedikasikan dirinya untuk mendalami metafisika dan berusaha menjadikannya bagian dari ilmu pengetahuan. Kant berpendapat bahwa metafisika bukan sekadar pemikiran abstrak di luar indrawi, melainkan pengetahuan tentang hal-hal yang memungkinkan pengalaman indrawi. Dengan kata lain, Kant ingin menunjukkan bahwa metafisika bukan sekadar cabang filsafat yang tidak menghasilkan apa-apa, tetapi merupakan fondasi bagi terciptanya hal-hal yang dapat diwujudkan dan dipahami manusia melalui kognisi.
Di era modern ini, banyak inovasi bermunculan mengubah kehidupan manusia dari berbagai aspek, ekonomi, sosial, dan politik. Tatanan hidup saat ini bukanlah hasil kebetulan, melainkan buah dari harapan, impian, dan perjuangan para pendahulu. Kita, manusia di masa kini, adalah pewaris pemikiran, perjuangan, dan impian mereka.
Metafisika, dengan segala imajinasi dan pemikiran abstraknya, merupakan fondasi bagi kemajuan peradaban manusia. Mimpi dan hasrat manusia, dibalut dengan logika dan penalaran, melahirkan inovasi dan penemuan yang mengubah dunia. Kemajuan ini tak berhenti di sini, manusia akan terus menjelajahi batas-batas metafisika, membuka gerbang menuju mimpi-mimpi baru yang akan diwujudkan di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H