Mohon tunggu...
Joromualdes
Joromualdes Mohon Tunggu... Guru - An educator

Johanes Romualdes, B.Sc., S.Pd. Bachelor of Education from the University of Pelita Harapan (UPH). Bachelor of Science from Corban University, USA. Been teaching students for nearly 8 years. A grade-level supervisor for 4 years.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Orangtua sebagai Pendidik Utama Anak (Prime Educator)

1 Mei 2021   15:17 Diperbarui: 1 Mei 2021   15:19 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang ditemukan bahwa orangtua menyerahkan keseluruhan pendidikan anaknya pada sekolah, secara khusus kepada para guru. Orangtua yang menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah yang berasaskan pada agama dan moralitas sering melepaskan tanggung jawab mereka dalam mendidik anak karena mereka yakin bahwa sekolah akan dan sudah memberikan yang terbaik bagi anak melalui kegiatan pembelajaran di sekolah. Sebagian besar beralasan bahwa intensitas pekerjaan yang begitu banyak dan keterbatasan waktu menjadi faktor utama dari timbulnya pola pikir demikian. 

Dampak terburuk dari stigma ini ialah orangtua yang tidak peduli sekalipun tentang perkembangan pendidikan anak di sekolah hingga performa anak yang buruk di lingkungan sekolah. Dengan membayar uang sekolah dengan harga fantastis, beberapa orangtua menganggap bukanlah tugas mereka untuk tahu menahu segala hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan anak. Akibatnya, ketimpangan tanggung jawab pun terjadi. Lalu, para ahli pendidikan mengaungkan suatu pandangan lain bahwa justru sebenarnya orangtua ialah pendidik utama bagi anak. Seperti apakah sejatinya orangtua yang dianggap sebagai pendidik utama bagi anak?

Di tahun 2004, Department for Education and Skills di Inggris dalam jurnal mereka "Primary National Strategy: Parents as Partners in Learning" menyebutkan bahwa orangtua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak, secara khusus hingga anak memasuki masa sekolah. Ditambahkan disana bahwa orangtua akan terus menjadi sumber inspirasi utama bagi anak perihal aspirasi, sikap dalam belajar dan bertindak, prestasi dalam kehidupan akademik dan seterusnya. Dengan kata lain, tidak ada seluk beluk kehidupan perkembangan diri anak yang tidak terlepas dari efek keterlibatan orangtua di dalamnya. Menurut Amanda Fletcher dalam presentasinya mengenai "Parents are Child's Prime Educator", saat anak masih balita hingga masuk SD, orangtua adalah satu-satunya guru bagi anak. Mulai dari usia dini, anak sudah mulai mencari dan menaruh kepercayaan kepada orangtua selaku pihak yang paling dekat dengan mereka. Keterjaminan perlindungan di dalam rumah amat penting bagi perkembangan emosional, sosial dan intelektual anak. Amanda menambahkan bahwa jika anak sudah merasa percaya diri dalam mengeksplorasi sekelilingnya serta dicintai oleh orangtua mereka, anak akan cenderung untuk mampu beradaptasi dan menjalin hubungan yang baik dengan sesamanya di masa yang akan datang. 

Charles Desforges di tahun 2003, dalam penelitiannya yang berjudul "The Impact of Parental Involvement, Parental Support and Family Education on Pupil Achievement and Adjustment" menyimpulkan bahwa keterlibatan orang tua berpengaruh signifikan terhadap murid prestasi selama tahun-tahun sekolah. Hal ini didukung dengan apa yang tertulis dalam sebuah esai yang berjudul Measuring the Impact of Preschool on Children's Cognitive Progress pada Jurnal Institute of Education di tahun 2002. Disebutkan bahwa pada tahun-tahun awal pertumbuhan anak, keterlibatan orang tua memiliki pengaruh yang signifikan yang berdampak pada perkembangan kognitif dan literasi, serta numerasi anak-anak.

Dampak dari keterlibatan orangtua dalam perkembangan pendidikan anak ini amatlah berpengaruh dan besar bagi diri anak. Namun, terkadang orangtua pun merasa tidak yakin akan diri mereka untuk melakukan peran ini dengan kualifikasi yang mereka miliki. Larry Feinstein dan Jonathan Symons dalam tulisan mereka di tahun 1999 yang berjudul "Attainment in Secondary School" menginformasikan bahwa  keterlibatan orang tua dalam sekolah anak untuk anak berusia antara 7 dan 16 tahun adalah kekuatan yang lebih kuat daripada latar belakang keluarga, ukuran keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua. Keberadaan orangtua, rasa peduli, dukungan dan kasih sayang dari orangtua kepada anak ternyata berdampak krusial bagi diri anak yang sedang bertumbuh. Hal ini tidak memandang status sosial atau ekonomi yang dimiliki oleh orangtua.

Sekolah tidak dapat menggantikan makna dari keberadaan rumah seutuhnya bagi siswa. Guru tidak bisa sepenuhnya menggantikan peran orang tua. Hubungan yang personal, intim dan intens antara anak dan orangtua tidak bisa sepenuhnya diambil alih oleh guru di sekolah. Leane Vanderputten dalam blog-nya yang berjudul "Parents, You are The Prime Educators of Your Children" mengungkapkan bahwa sebelum berusia 5 tahun, anak-anak sudah dibentuk oleh orangtua akan nilai-nilai kehidupan. 

Setelah itu, mereka tinggal membangun di atas fondasi nilai-nilai tersebut. Leanne juga berargumen bahwa beberapa psikolog modern yakin bahwa semua fondasi penting sudah diletakkan pada diri anak sebelum ia berusia dua tahun. Karena pada dasarnya, rumah adalah tempat di mana anak-anak belajar dengan mudah, secara naluriah, tanpa adanya perlawanan, dan di bawah kondisi alam sadar mereka yang sempurna. Landasan inilah yang membantu anak nantinya berkomunikasi dengan sekitarnya dan meresponi segala tantangan yang mereka hadapi seiring usia mereka bertambah dewasa.

Lalu, mungkin tersirat dalam pikiran kita, bagaimana caranya anak dapat belajar dari orangtua? Pada dasarnya, anak dapat belajar dari setiap momen atau pengalaman yang ia hadapi sehari-hari dimanapun dan kapanpun. Anak membutuhkan role model atau panutan yang baik dalam bertingkah laku dari orangtua mereka. Anak-anak, terutama di masa awal pertumbuhan mereka, perlu diajarkan tentang tata krama seperti mengucapkan three magic words yaitu terima kasih, maaf dan tolong.  Dalam kaitannya dengan literasi dan numerasi, selebaran berjudul The Impact of Parental Involvement on Children's Education yang dikeluarkan oleh Department for Education and Skills di Inggris berargumen bahwa intensitas anak bermain huruf / angka di rumah berkaitan erat dengan pencapaian akademis siswa. 

Orang tua dapat melakukan aktivitas sederhana yang bertujuan untuk menarik perhatian anak-anak dengan menggabungkan suara, angka dan huruf. Ini akan berdampak besar pada kemampuan literasi, numerasi dan non-verbal anak nantinya di sekolah. Memasak kue bersama, bernyanyi lagu-lagu anak, menghitung barang, pergi berbelanja, membaca buku cerita adalah beberapa aktivitas sederhana yang sangat mudah untuk dikerjakan bersama anak. Semakin besar usia mereka, terutama di masa persekolahan, orangtua dapat berpartisipasi dengan kegiatan yang berbeda. Sebuah penelitian pernah menunjukkan bahwa tidak peduli kelas sosial yang dimiliki oleh orangtua, mereka dapat berpartisipasi dalam hal-hal seperti mengunjungi museum atau pergi ke teater dan opera, ketika usia anak makin remaja. Kegiatan ini berdampak positif pada potensi anak, pencapaian pendidikan mereka dan keterlibatan sosial mereka di kemudian hari. Portal Edysys memberikan beberapa contoh tambahan peran orangtua dalam mendidik anak mereka, seperti:

  • membantu anak agar lebih teratur dengan rutinitas harian mereka dan mengatur jadwal / waktu yang cukup bagi mereka untuk belajar,
  • bermain dan beristirahat setiap hari,
  • menghindari pembahasan masalah keluarga di hadapan anak-anak dan tidak membuat kekacauan di rumah dengan pertengkaran yang tidak perlu,
  • membantu anak dalam melakukan tugas atau proyek rumah jika mereka merasa kesulitan (namun bukan untuk setiap saat dan di setiap tugas),
  • membantu siswa untuk mempersiapkan ujian dengan memberikan nasehat, bimbingan dan dukungan yang baik,
  • memberi penghargaan jika siswa mendapatkan hasil yang baik dalam ujian,
  • membagikan beberapa pengalaman kehidupan sekolah orangtua dengan anak di waktu luang
  • menghadiri setiap pertemuan dengan guru atau sekolah untuk mengetahui perkembangan anak di sekolah
  • luangkan cukup waktu setiap hari untuk berbicara dengan anak meskipun orangtua memiliki jadwal yang padat.
  • membantu siswa untuk bersantai dengan tidur malam yang nyenyak dan makanan yang layak.
  • memberi anak ruang untuk berbagi apa pun yang muncul di benak mereka dan mengungkapkan perasaan mereka yang sebenarnya.

Amanda Fletcher dalam presentasinya juga sempat membahas bahwa kurangnya partisipasi atau dukungan dari orangtua bagi anak sedari ia kecil akan mempengaruhi bagaimana cara anak menilai diri mereka sendiri, kurang percaya dirinya anak dalam bergaul dan kurang memuaskannya performa siswa di sekolah. Hillary Grayson dalam laporannya yang berjudul Rapid Review of Parental Engagement and Narrowing the Gap in Attainment for Disadvantaged Children mengungkapkan bahwa para siswa dengan orangtua yang aktif turut serta mendukung pendidikan anak mereka akan berpeluang kecil membuat masalah dalam hal sikap atau tindakan dan mencapai hasil akademik yang lebih memuaskan di sekolah.

Saya bersyukur bahwa saat saya masih duduk di bangku SD, orangtua saya, di tengah sibuknya pekerjaan mereka, masih sempat menemani saya belajar membaca, menghitung pembagian dan perkalian atau sekadar menanyakan kegiatan di sekolah. Hal-hal sederhana itulah yang membantu saya untuk bisa berprestasi di sekolah. Orangtua saya bukanlah orang yang berpendidikan tinggi namun mereka paham akan tanggung jawab mereka kepada anak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun