Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Urgensi Pendidikan Karakter dan Merdeka Belajar

5 Mei 2020   13:56 Diperbarui: 31 Mei 2020   18:09 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : newsmaker.tribunnews.com

Pasca pengumuman kelulusan siswa tingkat SMA, mencuat kabar tak sedap dari dunia pendidikan Indonesia setelah sejumlah pelajar yang berasal dari bumi Melayu Riau melakukan aksi tak senonoh untuk merayakan kelulusan mereka. 

Aksi ini semakin santer dibicarakan tidak hanya karena dilakukan pada masa PSBB Pandemi Covid-19 dimana semua masyarakat dibatasi untuk berkumpul dan beriteraksi diluar, tetapi juga aksi ini dilaksanakan di bulan Ramadhan dimana seharusnya banyak orang justru melakukan ibadah di rumah masing-masing. 

Kejadian ini banyak menuai kecaman dari berbagai pihak, tak ketinggalan Menteri Pendidikan, Mas Nadiem Makarim turut angkat bicara. Dari salah satu akun media sosialnya, Mas Nadiem bahkan menyebut kalau tindakan yang dilakukan oleh sejumlah siswa asal Kabupaten Rokan Hulu Riau itu merupakan kesalahan yang sangat fatal.

Sebagai seorang guru di tingkat sekolah menengah atas, saya ikut terusik berkomentar menyoroti hal ini. Menurut saya, ini hanyalah fenomena gunung es, persoalan yang tampak di permukaan saja. 

Namun, jika diperhatikan lebih dalam, ada banyak lagi persoalan tentang carut marut dunia pendidikan Indonesia. Bukan berarti saya tidak turut marah dengan apa yang dipertontonkan oleh sejumlah pelajar tersebut, namun mari kita melihat persoalan ini lebih dalam, sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali.

Persoalan utama yang saya amati adalah, pendidikan kita terlalu berfokus pada pencapaian angka-angka, entahkah itu pada aspek pengetahuan, tak terkecuali pada aspek keterampilan. 

Keberhasilan pembelajaran di kelas, disimpulkan ketika semua siswa mencapai Kriteria Kompetensi Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh Sekolah. Jika ada siswa yang tak tuntas mencapai KKM, maka guru tersebut dipaksa untuk menuntaskan nilai siswa tersebut dengan berbagai macam cara. 

Idealnya, proses Remedial dilakukan dengan memberikan pembelajaran ulang bagi siswa yang bersangkutan, tetapi tidak jarang bahkan ketika sudah berulang-ulang diadakan proses remedial, siswa tersebut tetap belum mampu mencapai KKM karena berbagai faktor. 

Menurut saya, saat ini penetapan KKM tidaklah menjadi urgensi untuk dilakukan. Ditambah lagi, KKM justru menjadi ajang adu hebat sekolah. Sekolah yang berani menetapkan KKM lebih tinggi dianggap sebagai sekolah yang lebih baik dan bermutu. Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan perlu memikirkan kembali pentingnya penetapan KKM dan proses Remedial di Sekolah.

Pendidikan di Indonesia perlu lebih serius memikirkan bagaimana menyeimbangkan antara pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan dengan kompetensi sikap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun