"Apa yang harusnya anda lakukan sebelum usia 40 tahun?". Pertanyaan ini kelihatannya tidaklah penting, tetapi cobalah berhenti sejenak dari melanjutkan membaca tulisan ini dan mencoba merenung.
Beberapa dari anda mungkin akan menjawab, "saya harus sudah punya pekerjaan tetap di usia 40 tahun, punya karir masa depan yang baik dan mencari berkecukupan secara finansial". Atau mungkin saja anda menjawab, "saya harus sudah punya tabungan yang cukup, punya rumah dan kendaraan pribadi". Tidak ada yang salah dengan ini, ketika mungkin yang lainnya tidak terlalu memikirkan soal materi, tetapi berpikir "saya harus sudah punya bisnis dan keahlian tertentu", atau "saya harus sudah solo traveling ke minimal 10 negara".
Sekali lagi saya sampaikan, tidak ada yang salah dengan yang anda pikirkan soal apa yang harusnya sudah anda lakukan menjelang usia kepala empat. Tetapi perlu anda ingat, apapun jawaban anda, itu tergantung bagaimana anda mengatur keuangan anda saat ini.
Bagi saya, uang adalah perkara kecil, karena uang tidak bisa menjamin anda tetap hidup di dunia dan mati masuk surga. Ada satu pepatah yang baik menggambarkan hal ini, "anda mungkin bisa membeli kasur empuk, tetapi tidak tidur yang nyaman". Meski demikian, saya berpikir bahwa tidak ada yang bisa memperlihatkan hubungan anda dengan sang pencipta dan sesama, seperti sikap anda terhadap uang.
Menurut saya, salah satu tanda seseorang memiliki kehidupan yang sehat adalah memiliki sikap yang benar terhadap uang. Banyak orang menganggap ini hal yang sepele, namun faktanya  tidak sedikit orang yang terjerat karena perangkap uang. Uang sering dipakai si ‘jahat’ untuk menjatuhkan banyak orang, karena itu, harusnya anda waspada dan berjaga-jaga soal ini.
Ada tiga sikap yang salah terhadap uang yang patut kita waspadai yaitu pelit, tamak dan malas. Seorang yang pelit akan berkata, "Uang saya adalah milik saya, saya bebas menyimpannya dan bebas menggunakannya untuk keperluan saya sendiri". Seorang yang tamak akan berkata, "Demi uang, saya akan melakukan apa saja, meskipun harus menghalalkan segala cara". Dan seorang pemalas berkata lain pula, "Uang itu pemberian Yang di Atas, saya tidak perlu harus banting tulang, toh rezeki akan datang dengan sendirinya".Â
Tetapi, saat pandemi covid-19 seperti saat ini, benarkah anda bisa bebas menggunakan uang anda sepuasnya? Bukan karena uang anda banyak, lalu jadi jaminan anda terbebas dari corona. Sebanyak apapun uang anda, corona bahkan bisa memaksa anda membatalkan rencana anda berpesiar ke luar negeri. Sekuat apapun anda berusaha untuk mengumpulkan uang, corona ternyata dapat memaksa anda untuk berdiam diri di rumah, atau bahkan memaksa anda untuk berhenti dari pekerjaan anda.
Lalu bagaimana seharusnya sikap kita terhadap uang? Saat keadaan ekonomi kian sulit karena pandemi covid-19, apakah berhemat adalah satu-satunya pilihan? Hati-hati, jangan karena ingin hemat, anda makin tidak cermat. Yang harus anda lakukan adalah mengubah gaya hidup terkait bagaimana mengatur keuangan. Berikut 5 tips hidup cerdas, agar keuangan tak kandas di tengah krisis pandemi covid-19.Â
Pertama, anda harus belajar untuk puas dengan apa yang anda miliki. Setiap anda harus belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Ada saatnya anda belajar dari kekurangan, lain waktu anda perlu belajar pula untuk banyak memberi saat dalam kelimpahan. Terkadang anda harus belajar sedikit menahan lapar, di waktu yang lain anda belajar menahan diri dari membuat kenyang berlebihan. Jika anda berdamai dengan hal-hal ini, anda akan tahu artinya puas dengan uang.
Kedua, belajarlah membeli sesuatu karena kebutuhan, bukan karena keinginan. Anda perlu mengevaluasi apa yang biasanya anda beli. Saat work from home seperti saat ini, dan semuanya terlihat mudah untuk dilakukan dari rumah, terkadang berselancar di 'lapak online' membuat anda ‘lapar mata’. Promo "flash sale" dan "gratis ongkir" begitu menggoda, yang tak penting pun rasanya sayang dilewatkan. Anda perlu bertanya, apakah yang anda beli berguna saat ini? Apakah yang anda ingin beli itu berguna juga untuk kesehatan fisik dan batin anda? Jika tak ada gunanya, belajarlah mengendalikan keinginan anda. Hati-hati juga dengan panic buying, karena kuatir tidak cukup dengan persediaan di rumah, anda jadi terbiasa menimbun segala sesuatu.
Ketiga, anda perlu mengevaluasi apakah hidup anda di bawah standar atau di atas standar. Bagaimana gaya hidup yang anda terapkan, apakah gaya hidup 'cukup’ atau “boros'? Jangan sampai "besar pasak dari pada tiang", akhirnya berutang pun jadi kebiasaan. Hitunglah dengan baik berapa penghasilan anda dalam sebulan, dan belajarlah menetapkan alokasi pengeluaran di bawah income tersebut.
Keempat, lakukan perencanaan keuangan dengan baik. Membuat perencanaan keuangan bukan berarti anda menjadi pelit atau kikir. Jika anda tidak punya perencanaan keuangan yang baik, maka uang akan menjadi tuan yang jahat, yang akan mengatur anda melakukan ini dan itu. Dengan perencanaan keuangan yang baik, akan menolong anda menjadi bijak dalam mengelola uang, dan melindungi anda dari budaya materialis dan hedonis.
Membuat perencanaan keuangan berarti mengatur porsi pengeluaran menurut proporsi yang seharusnya. Adalah tidak tepat jika alokasi pengeluaran untuk beli baju baru, jauh lebih besar ketimbang untuk beli makanan yang bergizi. Atau, budget untuk beli kuota internet jauh lebih banyak dari alokasi uang yang ditabung. Segala sesuatu perlu dibuat porsinya, misalnya, 5% dari penghasilan sebulan, harus disisihkan untuk investasi kesehatan seperti untuk olahraga dan rekreasi. Atau anda dapat juga menetapkan jika 30% dari gaji harus disisihkan untuk ditabung.
Kelima, sisihkan uang anda untuk dana amal dan sosial. Sisihkan, bukan memberi uang sisa-sisa. Anda perlu membiasakan 'memberi' bukan karena ada dana berlebih atau dana sisa untuk diberikan. Anda harus 'memberi' supaya ada keseimbangan hidup antara anda dan orang lain. Terutama di masa pandemi covid-19 saat ini, adalah kesempatan bagi anda dan saya untuk justru banyak 'memberi'. Berfokus dengan kesulitan diri, justru akan semakin menyulitkan hidup. Inilah saatnya kita saling peduli dengan saling belajar untuk memberi.
Jadikan 'memberi' sebagai life style. Saya belajar untuk menetapkan hati, bahwa sepuluh persen dari penghasilan bulanan saya, adalah bukan milik saya. Setiap menerima gaji bulanan atau bonus apapun, saya harus disiplin langsung menyisihkannya untuk dialokasikan sebagai dana amal atau sosial bagi yang memerlukan. Saya percaya jika saya belajar setia dalam hal mengelola yang kecil, termasuk setia menyisihkan 10% ini, saya akan diberikan kepercayaan untuk mengelola yang lebih besar lagi.
Kembali ke pertanyaan di awal tadi, pikirkan kembali apa jawaban anda atas pertanyaan tersebut. Apapun itu, semua adalah baik, asal anda punya sikap yang benar terhadap uang. Anda harus punya mimpi, karena itu akan membuat anda bergairah. Tetapi jangan lupa, seorang petinju yang berhasil, bukanlah ia yang sembarangan memukul tanpa perhitungan yang baik. Orang yang akan mencapai impiannya, adalah orang yang tidak sembarangan menggunakan uangnya, tetapi berusaha hidup cerdas, agar keuangannya tak kandas terutama saat-saat mengahadapi krisis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H