Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mendisiplinkan Anak dengan Cerita

26 Mei 2020   06:30 Diperbarui: 26 Mei 2020   11:22 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bercerita adalah hal yang sangat menyenangkan untuk dilakukan bersama keluarga. Banyak orang sangat menikmati saat-saat bercengkrama di teras depan rumah sambil menikmati secangkir kopi atau teh. 

Usai makan malam pun, banyak keluarga yang senang melanjutkan dengan bercerita tentang apa saja hingga terasa berat untuk beranjak dari meja makan.

Namun, kebiasaan bercerita bersama di tengah-tengah keluarga makin jarang dilakukan saat ini. Segudang kesibukan yang menyita waktu sepanjang hari, terkadang menyisakan sedikit energi sehingga banyak orangtua memilih beristirahat atau sekadar membaringkan diri di atas ranjang.

Sejak penerapan full day di sekolah, anak-anak pun pulang ke rumah dengan membawa rasa letih. Setali tiga uang dengan orangtuanya, anak-anak memilih me time bersama gawai miliknya.

Di era digital saat ini, gawai telah mengisi sebagian besar waktu anak. Berinteraksi di dunia maya melalui Whatsapp, Facebook atau Instagram, terasa jauh lebih menyenangkan ketimbang bercerita bersama orangtua. Ditambah lagi berbagai game online yang dapat dimainkan dari gawai, membuat anak kecanduan dan mengabaikan suasana rumah.

Apalagi di saat libur seperti sekarang, tak ada lagi tugas belajar dari sekolah, lebaran pun hanya di rumah saja tak ke mana-mana, melarang anak berinteraksi dengan gawai menjadi lebih sulit dilakukan. Karena tanpa melakukan apa-apa, akan menimbulkan kebosanan bagi anak.

Salah satu yang intens kami lakukan bersama anak saat ini adalah mendisiplinkan anak dengan cerita. Ceritanya bisa tentang apa saja, terkadang saya bercerita tentang si kancil atau Bona si belalai panjang, atau cerita apa saja yang dulu sering saya dengarkan saat saya masih kecil.

Meski sudah lebih banyak bumbu karena tak lagi teringat jelas alur cerita tentang si kancil ini, namun dengan sedikit improvisasi gerak dan mimik wajah, membuat anak saya yang berumur 5 tahun kelihatan sangat antusias mendengar cerita saya hingga akhir. 

Apalagi di tengah cerita, terkadang anak melakukan interupsi untuk sekadar memperjelas alur cerita, membuat saya makin liar mengembangkan imajinasi dalam bercerita.

Bersyukur saat jalan-jalan ke mall jauh sebelum pandemi terjadi, kami sering mampir ke bazar-bazar buku yang menjual buku dengan harga super miring. 

Kini, buku-buku itu sangat terasa manfaatnya. Jika kehabisan ide untuk bercerita tentang si kancil, atau cerita si buaya sudah tak lagi menarik perhatian anak, bercerita melalui buku-buku bergambar itu menjadi pilihan yang baik untuk dilakukan.

Suatu ketika, saat saya bercerita tentang si kancil yang suka mencuri mentimun, anak saya langsung penasaran akan sosok si kancil nakal ini. Dengan sigap ia mengambil gawai saya, dan meminta saya mencarikan gambar si kancil. 

Ternyata bagus juga ada gawai ini, pikir saya, dengan mengetik keyword "si kancil", mbah google langsung menampilkan gambar sketsa yang membuat saya tak jadi kesulitan mendeskripsikan sosok kancil yang belum familiar bagi anak saya itu.

Mengapa mendisiplikan anak dengan cerita menjadi pilihan yang saya dan istri lakukan untuk mengisi waktu anak saat ini? Selain mengalihkan perhatian anak pada gawai yang sesekali memang ingin dilakukannya, saya berpikir ada 3 manfaat mendisiplinkan anak dengan cerita.

Pertama, mendisiplikan anak dengan cerita dapat mengembangkan kecerdasan dan daya imajinasi anak.

Orangtua perlu menstimulus perkembangan otak anak sejak dini. Saat berusia 2-3 tahun, anak mulai bertanya apa, di mana, dan siapa terhadap yang dilihat dan didengarnya.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dari salah satu buku parenting yang pernah saya baca, makin terlatih anak mengemukakan pertanyaan-pertanyaan, maka otaknya akam makin berkembang dengan optimum. Interaksi yang terjadi saat proses cerita berlangsung, memungkinkan anak bersikap kritis dengan mengajukan berbagai pertanyaan.

Selain itu, mendengar cerita dapat mengembangkan daya imajinasi anak. Saat orangtua menceritakan satu cerita secara lisan, anak akan membayangkan cerita tersebut dalam pikirannya. Hal ini sangat baik, agar anak terlatih untuk berimajinasi.

Saat selesai bercerita, saya sering meminta anak untuk menceritakan kembali cerita yang baru saja didengarnya. Ini juga sangat baik dilakukan, agar anak terlatih untuk mengkomunikasikan sesuatu dengan baik.

Kedua, mendisiplikan anak dengan cerita dapat membentuk karakter anak.

Saat bercerita tentang si kancil, tentu saja sebagai orangtua, saya tidak berharap cerita berakhir hanya pada sosok si kancil itu. 

Cerita tentang si kancil hanyalah kemasan cerita, pesan moral dari cerita itu haruslah menjadi tujuan bercerita.

Dalam hal inilah sebagai orangtua, kita perlu berimprovisasi dan memodifikasi cerita, agar cerita tentang si kancil membawa anak pada pesan moral yang ingin kita sampaikan.

Saat menutup cerita, kita harus segera mengalihkan anak pada pesan utama dari cerita tersebut. Misalnya karakter apa yang perlu diladani anak dari tokoh-tokoh yang diceritakan. Atau sifat buruk apa yang harus harusnya tidak ditiru oleh anak.

Terkadang, cerita yang pernah didengar anak, bisa menjadi cara kita menegur dan menasehati anak. Saat anak sedang menunjukkan karakter yang tidak baik, kita bisa mengingatkan tentang salah satu tokoh dari satu cerita yang pernah anak dengar sebelumnya. Hal ini akan membuat anak dengan mudah menerima terguran yang sedang kita lakukan.

Ketiga, mendisiplikan anak dengan cerita dapat membangun kedekatan orangtua dan anak.

Saat bercerita, anak hanya berdua bersama ayah atau ibunya. Momen berdua ini adalah momen berharga dan membekas yang dirasakan anak. 

Menyadari bahwa ayah atau ibunya lebih memilih waktu berdua dan bercerita bersamanya ketimbang sibuk dengan gawai, akan membuat kesan yang mendalam bagi anak.

Apalagi kesan pada sosok seorang ayah yang selama ini seharian sibuk bekerja di kantor. Menyediakan waktu bercerita bersama anak dapat menimbulkan kedekatan emosional antara ayah dan anak.

Kedekatan ayah dan anak sangat penting dalam perkembangan dan pertumbuhan seorang anak. Anak yang mengalami kedekatan dengan kedua orangtuanya, tidak hanya pada ibu tetapi juga pada ayah, akan bertumbuh optimal secara fisik maupun mental.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun