Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hadiah "Bintang Tujuh Bidadari" dari Observatorium Bosscha

12 Oktober 2020   23:46 Diperbarui: 13 Oktober 2020   00:38 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
e-card ucapan terima kasih dari Observatorium Bosscha ITB (Dokpri)

"Selamat malam, bapak/ibu peserta Pengamatan Virtual Malam Umum (PVLM) Seri 10.

Terima kasih atas kehadiran dan partisipasi Anda dalam agenda yang kami laksanakan pada 10 Oktober 2020 lalu. Kami harap agenda dan materi yang telah disiapkan dapat menambah rasa ingin tahu terhadap alam semesta kita. Sebagai apresiasi, kami melampirkan sebuah e-card ucapan terima kasih yang berlatar salah satu hasil pengamatan dari astronom kami, M. Yusuf."

Kalimat di atas adalah penggalan surat elektronik yang saya terima dari Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB). Dengan penasaran yang tinggi, saya pun segera membuka lampiran e-card yang dimaksud.

Ternyata e-card ucapan terimakasih itu berlatar foto bintang "tujuh bidadari" hasil pengamatan Muhammad Yusuf, Astronom Observatorium Bosscha yang pada PVLM Seri 10 hari itu menjadi nara sumber bersama Widya Sawitar, Planetarium dan Observatorium Jakarta. 

Foto benda-benda langit memang terlihat sangat menakjubkan. Juga foto bintang "tujuh bidadari" yang menjadi latar hadiah apresiasi e-card yang saya dapatkan dari webinar Pengamatan Virtual Langit Malam (PLVM) Observatorium Bosscha ITB.

Acara ini merupakan webinar seri kesepuluh dari rangkaian PVLM yang ditaja Observatorium Bosscha. Kegiatan malam itu bertajuk "Langit dalam Budaya Nusantara" yang disiarkan langsung melalui Zoom Meeting dan Live YouTube Bosscha Observatory.

Apresiasi e-card ini hanya diberikan bagi peserta Zoom yang telah mendaftar sebelumnya. Dalam setiap seri, pendaftar Zoom dibatasi maksimum 350 orang. Kalau kalah cepat mendaftar sebagai peserta Zoom masih bisa tetap mengikuti acara ini melalui Live YouTube tanpa mendaftar lebih dulu.

Seri PVLM telah dimulai pertama kali pada 8 Agustus 2020 dengan mengangkat tema beragam seputar langit. Pada sesi kesembilan sebelumnya, PVLM mengangkat tema materi gelap, menguak misteri kosmos. Sebelumnya lagi eksplorasi bulan.

Jika kondisi langit sedang sangat baik, Astronom Muhammmad Yusuf akan mengajak peserta webinar untuk mengamati langit malam secara virtual melalui teropong-teropong kebanggaan Observatorium Bosscha ITB. Meski secara virtual, kita seolah-olah turut mengamati pesona langit secara langsung melalui teleskop yang digunakan. Pengalaman yang sangat menarik.

Kembali ke soal bintang "tujuh bidadari" tadi. Dalam penjelasan lanjutan melalui email yang saya terima, bintang "tujuh bidadari" adalah nama lain dari Pleiades atau Lintang Kartika yang diambil dari 7 bintang terang dalam gugus bintang ini.

Gugus bintang ini beranggotakan sekitar 3.000 bintang yang terletak sekitar 444 tahun cahaya dari Bumi dan membentang selebar 13 tahun cahaya. Anggota-anggotanya bergerak bersama sebagai kelompok yang terikat gravitasi di ruang angkasa.

Mendengar informasi tentang bintang seperti kalimat di atas terkadang memang membuat kita terpana. Inilah yang membuat saya tidak mau ketinggalan mengikuti setiap seri PVLM ini karena selalu ada saja hal menarik tentang alam semesta yang disampaikan dan membuat saya terkagum-kagum.

Pleiades atau Lintang Kartika sebenarnya tidak termasuk ke dalam 88 rasi bintang yang disepakati oleh International Astronomical Union (IAU). Lintang Kartika lebih sering disebut sebagai asterisma, kumpulan bintang yang membentuk suatu pola tertentu.

Lintang Kartika berada di rasi Taurus. Kemunculannya di sebelah timur pada malam hari sering dikaitkan dengan pertanda akan masuknya musim penghujan di Indonesia.

Sesaat setelah malam datang, jika langit sedang cerah dan kita melihat ke arah barat, akan tampak serumpun bintang cukup redup pada ketinggian 15 derajat. Kumpulan bintang itu, dengan pengamatan teleskop kecil, akan terlihat seperti kumpulan permata biru yang cemerlang. Demikian penjelasan Widya Sawitar malam itu.

Sayangnya, saat webinar sedang berlangsung, kondisi langit di atas Observatorium Bosscha ITB tidak sedang dalam keadaan baik, sehingga malam itu Muhammad Yusuf tidak bisa mengajak peserta webinar mengamati secara langsung kondisi langit dengan teropong yang ada sebagaimana malam-malam biasanya.

Istilah bintang "tujuh bidadari" sejatinya mengacu pada Bintang Biduk atau rasi Ursa Mayor yang penggambarannya ada di relief Candi Borobudur.

Masyarakat Jawa menyebut bintang ini sebagai lintang kartika, dua kata yang memiliki makna sama, yaitu bintang. Penamaan itu menunjukkan pandangan istimewa orang Jawa terhadap gugus ini, yaitu menjadi "bintangnya bintang".

Tujuh bintang terang dalam gugus itu dianggap sebagai tujuh bidadari yang turun dari kahyangan untuk mandi di Bumi dalam legenda Jaka Tarub. Dalam Babad Tanah Jawi karya R Ng Yasadipura yang diterjemahkan Amir Rochkyatmo dkk (2004) disebutkan, satu bidadari yang akhirnya menjadi istri Jaka Tarub bernama Dewi Nawangwulan atau Dewi Ratna Juwita.

Kepada kompas.com, Widya pernah menceritakan bahwa lintang kartika juga menjadi ilham tari Bedhaya Ketawang. Bedhaya artinya tari, sedangkan ketawang berasal dari kata tawang yang berarti langit.

Tarian langit merupakan tari klasik dan sakral yang dibawakan oleh sembilan penari hanya pada saat upacara peringatan penobatan raja di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

KGPH Hadiwidjojo dalam Bedhaya Ketawang (1981) mengutip pendapat RT Warsadiningrat menyebut, tari ini semula bernama lenggotbawa yang diciptakan Bathara Guru pada tahun 167. 

Tari ini pada awalnya ditarikan tujuh bidadari yang diciptakan dari tujuh permata indah. Selanjutnya, Ratu Laut Selatan menambahkan dua penari lagi sehingga total menjadi sembilan orang. 

Tarian ini dipersembahkan sebagai perlambang curahan cinta Sang Ratu pada Sultan Agung, Raja Mataram yang menurunkan raja-raja di Keraton Surakarta dan Yogyakarta kini.

Syair lagu sinden yang mengiringi tarian tersebut secara jelas juga menggambarkan sang raja sebagai bintang. Selain itu, salah satu posisi penari Bedhaya Ketawang juga mirip susunan bintang dalam Pleiades meski tak persis sama.

Terlepas dari semua mitologi yang ada pada bintang "tujuh bidadari" ini, mengamati bintang dan benda-benda langit secara virtual bersama Observatorium Bosscha adalah pengalaman yang terlalu sayang untuk dilewatkan.

Pada masa pandemi covid-19 ini, Observatorium Bosscha tertutup untuk kunjungan umum. Agar rasa ingin tahu masyarakat terhadap alam semesta tetap terpenuhi, seri pengamatan virtual langit malam ini akan terus dibuka hingga beberapa seri ke depan.

Pada seri kesebelas, PVLM akan membahas tentang benda langit bernama asteroid. Jika tertarik untuk turut bersama menjelajah langit malam secara virtual dari teropong-teropong kebanggaan Observatorium Bosscha ITB, Yuk ikuti Pengamatan Virtual Langit Malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun