KGPH Hadiwidjojo dalam Bedhaya Ketawang (1981) mengutip pendapat RT Warsadiningrat menyebut, tari ini semula bernama lenggotbawa yang diciptakan Bathara Guru pada tahun 167.Â
Tari ini pada awalnya ditarikan tujuh bidadari yang diciptakan dari tujuh permata indah. Selanjutnya, Ratu Laut Selatan menambahkan dua penari lagi sehingga total menjadi sembilan orang.Â
Tarian ini dipersembahkan sebagai perlambang curahan cinta Sang Ratu pada Sultan Agung, Raja Mataram yang menurunkan raja-raja di Keraton Surakarta dan Yogyakarta kini.
Syair lagu sinden yang mengiringi tarian tersebut secara jelas juga menggambarkan sang raja sebagai bintang. Selain itu, salah satu posisi penari Bedhaya Ketawang juga mirip susunan bintang dalam Pleiades meski tak persis sama.
Terlepas dari semua mitologi yang ada pada bintang "tujuh bidadari" ini, mengamati bintang dan benda-benda langit secara virtual bersama Observatorium Bosscha adalah pengalaman yang terlalu sayang untuk dilewatkan.
Pada masa pandemi covid-19 ini, Observatorium Bosscha tertutup untuk kunjungan umum. Agar rasa ingin tahu masyarakat terhadap alam semesta tetap terpenuhi, seri pengamatan virtual langit malam ini akan terus dibuka hingga beberapa seri ke depan.
Pada seri kesebelas, PVLM akan membahas tentang benda langit bernama asteroid. Jika tertarik untuk turut bersama menjelajah langit malam secara virtual dari teropong-teropong kebanggaan Observatorium Bosscha ITB, Yuk ikuti Pengamatan Virtual Langit Malam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H