Namanya adalah Mutiara Kusuma Wardhani, ia adalah salah satu siswa kelas 12 di sekolah tempat saya mengajar. Orangtuanya yang adalah seorang petani, mengantarkannya untuk belajar seluk beluk pertanian di sekolah kami yang merupakan sekolah vokasi di bidang pertanian.
Ia tinggal di lokasi perkebunan milik PTPN V, tepatnya di Afdeling 8 kebun Sei Rokan Riau. Di masa pandemi covid-19 saat ini, masyarakat yang tinggal di sana tidak boleh bebas untuk keluar masuk lokasi perkebunan demi mencegah penularan virus corona.
Di lokasi kebun tempat tinggalnya belum tersedia jaringan listrik dari PLN. Untuk keperluan penerangan dan sebagainya, warga mengandalkan mesin diesel yang dinyalakan mulai pukul 6 sore hingga pukul 6 pagi keesokan harinya.
Lokasi perkebunan yang jauh masuk ke dalam menyebabkan jaringan telekomunikasi sangat bermasalah. Supaya tidak ketinggalan pelajaran selama pembelajaran jarak jauh (PJJ), ia harus pergi ke tempat yang lebih tinggi demi mendapatkan jaringan yang lumayan bagus.
Lokasi paling ideal yang dipilihnya adalah di bawah pohon-pohon sawit yang dapat menaunginya dari terik panas matahari. Dengan membentangkan selembar tikar di bawahnya, ia pun mengerjakan berbagai aktivitas pembelajaran dengan bermodalkan sebuah perangkat handphone sederhana miliknya.
Selama PJJ, ia mengaku tidak semua materi pelajaran dapat dikuasai dengan baik. Ia pun mengeluhkan soal tugas-tugas yang banyak di tengah ia harus kejar-kejaran untuk menemukan sinyal yang bagus.
Sebelum pergi ke lokasi belajarnya itu, ia harus membantu orangtua dengan bersih-bersih rumah lebih dulu. Pukul 7 pagi ia harus sudah berada di antara pohon-pohon sawit itu, karena PJJ dengan kelas maya di sekolah dimulai pukul 07.30.
Proses pembelajaran selesai pukul 14.00 siang. Ia pun harus membawa bekal dari rumah untuk dimakan di jam istirahat.
Selesai belajar, ia segera pulang untuk istirahat sebentar, sebelum membantu orangtua lagi. Dan sore hari, ia mengisi waktu dengan main voli, dan setelah shalat maghrib, terkadang ia masih harus mengerjakan tugas yang belum selesai di siang hari.
Ketika ditanya apa harapannya di masa PJJ saat ini, ia pun berharap bisa terus mendapatkan kuota gratis selama pembelajaran daring. Namun harapan terbesarnya saat ini adalah bisa kembali belajar secara tatap muka lagi di sekolah, terlebih karena ia sekarang sudah kelas XII.
Selama PJJ, rata-rata ia menghabiskan Rp 100 - 150 ribu per bulan untuk membeli kuota internet. Ia bersyukur, meski orangtuanya adalah seorang petani, tetapi sangat peduli dengan kebutuhan pendidikannya, terutama dengan memberikan uang untuk membeli kuota internet.