Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Nafsu Birahi dan Kantor sebagai Tempat Kerja yang Erotis

5 September 2020   06:30 Diperbarui: 12 September 2020   22:14 4741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
relationshipswork.com

Dalam dunia kerja modern, adalah hal biasa jika karyawan laki-laki dan perempuan ditempatkan dalam satu ruang kantor yang sama. Mereka-mereka ini adalah orang-orang yang cerdas, berkepribadian yang mengagumkan dan selalu berpenampilan menarik.

Selama jam kerja, kira-kira 8 - 10 jam setiap hari selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Laki-laki dan perempuan dewasa ini saling membantu dan tidak jarang saling bertukar pikiran dalam pembicaraan-pembicaraan yang serius terkait pekerjaan.

Tak hanya saat bekerja di kantor, aktivitas-aktivitas makan siang bersama pun terkadang menjadi agenda rutin yang sengaja dilakukan. Berbeda saat interaksi di kantor, pembicaraan-pembicaan saat di tempat makan bisa sangat pribadi bahkan menjadi ajang curhat tentang hal-hal yang seharusnya tidak dibicarakan antara laki-laki dan perempuan yang bukan pasangan suami istri.

Apalagi jika ada kesempatan untuk melakukan perjalanan dinas ke luar kota bersama-sama. Tanpa disadari, intensitas dan momen kebersamaan yang terus terlangsung, perlahan memuncul rasa nyaman, dan saling mengagumi satu dengan yang lainnya.

Bagaimana pun, mereka ini adalah laki-laki dan perempuan yang dewasa secara utuh. Mereka adalah seorang profesional sekaligus seorang dewasa yang punya jenis kelamin, punya emosi dan tentu saja nafsu birahi sebagai seorang laki-laki atau perempuan.

Terangsang secara seksual pada dasarnya adalah normal dan sehat sebagai pribadi-pribadi yang dewasa. Namun membiarkan berbagai bentuk rangsangan itu berkembang hingga menjadi fantasi liar sesungguhnya merupakan bentuk awal perselingkuhan seksual di luar pernikahan.

Ketika ini mulai terjadi, lambat laun kantor sudah menjadi tempat kerja yang sangat erotis. Status sebagai suami atau istri di rumah bisa terlupakan tiba-tiba saat terlibat dalam interaksi-interaksi yang lebih banyak mengarah pada emosi, perasaan dan nafsu birahi ketimbang profesionalitas sebagai seorang karyawan.

Kisah perselingkuhan di dunia kerja bukan lagi menjadi cerita baru. Diawali dengan interaksi yang makin intens, lirikan mata yang penuh makna, tak sengaja saling bersentuhan, ketegangan seksual pun terjadi hingga akhirnya berani bermain api dan menjadi kisah asmara yang terlarang.

Bagaimana menghindari perselingkuhan di dunia kerja?

Meskipun laki-laki lah yang pertama berani mengumbar nafsu birahi kepada rekan kerjanya yang berlawan jenis, namun perempuan turut mengambil peran besar dalam memupuk dan menumbuhkannya.

Kita tahu bahwa kelemahan laki-laki adalah pada matanya. Namun tak jarang, perempuan sengaja berpenampilan minim nan seksi untuk menarik perhatian para lelaki.

Karena itu, perempuan harus lebih memperhatikan soal pakaian yang dikenakan saat bekerja di kantor. Lebih baik dan pantas untuk menggunakan pakaian yang tertutup dan sopan, merias diri dengan sederhana, untuk menghindari dari tatapan-tatapan liar para laki-laki.

Meski kelemahan laki-laki ada pada mata dan apa yang dilihatnya, bukan berarti laki-laki tidak punya kuasa atas indra penglihatannya itu. Ibarat burung yang bebas terbang, adalah mustahil untuk kita melarangnya melintas bahkan hingga menjatuhkan kotorannya di atas kepala kita. Namun, tentu saja kita dapat mengusirnya jika burung itu lebih jauh ingin bersarang di atas kepala.

Demikian juga soal munculnya pikiran-pikiran atau bahkan nafsu birahi yang datang tiba-tiba. Meskipun rangsangan selalu datang tak terduga, namun kita sangat bisa untuk mengusir dan tak membiarkannya bersemayam dan menguasai pikiran.

Berbeda dengan laki-laki, kelemahan perempuan ada pada perasaannya. Karena itu, perempuan harus bisa mengimbangi antara perasaan dan pikiran yang jernih. Jika kemungkinan hubungan yang terjadi berpotensi terlarang, karena salah satu atau bahkan keduanya telah menikah, maka perempuan harus bisa berpikir jernih dan berusaha menjauhkan diri dari keterikatan perasaan.

Dalam hal ini, seorang laki-laki juga harus bisa mengontrol dirinya dengan baik. Karena kelemahan perempuan adalah pada perasaan, maka jangan sesekali memberikan perhatian yang lebih pada rekan kerja yang berbeda jenis kelamin.

Tidak perlu memberikan pujian secara berlebih, jika harus berterimakasih, maka sampaikanlah dengan sewajarnya saja. Karena bisa saja dimulai dari hal-hal yang sedap didengar, perasaan wanita dapat bertumbuh hingga menjadi rasa kagum dan cinta.

Jika godaan yang ada sedemikian besar dan sulit untuk dielakkan, maka harus ada keberanian untuk melakukan tindakan yang radikal. Salah satu yang bisa dilakukan adalah berkata jujur pada pimpinan dan meminta mutasi pada bagian lain untuk menghindari intensitas pertemuan yang terjadi.

Jika hal ini masih sulit dilakukan, maka tindakan yang jauh lebih radikal perlu dipertimbangkan, misalnya pindah kerja. Jika memang niat terbesar adalah mempertahankan keutuhan pernikahan dan menghindari peluang terjadinya perselingkuhan, maka saya yakin, Tuhan akan menggantinya dengan memberikan tempat kerja yang jauh lebih baik.

Dan yang paling utama adalah komitmen pada tujuan awal menikah. Jika baik suami dan istri setiap hari terus bertumbuh dalam komitmen hidup bersama sebagai pasutri, maka sebesar apapun godaan yang datang, akan dapat diselesaikan dengan komunikasi yang sehat, asal keduanya saling jujur dan berniat untuk menjaga keutuhan pernikahan hingga akhir hayat.

Menyikapi fenomena yang terjadi belakangan ini, dimana ramainya istri-istri yang minta cerai, meski faktor perselingkuhan di dunia kerja bisa menjadi salah satu faktor pemicu yang terjadi, namun perceraian sesungguhnya tidak akan benar-benar terjadi jika keduanya masih berkomitmen ingin mempertahankan ikatan pernikahan itu dengan kuat.

Apalagi jika persoalan yang dimunculkan terkait kecilnya penghasilan suami. Bukankah janji pernikahan adalah sehidup semati di saat senang mau pun susah? Saya koq curiga jika ini hanya soal alasan yang dibuat-buat saja.

Jika persoalannya adalah karena rasa cinta di antara pasangan yang dirasa mulai memudar, sangat mungkin terjadi karena keduanya tidak terus memupuk rasa itu agar terus bertumbuh. Lebih-lebih jika salah satu mulai berani bermain api seperti cerita-cerita di atas, maka memang bukan tidak mungkin tumbuhnya rasa cinta pada hati yang lain.

Soal konflik di antara suami dan istri, pada dasarnya ini adalah hal yang lumrah dan wajar terjadi. Justru hal yang mustahil jika dalam kehidupan pernikahan, tidak pernah terjadi konflik antara suami dan istri.

Konflik antara suami dan istri terjadi karena pada dasarnya suami dan istri adalah dua orang dengan karakter berbeda yang berasal dari pola asuh keluarga asal yang berbeda pula. Segala perbedaan yang ada merupakan potensi terjadinya suatu konflik.

Namun, jika dilihat dari sudut kacamata yang lain, konflik dalam kehidupan pasutri adalah sesuatu yang sehat sebagai tanda dinamika yang terjadi. Bahkan tanpa cek cok sama sekali, sesungguhnya relasi di antara keduanya sedang tidak terjadi secara dalam.

Menurut saya, cek cok antara suami dan istri merupakan batu lompatan untuk mengenal dan memahami satu dengan yang lainnya lebih dalam lagi. Karena biasanya, sumber utama terjadinya konflik adalah karena salah satu atau keduanya tidak merasa dipahami dan dimengerti.

Karena itu perlu seni dalam mengelola cek cok yang terjadi agar tidak berlanjut dan menjadi masalah yang tak terselesaikan. Jika cek cok yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik, maka kualitas relasi yang terbangun akan makin dalam.

Namun, jika keduanya makin sulit untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi karena faktor komunikasi yang rusak, maka keduanya perlu bantuan seorang konselor pernikahan yang akan menolong keduanya untuk menemukan akar permasalahan yang terjadi dan solusi yang harus dilaksanakan bersama sebagai upaya penyelesaian masalah.

Carilah konselor yang profesional, bukan sebaliknya cerita pada orang lain yang bisa-bisa akan membuat permasalahan makin runyam. Bukannya akan membantu dalam penyelesaian masalah, justru akan memunculkan masalah baru.

Karena itu, adalah jauh lebih baik untuk mempertahankan pernikahan daripada memilih atau memutuskan untuk bercerai. Karena tidak ada jaminan, orang ketiga yang menyebabkan terjadinya perceraian adalah orang yang lebih baik dari pasangan kita saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun