Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemerintah Pangkas Libur Akhir Tahun, Efektifkah Tekan Penularan Covid-19?

2 Desember 2020   10:54 Diperbarui: 3 Desember 2020   11:25 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, selasa (1/12/2020) lalu pemerintah menetapkan untuk pangkas libur akhir tahun 2020. Semula, pemerintah menetapkan libur panjang akhir tahun selama 11 hari mulai tanggal 24 desember 2020 hingga 3 januari 2021.

Sesuai dengan informasi yang beredar, pemerintah mengurangi libur akhir tahun 2020 sebanyak 3 hari yaitu tanggal 28, 29, dan 30 desember 2020. Menko PMK, Muhadjir Effendy menjelaskan hari libur yang dipangkas tersebut adalah jatah cuti bersama Idul Fitri 2020 yang semula dialihkan ke libur akhir tahun 2020.

Dengan demikian, jadwal libur akhir tahun 2020 akan menjadi dua kali long weekend yang disela hari kerja. Total 8 hari libur yang dijeda hari kerja 3 hari 28-30 Desember 2020.

Long weekend pertama dimulai pada hari kamis (24/12/2020) yang merupakan cuti bersama Hari Raya Natal. Cuti bersama ini diikuti Libur Nasional Hari Raya Natal yang jatuh pada hari jumat (25/12/2020) dan weekend sabtu (26/12/2020) dan minggu (27/12/2020).

Long weekend kedua dilanjutkan pada hari kamis (31/12/2020) yang merupakan pengganti cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 2020. Kemudian diikuti Libur Nasional dalam rangka Tahun Baru 2021 yang jatuh pada hari jumat (1/1/2021), serta weekend sabtu (2/1/2021) dan minggu (3/1/2021).

Keputusan Pemerintah yang memotong libur akhir tahun 2020 ini adalah upaya pemerintah untuk menghindari terjadinya lonjakan kasus baru penularan covid-19 di akhir tahun. Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sempat menyerukan agar pemerintah mengkaji ulang keputusan terkait libur panjang akhir tahun demi menghindari klaster libur akhir tahun.

Saran dan rekomendasi IDI terkait penghapusan libur akhir tahun ini berkaca dari libur panjang akhir oktober lalu yang menimbulkan lonjakan kasus baru positif covid-19. Menanggapi rekomendasi ini, akhirnya Pemerintah mengambil kebijakan melakukan pemangkasan jumlah hari libur seperti yang dituliskan di atas.

Menyoal pemangkasan libur akhir tahun yang ditetapkan Pemerintah, akan efektifkah kebijakan ini?

Tentu saja kita patut memberikan apresiasi jika Pemerintah tanggap dengan kegelisahan masyarakat yang diwakili oleh IDI. Bagaimana pun, kekuatiran IDI terkait klaster libur akhir tahun cukup masuk akal, dan tidak mengada-ada.

Kemungkinan besar, masyarakat memang telah merencanakan berlibur akhir tahun mengingat waktu 11 hari yang disediakan pemerintah sebelumnya bisa dibilang sangat panjang. Apalagi sudah hampir 1 tahun ini, terutama selama hampir 9 bulan sejak pandemi covid-19 terjadi, masyarakat banyak menahan diri untuk berlibur keluar kota karena kekuatiran tertular virus corona.

Meskipun akhirnya Pemerintah mengganti 11 hari libur panjang dengan 2 kali long weekend, tentu akan membuat masyarakat memikirkan ulang rencana berlibur di akhir tahun ini. Bisa jadi rencana yang semula akan berlibur jauh keluar kota atau bahkan keluar negeri, akan diganti dengan liburan kreatif keluarga di sekitar kota tempat tinggal saja.

Namun, perubahan rencana ini, bisa saja berdampak pada bisnis transportasi seperti pesawat udara. Tentu saja, para pelaku di bisnis transportasi pesawat berharap ada kenaikan jumlah penumpang mengingat selama pandemi covid-19 ini, jumlah penjualan tiket pesawat telah turun drastis.

Demikian pula untuk bisnis pariwisata. Sedikit banyak kemungkinan akan berdampak pada peluang pelaku bisnis pariwisata untuk meraup keuntungan dari momen libur panjang akhir tahun ini. Kemungkinan besar, tempat-tempat wisata hanya akan dikunjungi oleh wisatawan domestik.

Termasuk Pemerintah sendiri sebagai pengambil kebijakan, jangan hanya berpuas jika telah menerapkan aturan tetapi terkadang terkesan tidak konsisten dalam penerapannya. Pemerintah tidak boleh setengah hati bahkan sampai terang-terangan tebang pilih dalam menerapkan aturan, karena ini akan menjatuhkan wibawa pemerintah di mata masyarakat.

Jika diperlukan, PSBB diperketat lagi di akhir tahun ini untuk mendisiplinkan masyarakat. Namun, Pemerintah juga jangan jadi contoh buruk terkait penerapannya.

Bukan rahasia umum lagi jika akhir tahun banyak sekali program-program Pemerintah yang dilakukan. Jangan sampai dalih sulitnya pengembalian anggaran membuat Pemerintah enggan mengkaji ulang program yang telah ditetapkan sebelum pandemi covid-19 terjadi.

Harusnya Pemerintah baik Pusat maupun Pemerintah Daerah siap untuk mengembalikan anggaran yang telah masuk ke kas negara agar dipakai untuk penanggulangan covid-19 di berbagai sektor. Bukan memaksakan tetap dilaksanakan berbagai kegiatan yang terpusat dan mengumpulkan orang banyak seperti diklat dan workshop.

Bukan juga rahasia umum jika banyak ASN yang tetular virus corona pasca mengikuti rapat-rapat tatap muka dan pelatihan yang diadakan Pemerintah baik di Pusat maupun daerah. Jika ASN sebagai bagian pemerintah akhirnya turut tertular, bagaimana lagi masyarakat awam yang kadang memiliki keterbatasan informasi dan kemampuan dalam menjaga kesehatan?

Terlepas soal pembatasan jumlah hari libur yang ditetapkan Pemerintah, sebenarnya persoalan utama yang sangat dikuatirkan adalah soal kedisiplinan masyarakat kita. Dua kali long weekend, bisa saja tetap akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berlibur.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan berlibur, bukan kah waktu berlibur juga dibutuhkan untuk mengusir kepenatan dan potensi stres yang selama ini muncul akibat pandemi covid-19?

Masalah besar kita sekali lagi adalah soal kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Jangankan di tempat kerumunan seperti lokasi wisata, bepergian ke luar rumah untuk keperluan tertentu atau saat bekerja di kantor saja kita terkadang abai menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Alangkah baiknya jika momen libur akhir tahun ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memperkuat relasi internal di tengah keluarga. Apalagi situasi ekonomi negara kita sedang tidak menentu, jauh lebih bijaksana jika merencanakan liburan sehemat mungkin dan seminimalis mungkin serta menyiapkan dana saving memasuki tahun 2021 yang tak pernah dapat kita prediksi akan terjadi apa.

Kita harus sadar betul, bahwa virus corona ini masih ada dan terus mengancam kita. Mungkin sesekali kita perlu mendengar kisah keluarga-keluarga pejuang covid-19 agar membuat lebih mawas diri terhadap covid-19, jangan sekali-kali berpikir bahwa virus corona ini tidak berbahaya.

Akhir-akhir ini, saya menyesalkan karena makin banyak masyarakat yang seolah-olah tidak lagi peduli menggunakan masker. Beberapa orang bahkan terkesan menganggap enteng covid-19, toh hanya isolasi 14 hari akan pulih kembali.

Pemikiran-pemikiran demikian memang patut disayangkan. Pikiran demikian sangat merusak dan ini sebenarnya bentuk keegoan yang hanya mementingkan diri sendiri, tetapi acuh tak acuh terhadap orang lain.

Mungkin benar, bagi kita yang relatif tidak memiliki riwayat penyakit penyerta, infeksi virus corona yang masuk ke dalam tubuh tidak akan terlalu berdampak buruk. Tetapi bagaimana bila kita justru menularkannya pada orang lain dengan faktor rentan?

Karena ketidakpedulian kita, bisa saja kondisi kita yang tanpa gejala akan menularkan virus corona pada anak-anak balita dan lansia yang tentu saja sistem kekebalan tubuh mereka tidak sebaik kita. Termasuk orang sekitar kita yang mungkin tidak kita ketahui berpotensi mengalami infeksi berat karena memiliki penyakit penyerta.

Belum lagi jika mengingat rekan-rekan kita yang bekerja di Rumah Sakit khususnya tim medis yang menangani pasien covid-19. Kemungkinan besar mereka telah mengalami overload karena tak ada hentinya melayani pasien covid-19 yang terus silih berganti. Termasuk faktor resiko tertular yang sangat besar dhadapi.

Hingga hari ini (2/12/2020), worldometers merilis jumlah kasus positif covid-19 di seluruh dunia telah mencapai 64.188.950 kasus. Tidak kurang dari 1.486.609 jiwa telah melayang karena tertular virus corona.

Pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia khususnya pun makin mengkuatirkan. Tak kunjung usai, jumlah kasus baru seolah terus berfluktuasi bahkan mengalami lonjakan-lonjakan angka baru.

Hingga hari ini (2/12/2020) sesuai data worldometers, total kasus positif covid-19 yang dilaporkan telah mencapai 543.975 kasus. Angka kematian telah menyentuh jumlah 17.081, belum termasuk kasus-kasus yang tidak dilaporkan.

Tidak kurang dari 72 ribu pasien covid-19 saat ini sedang dirawat di seluruh Rumah Sakit yang tersebar di seluruh Indonesia juga yang isolasi mandiri di rumah. Mereka semua sedang berjuang, bersama tim medis yang merawat dan para keluarga, untuk dapat sembuh dan kembali sehat seperti sedia kala.

Jangan sampai kita makin membuat angka-angka ini terus bertambah dan makin menambah beban tim medis di Rumah Sakit. Mari terus menerapkan semua himbauan terkait penerapan protokol kesehatan covid-19, agar pandemi yang terjadi berangsur reda dan selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun