Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Menanamkan Nilai Pancasila Sejak Anak Berusia Balita?

1 Juni 2020   19:00 Diperbarui: 3 November 2020   22:06 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jocelyn (Dok. Pribadi)

Hari ini (1/06/2020) bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Sejak tahun 2017, Pemerintah menetapkan peringatan hari lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni sebagai libur nasional. Semua kantor meliburkan pegawainya, menjadi kesempatan bagi seluruh keluarga berkumpul bersama dalam momen peringatan hari lahir Pancasila.

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia mencatat, pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan "Pancasila" sebagai gagasan dasar negara Indonesia merdeka. Konsep dan rumusan awal "Pancasila" ini disampaikan Soekarno sebagai pidato di sidang terbuka BPUPKI. Selanjutnya, BPUPKI membentuk panitia kecil untuk mematangkan rumusan awal Pancasila yang sekarang kita kenal sebagai dasar negara Indonesia.

Kini, setelah berselang  75 tahun, apa makna Pancasila bagi kita bangsa Indonesia? Apakah Pancasila sebagai ideologi negara telah menjadi pandangan yang melekat bagi kita saat ini? Atau jangan-jangan kita masih berkutat pada hal mendasar, persoalan tak hafal Pancasila. Bagi saya, bagaimana mungkin kita bisa menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup dalam bernegara, jika menghafal Pancasila pun tak tuntas dilakukan.

Di momen peringatan Hari Lahir Pancasila 2020 hari ini, saya tertarik untuk merenungkan kembali apakah saya dan keluarga, telah mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari? Terutama di saat sulit saat ini, saat bangsa kita diuji oleh wabah dan kesulitan ekonomi, harusnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat menolong kita untuk tetap bertahan menjadi bangsa yang besar.

Bagaimana peran saya sebagai orangtua mengenalkan dan memberikan pemahaman Pancasila kepada anak saya sejak balita? Tulisan ini berisi pengalaman saya dan istri dalam menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan anak kami.

Anak saya Jocelyn, tahun ini berusia 5 tahun. Sejak berusia 2 tahunan, saat ia mulai bisa berbicara dengan lancar, kami memperkenalkan kelima sila Pancasila kepadanya. Dan tak butuh waktu lama, Jocelyn kecil yang saat itu berusia menjelang 3 tahun, telah fasih melafalkan kelima Sila Pancasila dengan lantangnya.

Kini, saat usianya akan melewati masa balita, saya mencoba mengingat ulang, bagaimana kami sebagai orangtuanya telah memberikan pemaknaan kelima sila Pancasila itu, bukan sekedar menghafalkannya. Sebagai orang tua, kami berharap Jocelyn bisa menjadikan Pancasila sebagai nilai-nilai yang dipegang teguh saat berada di tengah masyarakat sekarang, dan kelak saat dewasa.

Sila Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa.

Sejak usia 2 tahun, kami mengenalkan berbagai agama yang ada di Indonesia. Sebenarnya bukan inisiatif kami pada awalnya melakukan ini, tetapi justru Jocelyn sendiri yang memulainya dengan bertanya.

Saya saat ingat jelas, waktu itu Jocelyn sering bermain dengan 2 orang temannya yang persis bersebelahan, kiri dan kanan rumah. Kedua temannya itu beragama Islam dan Budha, berbeda dengan Jocelyn yang tahu benar sejak kecil bahwa ia adalah seorang Kristen.

Saat hari kami beribadah pada hari minggu dan membawa Jocelyn ke gereja, ia bertanya mengapa kedua temannya tidak pernah terlihat di gereja. Saat itulah kami orangtua nya mengenalkan tentang perbedaan beragama.

Sejak saat itu, Jocelyn tahu bahwa ketika azan mesjid terdengar, ia selalu mengatakan bahwa waktu ini adalah waktu bagi orang-orang beragama Islam untuk beribadah. Ia juga mengerti mengapa bu Ida, seorang muslim yang membantu kami di rumah, selalu datang dengan mengenakan jilbab. Demikian juga saat kami melintas di jalan dan ia melihat sebuah vihara, Jocelyn langsung menunjuk ke arah vihara dan mengatakan itu sebagai tempat beribadah orang Budha.

Saya bersyukur, sejak balita, Jocelyn telah memiliki pemahaman yang baik tentang kebebasan memeluk agama bagi setiap orang. Bulan lalu, saat bulan Ramadhan, ketika memimpin doa bersama keluarga, saya sengaja menyampaikan pokok doa tentang pelaksanaan ibadah puasa bagi orang muslim. Waktu itu Jocelyn cukup heran karena kami tidak pernah berdoa seperti demikian sebelumnya.

Namun setelah hal itu terus kami lakukan hampir tiap hari, ia tampaknya mulai menyadari juga, bahwa meskipun umat islam berbeda keyakinan dengan kami yang kristen, tapi tidak menjadi halangan untuk kami mendoakan agar orang-orang yang berbeda juga dapat menjalankan ibadahnya dengan sebaik-baiknya.

Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Saat menanamkan penerapan sila ini pada Jocelyn yang masih balita, saya fokus pada butir mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antar sesama manusia. Saya ingin Jocelyn belajar menyayangi sesama manusia terlepas dari status sosial dan perbedaan keyakinan.

Saat merayakan ulang tahunnya yang pertama, kami membawa Jocelyn yang masih sangat kecil ke suatu komunitas anak jalanan yang dikelola oleh seorang teman. Bagi saya tidak ada istilah terlalu cepat untuk melakukan ini, karena semakin dia ia diperkenalkan dengan hal ini, ia akan makin cepat belajar bagaimana tidak membeda-bedakan orang, tetapi belajar menghargai dan menyayangi semua orang tanpa terkecuali.

Sejak saat itu, sesekali saat berpapasan dengan anak jalanan yang hampir seusianya di lampu merah, saya membiasakan Jocelyn sedikit berbagi rezeki kepada mereka. Entahkah dengan memberikan sedikit uang, atau membeli barang dagangan yang dijajakan anak-anak itu.

Hal itu mulai menjadi kebiasaan, saat berhenti di lampu merah, dan ia merasa ingin memberikan sedikit rezeki, ia biasanya meminta uang kepada saya, dan selanjutnya membuka jendela untuk mengeluarkan uang yang akan diberikannya.

Istri saya juga membiasakan soal memberi ini saat Jocelyn bermain dengan siapa saja. Jika ia punya makanan, Jocelyn selalu didorong untuk berbagi dan memberikannya dengan tangannya sendiri. Dengan melakukan ini, kami sebagai orangtua berharap Jocelyn akan terus tumbuh menjadi seorang anak yang suka memberi.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia.

Menanamkan nilai-nilai sila ketiga ini adalah hal yang paling sulit saya rasakan, mengingat Jocelyn yang masih balita harus memahami bingkai berbangsa dan bertanah air.

Namun, hal sederhana yang sudah kami lakukan saat usianya tiga tahunan, selain mengajarkannya menghafal Pancasila, kami juga memperkenalkan lagu Indonesia Raya. Juga tidak butuh waktu lama bagi Jocelyn melakukannya, seperti sikapnya yang lantang melafalkan Pancasila, ia juga selalu bersemangat menyanyikan lagu Indonesia Raya bait demi bait.

Saya juga memperkenalkan bendera Merah Putih sebagai bendera negara kepada Jocelyn. Setiap bulan Agustus, saya selalu memasang bendera merah putih di depan rumah dengan disaksikan oleh Jocelyn. Terlebih karena Jocelyn adalah anak yang lahir pada tanggal 17 Agustus, bertepatan dengan hari kemerdekaan RI, momen itu sering saya gunakan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman Jocelyn akan simbol dan lambang negara Indonesia sambil merayakan ulang tahunnya dengan nuansa merah putih.

Suatu ketika, saat kami mengajak Jocelyn berlibur ke suatu negara lain, ia pun melihat bendera berbeda dari negara yang sedang kami kunjungi itu. Namun, itu tidak lagi memberikan tanda tanya besar bagi Jocelyn, karena ia tahu benar bahwa saat itu kami sedang berada di luar negeri, dan tentu bendera yang dilihatnya berbeda dari bendera merah putih yang selama ini dikenalnya. Dengan bangganya ia berkata "Kalau bendera kita merah putih kan Pa!".

Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.

Sejak usianya masih kecil, kami selalu membiasakan berdiskusi dalam memutuskan segala sesuatu. Ini kami lakukan agar Jocelyn tidak merasa terpaksa mengikuti semua aturan yang kami buat sebagai orangtuanya.

Misalkan yang sederhana adalah saat hendak membeli mainan baru. Kami selalu berdiskusi dulu mainan apa yang ingin dimilikinya. Jika kami rasa mainan yang diinginkan Jocelyn tidak tepat, maka kami sebagai orangtuanya akan memberikan pengertian dan melibatkannya dalam diskusi kecil sehingga keputusan membeli mainan akan menjadi keputusan bersama.

Termasuk saat memilih sekolah untuk Jocelyn. Saya meminta istri saya untuk membawa Jocelyn ke beberapa sekolah agar ia melihat dan memilih sekolah yang menarik baginya. Tentu saja pilihan yang kami berikan sudah lebih dulu kami diskusikan dan merupakan pilihan-pilihan terbaik yang dapat dilakukan oleh Jocelyn.

Setiap pemilihan umum dan kami harus menuju ke TPS untuk menyalurkan hak suara, kami juga selalu membawa Jocelyn bersama. Di TPS, Jocelyn kecil akan menyampaikan bermacam-macam pertanyaan seputar apa yang dilihatnya di TPS dan mengapa kami harus ada disana. Saat itu menjadi kesempatan bagi saya memperkenalkan tentang Pemilu sebagai bentuk pemungutan suara dalam mengambil keputusan terbaik, entahkah memilih Presiden, Gubernur atau bahkan memilih ketua RT.

Saat tiba di rumah, kami juga melibatkan Jocelyn berdoa bersama agar proses Pemilu berlangsung dengan aman dan jujur agar dihasilkan keputusan yang terbaik bagi kepentingan bersama. Semua hal ini kami ajarkan kepada Jocelyn, agar ia belajar mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadinya.

Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Istri saya selalu mengajarkan Jocelyn untuk tidak mudah menyerah, tetapi semangat bekerja keras ketika mengerjakan sesuatu. Suka bekerja keras adalah salah satu butir pengamalan sila kelima Pancasila. Sikap ini perlu dimiliki anak sejak dini, sehingga kelak saat ia telah dewasa, ia menunjukkan sikap kerja keras saat bekerja di bidang apapun juga.

Selain itu, isteri saya selalu mengajarkan kepada Jocelyn agar tidak bersifat boros dalam menggunakan uang saat berbelanja. Selalu ada perjanjian antara Jocelyn dan ibunya saat akan pergi berbelanja, yaitu bahwa Jocelyn hanya boleh membeli 1 jajanan saja. Ini sudah dipahami Jocelyn sejak usianya masih 2 tahun, dan terus menjadi nilai yang dipegangnya hingga kini.

Saat melakukan bersih-bersih di rumah, kami juga melibatkan Jocelyn dan memberikan satu tanggung jawab untuk dilakukannya. Ini kami lakukan agar ia memaknai arti gorong royong sebagai budaya bangsa, melakukan sesuatu secara bersama-sama demi meringankan suatu pekerjaan.

Saat bermain, kami juga mengajarkan agar Jocelyn belajar menghargai hasil karya temannya saat melakukan aktivitas tertentu. Kami juga selalu mendorongnya untuk menawarkan bantuan jika saat bermain bersama, ada temannya yang membutuhkan pertolongan.

Inilah hal-hal sederhana yang kami lakukan di tengah keluarga, dalam rangka menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada anak kami yang masih balita. 

Saya percaya jika setiap keluarga dapat menjadikan Pancasila sebagai nilai-nilai yang dihidupi di keluarga, kesulitan apapun yang sedang kita alami sebagai suatu bangsa, termasuk saat-saat sulit di tengah pandemi sekarang, kita akan dapat melaluinya dengan baik.

Selamat memaknai Hari Lahir Pancasila 2020 bersama keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun