Suatu ketika, saat saya bercerita tentang si kancil yang suka mencuri mentimun, anak saya langsung penasaran akan sosok si kancil nakal ini. Dengan sigap ia mengambil gawai saya, dan meminta saya mencarikan gambar si kancil.Â
Ternyata bagus juga ada gawai ini, pikir saya, dengan mengetik keyword "si kancil", mbah google langsung menampilkan gambar sketsa yang membuat saya tak jadi kesulitan mendeskripsikan sosok kancil yang belum familiar bagi anak saya itu.
Mengapa mendisiplikan anak dengan cerita menjadi pilihan yang saya dan istri lakukan untuk mengisi waktu anak saat ini? Selain mengalihkan perhatian anak pada gawai yang sesekali memang ingin dilakukannya, saya berpikir ada 3 manfaat mendisiplinkan anak dengan cerita.
Pertama, mendisiplikan anak dengan cerita dapat mengembangkan kecerdasan dan daya imajinasi anak.
Orangtua perlu menstimulus perkembangan otak anak sejak dini. Saat berusia 2-3 tahun, anak mulai bertanya apa, di mana, dan siapa terhadap yang dilihat dan didengarnya.
Selain itu, mendengar cerita dapat mengembangkan daya imajinasi anak. Saat orangtua menceritakan satu cerita secara lisan, anak akan membayangkan cerita tersebut dalam pikirannya. Hal ini sangat baik, agar anak terlatih untuk berimajinasi.
Saat selesai bercerita, saya sering meminta anak untuk menceritakan kembali cerita yang baru saja didengarnya. Ini juga sangat baik dilakukan, agar anak terlatih untuk mengkomunikasikan sesuatu dengan baik.
Kedua, mendisiplikan anak dengan cerita dapat membentuk karakter anak.
Saat bercerita tentang si kancil, tentu saja sebagai orangtua, saya tidak berharap cerita berakhir hanya pada sosok si kancil itu.Â
Cerita tentang si kancil hanyalah kemasan cerita, pesan moral dari cerita itu haruslah menjadi tujuan bercerita.