Penurunan ini disertai dengan peningkatan proporsi penduduk dalam kategori Menuju Kelas Menengah (MKM) dan Rentan Miskin. Pergeseran ini diklaim disebabkan oleh residu dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih.
Kelas Menengah bukan hanya bantalan perekonomian, namun roda utama perekonomian
Kelas menengah sering kali kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Fokus pemerintah lebih banyak tertuju pada intervensi bagi penduduk miskin, seperti bantuan sosial dan subsidi.Â
Sementara itu, kelas menengah sering kali bukan diberikan stimulus, namun justru dibebani dengan kebijakan seperti rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), penghapusan subsidi BBM, dan yang terbaru adalah wacana program dana pensiun.Â
Meskipun demikian, kelas menengah memiliki peran yang sangat vital dalam perekonomian Indonesia. Mereka adalah kontributor terbesar dalam perekonomian melalui konsumsi rumah tangga.Â
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 53,18 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Dari 53,18 persen tersebut, hampir 82 persen konsumsi rumah tangga ditopang oleh kelompok Kelas Menengah dan Menuju Kelas Menengah.
Selain sebagai kontributor utama dari sisi pengeluaran, kelas menengah juga penopang utama pendapatan negara. Kementerian Keuangan pada Januari 2024 mengungkapkan bahwa ada tahun 2023, sebesar 77,6 persen dari pendapatan Indonesia berasal dari Penerimaan Perpajakan yang sebagian besar dibayar oleh penduduk dengan pendapatan di atas Pendapatan Tak Kena Pajak (PTKP) Rp54.000.000 per tahun.Â
Hal ini menunjukkan bahwa daya beli kelas menengah yang dikenal sebagai "fast and big spender" menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Keadaan Kelas Menengah
Melihat keadaan perekonomian Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir, kita dapat melihat bahwa pada tahun 2020, perekonomian Indonesia terkontraksi sebesar -2,07 persen akibat pandemi Covid-19.