Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Suka Duka Anak Tani Belajar di Masa Pandemi

22 Agustus 2020   14:40 Diperbarui: 23 Agustus 2020   23:31 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Belajar di Antara Pohon Sawit | Dokumentasi Pribadi

Namanya adalah Mutiara Kusuma Wardhani, ia adalah salah satu siswa kelas 12 di sekolah tempat saya mengajar. Orangtuanya yang adalah seorang petani, mengantarkannya untuk belajar seluk beluk pertanian di sekolah kami yang merupakan sekolah vokasi di bidang pertanian.

Ia tinggal di lokasi perkebunan milik PTPN V, tepatnya di Afdeling 8 kebun Sei Rokan Riau. Di masa pandemi covid-19 saat ini, masyarakat yang tinggal di sana tidak boleh bebas untuk keluar masuk lokasi perkebunan demi mencegah penularan virus corona.

Di lokasi kebun tempat tinggalnya belum tersedia jaringan listrik dari PLN. Untuk keperluan penerangan dan sebagainya, warga mengandalkan mesin diesel yang dinyalakan mulai pukul 6 sore hingga pukul 6 pagi keesokan harinya.

Lokasi perkebunan yang jauh masuk ke dalam menyebabkan jaringan telekomunikasi sangat bermasalah. Supaya tidak ketinggalan pelajaran selama pembelajaran jarak jauh (PJJ), ia harus pergi ke tempat yang lebih tinggi demi mendapatkan jaringan yang lumayan bagus.

Lokasi paling ideal yang dipilihnya adalah di bawah pohon-pohon sawit yang dapat menaunginya dari terik panas matahari. Dengan membentangkan selembar tikar di bawahnya, ia pun mengerjakan berbagai aktivitas pembelajaran dengan bermodalkan sebuah perangkat handphone sederhana miliknya.

Selama PJJ, ia mengaku tidak semua materi pelajaran dapat dikuasai dengan baik. Ia pun mengeluhkan soal tugas-tugas yang banyak di tengah ia harus kejar-kejaran untuk menemukan sinyal yang bagus.

Sebelum pergi ke lokasi belajarnya itu, ia harus membantu orangtua dengan bersih-bersih rumah lebih dulu. Pukul 7 pagi ia harus sudah berada di antara pohon-pohon sawit itu, karena PJJ dengan kelas maya di sekolah dimulai pukul 07.30.

Proses pembelajaran selesai pukul 14.00 siang. Ia pun harus membawa bekal dari rumah untuk dimakan di jam istirahat.

Selesai belajar, ia segera pulang untuk istirahat sebentar, sebelum membantu orangtua lagi. Dan sore hari, ia mengisi waktu dengan main voli, dan setelah shalat maghrib, terkadang ia masih harus mengerjakan tugas yang belum selesai di siang hari.

Ketika ditanya apa harapannya di masa PJJ saat ini, ia pun berharap bisa terus mendapatkan kuota gratis selama pembelajaran daring. Namun harapan terbesarnya saat ini adalah bisa kembali belajar secara tatap muka lagi di sekolah, terlebih karena ia sekarang sudah kelas XII.

Selama PJJ, rata-rata ia menghabiskan Rp 100 - 150 ribu per bulan untuk membeli kuota internet. Ia bersyukur, meski orangtuanya adalah seorang petani, tetapi sangat peduli dengan kebutuhan pendidikannya, terutama dengan memberikan uang untuk membeli kuota internet.

Cerita lain datang dari Elvira Pratiwi, anak seorang petani di Kampar, Riau. Ia juga siswa kelas 12 di sekolah tempat saya mengajar.

Setelah PJJ berlangsung kurang lebih 5 bulan ini, ia mulai merasakan jenuh dan bosan. Ia sering kali harus berjuang dari rasa ngantuk dan kesepian ketika harus belajar sendirian di kampungnya. Ia pun mengaku sangat merindukan suasana belajar di sekolah bersama teman-teman dan bapak ibu guru.

Elvira Pratiwi tinggal di kabupaten Kampar, kira-kira 2-3 jam dari lokasi sekolah di Pekanbaru. Selama ini, ia tinggal di kos-kosan di sekitar sekolah. Sesuai aturan sekolah, hanya siswa-siswi tahun pertama saja yang boleh tinggal di lingkungan asrama sekolah.

Setiap hari, ia selalu bangun subuh untuk lebih dulu menunaikan shalat subuh. Setelah itu, ia melakukan pekerjaan rumah dan dilanjutkan mandi dan sarapan pagi.

Kemudian, ia bersiap-siap mengaktifkan perangkat androidnya untuk melakukan absen di kelas maya (Google Classroom). Saat sudah masuk jam pelajaran, ia akan memperhatikan materi dan tugas-tugas yang disampaikan guru di kelas maya.

Ia akan memulai dengan segera untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Walaupun batas pengumpulan tugas masih lama, ia tetap akan menyelesaikannya secepat mungkin pekerjaannya agar tidak menumpuk terlalu banyak.

Setelah belajar selesai, ia biasanya pergi ke ladang untuk menggembalakan kerbau milik keluarganya. Setiap hari, ia belajar sambil menggembala kerbau di padang rumput hingga jam 5 sore baru kemudian pulang ke rumah.

Ia sangat berharap pemerintah memberikan bantuan pada siswa miskin agar tetap bisa belajar karena ia merasakan sulitnya membeli paket internet. Meskipun selama ini orangtuanya sangat mendukung dan menyemangati, namun kondisi ekonomi keluarga sedikit membatasinya untuk belajar secara optimal di era pandemi saat ini.

Lain lagi cerita dari Weni Hawani, juga siswa kelas 12 jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura. Ia tinggal di Dayun, salah satu kota kecil di kabupaten Siak Sri Indrapura, Riau.

Selama pandemi, ia sangat merasakan kesulitan karena harus bergantian dengan adiknya untuk menggunakan hp demi belajar online. Hal ini turut membuat ia merasa bosan, apa lagi ia merasa kurang memahami setiap materi pelajaran dan tugas yang diberikan guru.

Weni Hawani belajar sambil menjaga adik | Dokumentasi pribadi
Weni Hawani belajar sambil menjaga adik | Dokumentasi pribadi
Saat belajar di rumah, ia sambil menjaga adiknya yang masih balita. Juga membantu orangtua untuk menjaga warung milik keluarga. Selain harus mempelajari materi pelajarannya sendiri, ia pun harus membantu dan mengajari adiknya yang baru masuk SMP.

Seperti teman-temannya yang lain, ia pun merasakan bahwa orangtuanya sangat peduli dan selalu mengingatkannya akan tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan agar tidak menumpuk.

Saya adalah guru matematika mereka di sekolah. Selama ini, saya menyiapkan modul-modul dan tugas yang saya upload di kelas maya untuk diakses oleh peserta didik saya. Untuk membantu penguasaan materi, saya pun menyiapkan video tutorial yang saya upload di kanal YouTube yang saya buat.

Mempelajari matematika tentu sedikit berbeda dengan mempelajari mata pelajaran lainnya. Kondisi daring saat ini menambah keluhan peserta didik saya terkait bagaimana mereka harus mempelajari setiap bahan ajar dengan keterbatasan jaringan internet.

Meskipun sekolah tempat saya mengajar terletak di ibu kota Provinsi Riau, Pekanbaru, tetapi sebagian besar siswa kami berasal dari kabupaten yang tersebar di seluruh Provinsi Riau. Saya pun menyadari, kemungkinan besar siswa saya mengalami kesulitan untuk mengakses internet.

Sekolah tempat saya mengajar berjenjang SMK dengan konsentrasi pada jurusan pertanian terpadu. Sebagian besar siswa-siswi kami memang adalah anak tani, baik sebagai pekerja di perkebunan sawit, maupun petani atau peternak mandiri.

Minggu lalu, saya pun melakukan survei terkait keterbatasan jaringan internet di kampung tempat tinggal mereka. Termasuk soal kebutuhan akan kuota paket internet untuk pembelajaran daring.

Grafik hasil survei terkait jaringan internet | Dokumentasi pribadi
Grafik hasil survei terkait jaringan internet | Dokumentasi pribadi
Dari 58 siswa yang menjadi responden, terkait kualitas jaringan internet di rumah, hanya 10,3% mengaku dapat mengakses jaringan dengan kualitas baik. Setelah saya cek data tempat tinggalnya, mereka sebagian besar adalah yang berdomisili di kota Pekanbaru.

Sedangkan, 37,9 % mengaku jaringan internet di tempat tinggal mereka cukup baik. Artinya di saat tertentu jaringan baik, namun terkadang juga tidak stabil. Lebih dari setengah responden atau sekitar 51,7% mengaku jaringan di tempat mereka sangat buruk alias lemot.

Jaringan lemot ini terutama dialami oleh siswa siswi yang tinggal di lokasi perkebunan kelapa sawit, seperti kisah Mutiara yang saya ceritakan di awal tadi.

Grafik hasil survei terkait kebutuhan kuota internet | Dokumentasi pribadi
Grafik hasil survei terkait kebutuhan kuota internet | Dokumentasi pribadi
Terkait soal kebutuhan akan kuota internet, dari 58 responden, sebanyak 36,2% siswa menghabiskan Rp 50.000 hingga Rp100.000 untuk membeli paket internet dalam sebulan. Sebanyak 43,1% menghabiskan Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Sementara sebanyak 19% responden mengaku menghabiskan Rp 150.000 untuk kebutuhan internet per bulan.

Dari data ini, jika dirata-ratakan dalam sebulan, maka kebutuhan siswa saya untuk membeli paket internet berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000. 

Memang angka ini tidaklah terbilang besar. Namun jika dalam satu rumah ada 2 atau lebih anak yang harus belajar daring, maka ini akan menjadi pengali yang cukup besar.

Menyoal latar belakang keluarga siswa kami yang sebagaian besar adalah anak petani, maka angka ini bisa terbilang cukup besar bagi mereka. Maka sangatlah wajar seperti harapan yang disampaikan Mutiara soal subsidi pulsa yang diharapkannya.

Harus diakui bahwa kuota internet masih menjadi barang mahal bagi sebagaian masyarakat kita. Karenanya, inisiasi pemerintah yang tengah mengkaji untuk memberikan subsidi pulsa bagi para tenaga pengajar dan murid menjadi sangat rasional.

Jika pemerintah bisa memberikan bantuan Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per bulan kepada siswa, niscaya akan sangat menolong dalam optimalisasi pembelajaran daring, serta meringankan beban keluarga yang memang makin sulit sejak terjadinya pandemi covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun