Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mati Pelan-pelan di Tempat Kerja, Harus Bagaimana?

27 Juni 2020   22:32 Diperbarui: 27 Juni 2020   23:19 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama hampir satu tahun belakangan ini, saya merasakan "kebosanan" saat berada di tempat kerja. Jika boleh sedikit hiperbolik, apa yang saya rasakan adalah seperti merasakan "bosan setengah mati"atau "mati kaku kebosanan".

Saya merasa semua pekerjaan yang ada hanya sekedar rutinitas yang sifatnya berulang-ulang, refleks seperti saat kita menghirup nafas. Seorang teman yang juga memiliki masa kerja persis seperti saya juga merasakan hal yang sama, bahkan ia bertindak lebih berani untuk segera pindah ke tempat kerja yang baru dan menemukan kembali ritme baru disana.

Tahun ini saya baru saja melewati sepuluh tahun pertama bekerja di tempat sekarang. Entahkah hal ini menjadi faktor munculnya rasa bosan ini, tapi yang jelas saya hampir merasa tak bergairah dan tertantang saat ada di lingkungan kerja, sangat jauh seperti gairah yang dulu saya rasakan saat tahun-tahun pertama bekerja disini.

Namun, setelah coba berkontemplasi beberapa waktu, saya disadarkan ada faktor luar diri saya yang cukup memberi andil. Saya merasa ada faktor pemimpin dan situasi lingkungan kerja yang turut berperan disini. Pemimpin yang saya rasa gagal menghargai pegawai-pegawainya dan pembiaran terhadap konflik-konflik yang terjadi. Kedua hal ini saya rasa memberi sumbangsih pada munculnya kebosanan yang saya alami.

Bosan di tempat kerja adalah suatu perasaan seolah-olah hati kita telah direnggut keluar. Kita tidak lagi menemukan makna dalam bekerja. Emosi dan intelektual kita seolah sekarat dan tidak ada energi yang cukup untuk membangkitkannya. Yang tersisa adalah perasaan pasif dan kurangnya minat untuk melakukan apapun juga di tempat kerja.

Namun, saya tentu saja tidak boleh membiarkan rasa bosan ini terus menguasai dan merenggut hari-hari saya. Harus ada upaya yang saya lakukan jika tidak ingin seperti merasa "mati pelan-pelan di tempat kerja".

Bersyukur, pandemi covid-19 terjadi dan membuat saja justru banyak work from home. Suatu masa dimana justru saya seperti berada di oase dengan air yang menenangkan, setelah melewati gurun pasir yang gersang dan melelahkan.

Selama work from home, saya mencoba mengurangi rasa kebosanan yang muncul dengan banyak menulis artikel di kompasiana, menghabiskan banyak waktu di dapur dengan memasak, dan menikmati waktu-waktu dengan melakukan banyak hal bersama keluarga. Meskipun ini hanya bentuk pengalihan sementara, namun cukup memberikan jeda waktu yang baik untuk kembali memikirkan ulang tentang kebosanan yang saya rasakan.

Setelah mencoba merenung, akhirnya ada beberapa hal yang serius harus saya lakukan dalam mengatasi kebosanan ini. Berharap setelah tuntas dengan hal-hal ini, saya kembali disegarkan dan siap untuki memulai hari-hari baru yang penuh gairah di tempat kerja.

Pertama, saya harus kembali datang kepada Tuhan yang telah mengirim saya bekerja di tempat ini lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Yang saya butuhkan saat ini adalah berbalik dan berbicara kembali dari hati ke hati kepada Tuhan, tentang apa rencanaNya bagi saya.

Saya akan menggumulkan kembali, apakah Tuhan masih menginginkan saya disini atau beranjak ke tempat yang baru. Tentu saja saya tidak akan mendapatkan jawaban instan soal ini. Sambil bergumul dan terus menunggu, saya akan melakukan hal berikutnya.

Kedua, mendapatkan kembali sudut pandang yang benar tentang bekerja dan beristirahat. Bisa jadi, perasaan bosan yang saya alami adalah karena saya terlalu sibuk bekerja selama ini dan lupa untuk merayakan dan menikmati hidup.

Saya kembali diingatkan tentang pentingnya waktu beristirahat dan menghormati waktu-waktu dan kesempatan beribadah. Bisa saja dunia yang sangat cepat, membuat saya tidak punya waktu untuk "pause" dan memulihkan kekeringan tangki rohani saya untuk kembali diisi oleh Sang Pencipta. Saya harus belajar kembali menikmati "quality time" bersama Tuhan yang empunya hidup saya.

Ketiga, mengembangkan gaya hidup kontemplatif. Saya harus kembali belajar memaknai segala sesuatu yang sudah, sedang dan akan saya lakukan. Kembali memaknai setiap orang, benda-benda dan situasi-situasi yang ada baik secara estetika maupun makna spiritualnya.

Akhirnya saya menyadari bahwa saya tidak mungkin mendapatkan kembali gairah yang dulu selain memperolehnya dari Tuhan sendiri. Saya bisa saja merasakan bosan yang demikian hebat, namun saya tidak boleh gagal untuk menjadi diri sendiri, ciptaan yang sejatinya sangat berharga di hadapan penciptaNya.

Keempat, kembali merefleksikan apakah kebosanan yang tejadi akibat faktor internal atau eksternal. Bisa jadi, ternyata penyebab utamanya bukanlah faktor lingkungan seperti yang saya bicarakan di awal. Bukan tidak mungkin, tempramen atau karakter saya lah yang jadi penyebabnya.

Di akhir perenungan itu, saya pun disadarkan kembali, kapan terakhir saya "bermimpi"?

Kelima, saya perlu kembali membangun mimpi-mimpi saya. Saya akhirnya tersadar, saya terlalu banyak tertidur dan lupa untuk bermimpi. Dulu saat gairah terasa begitu besar, saya membangunnya di atas mimpi dan cita-cita. Namun kini, saya justru melupakan ini.

Saya harus punya mimpi baru setelah sepuluh tahun pertama masa kerja ini. Saya harus kembali bermimpi untuk sepuluh tahun mendatang, dan memacu roda-roda semangat saya agar kembali melaju dan bergairah untuk mencapainya di tempat kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun