Harga saham sedang bergerak sangat fluktuatif. Tak ada yang dapat menerka secara pasti, ke arah mana pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Salah satu karakteristik pasar modal adalah sangat sensitif pada berita yang beredar. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali DKI Jakarta yang dimulai hari ini (14/09/2020) menjadi isu sensitif yang membuat harga bergejolak.
Pada hari kamis lalu (10/09/2020), saat Gubernur Anies Baswedan menyampaikan rencana pemberlakuan kembali PSBB di Jakarta, IHSG anjlok amat dalam hingga -5,01%.
Berita ini membuat para investor baik lokal maupun asing, ramai-ramai melepas sahamnya dengan melakukan penjualan karena kekuatiran anjloknya IHSG akan terus terjadi hingga beberapa hari.
Namun pada hari jumat (11/09/2020), ketika terdengar desas desus akan dilakukan kaji ulang soal PSBB kembali itu, IHSG menunjukkan tren positif dengan kenaikan 2,56%.
Seperti yang telah penulis ulas sebelumnya, anjloknya IHSG secara mengejutkan, menawarkan 'flash sale' harga saham. Jika cermat dan beruntung, pelaku pasar modal bisa dapat saham bagus dengan harga super diskon.
Hari ini (14/09/2020), di sesi pertama perdagangan, IHSG sementara ditutup dengan kenaikan 2,34%. Beberapa emiten saham yang disebut-sebut sebagai penggerek IHSG seperti BBRI dan BMRI, menunjukkan kenaikan signifikan di atas 4%.
Salah satu isu penting yang membuat IHSG masih bergairah hari ini adalah soal penerapan teknis PSBB pada sektor usaha. Ternyata PSBB tahap kedua ini tak ubahnya PSBB transisi periode 4 Juni -- 13 September 2020 lalu, sektor usaha diperbolehkan buka dengan maksimum 50% kapasitas dan mengikuti protokol kesehatan.
Demikian pula pasar dan pusat perbelanjaan, boleh dibuka seperti pada masa pra PSBB tahap II. Jika dicermati, situasi pembatasan pada sektor usaha dan perekonomian tidak ada ubahnya dengan hari-hari sebelumnya, sehingga masih memberikan sentimen positif bagi para pelaku pasar modal.
Namun tetap saja, pandemi Covid-19 yang masih belum terkendali dengan baik, akan menjadi kasalitator tingginya fluktuasi harga saham. Selagi vaksin virus corona belum diterapkan pada masyarakat luas, tetap saja akan sulit untuk memprediksi arah pergerakan harga saham.