Mohon tunggu...
Josefid Keitharo
Josefid Keitharo Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa yang pengen jadi pro player

mahasiswa UPNVJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perilaku Belanja Online di Kalangan Mahasiswa

20 Januari 2021   11:10 Diperbarui: 20 Januari 2021   11:42 5223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), aktivitas belanja secara daring pada tahun 2020, yang bertepatan dengan Pandemi Covid-19, meningkat sebesar 400 persen atau empat kali lipatnya dan berbanding lurus dengan penggunaan transaksi digital. Bertambahnya jumlah online shop disebabkan oleh kelebihan-kelebihan sebagai berikut (Wicaksono, 2008): 

1) modal untuk membuka toko online relatif kecil, 2) tingginya biaya operasional toko konvensional, 3) toko online buka 24 jam dan dapat diakses dimana saja, 4) konsumen dapat mencari dan melihat katalog produk dengan lebih cepat, 5) konsumen dapat mengakses beberapa toko online dalam waktu bersamaan. 

Di sisi lain, keuntungan toko online bagi pembeli adalah sebagai berikut: 1) menghemat biaya, apalagi jika barang yang ingin dibeli hanya ada di luar kota atau bahkan negara lain. Pembeli tidak harus mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi. 2) Barang bisa langsung diantar ke rumah. 3) Pembayaran dapat dilakukan secara transfer sehingga transaksi pembayaran akan lebih aman (dibandingkan dengan sistem COD). 4) Harga cenderung lebih murah akibat persaingan antartoko online.

Selain itu, menurut Sari (2015), manfaat dari online shopping adalah memberikan kemudahan karena pelanggan dapat memesan produk dalam waktu 24 jam sehari di manapun pelanggan berada  sehingga berbelanja menjadi lebih fleksibel; adanya kejelasan informasi karena pelanggan dapat memperoleh beragam informasi komparatif tentang perusahaan, produk, dan pesaing tanpa meninggalkan harus pekerjaan yang dilakukan oleh pelanggan; dan tingkat keterpaksaan yang lebih sedikit karena pelanggan tidak perlu menghadapi atau melayani bujukan dari faktor-faktor emosional.  

Respons Mahasiswa terhadap Tren Belanja Online

Berdasarkan hasil survei yang melibatkan 6.285 responden di Indonesia yang dirilis Populix pada tahun 2020, kelompok masyarakat yang paling banyak melakukan belanja online adalah mereka yang berusia 18-21 tahun dan 22-18 tahun dengan masing-masing 35 persen dan 33 persen suara koresponden (Junita, 2020). Rentang usia tersebut dikenal sebagai usia produktif. Rata-rata status masyarakat yang berada pada rentang usia di atas adalah mahasiswa dan karyawan (orang yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan). 

Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari lapisan masyarakat yang banyak menggunakan teknologi informasi dalam kesehariannya. Oleh karena itu, kegiatan belanja daring bukanlah sesuatu yang asing lagi di kalangan mereka. Di tengah-tengah keterbatasan waktu yang dimiliki mahasiswa akibat kesibukan mereka, belanja online menjadi solusi yang lebih hemat waktu dan tenaga. Kepraktisan berbelanja dengan cara daring memegang peranan penting akan mengapa hal tersebut sangat diminati masyarakat, khususnya mahasiswa.

Hal-hal lain yang berkaitan dan menjadi penyebab mengapa penggunaan aplikasi belanja online mengalami peningkatan di masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa antara lain  perkembangan teknologi informasi di Indonesia yang meningkat pesat dari hari ke hari, perluasan area cakupan internet, peningkatan bandwidth internet, penggunaan teknologi internet dan komunikasi terbaru yang lebih cepat dan efisien, perkembangan ponsel pintar, munculnya berbagai macam media sosial, serta semakin banyaknya masyarakat yang paham dan aktif menggunakan internet (Samsiana, dkk., 2020). 

Di sisi lain, faktor internal yang mempengaruhi tren belanja online di kalangan mahasiswa juga menjadi tanda tanya. Hal ini erat kaitannya dengan sifat konsumerisme masing-masing individu mahasiswa dan bagaimana mereka menyikapinya.

Pada umumnya, fenomena perilaku konsumtif mahasiswa identik dengan gaya hidup glamor, hedon, boros, dan serba instan. Perilaku konsumtif ini kemudian dianggap lazim dialami pada masa-masa remaja, terutama pada mahasiswa yang rata-rata berada pada usia yang rawan akan perubahan dan hal-hal baru. 

Remaja terkesan senang dengan perilaku yang berbau konsumtif dan hedon (kesenangan/kenikmatan). Beberapa dari mereka senang mengeluarkan uang demi mendapatkan barang yang sedang populer karena tidak mau ketinggalan zaman. Dengan banyaknya media sosial, hadirlah iklan-iklan serta promosi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh hiburan terkenal yang menarik orang-orang untuk membeli produk yang bersangkutan, sekalipun mereka tidak memerlukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun