Mohon tunggu...
Jordan Hiskia
Jordan Hiskia Mohon Tunggu... Freelancer - Anak Manusia

Only

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesenian Lenong yang Tak Lekang oleh Zaman

14 Januari 2021   23:31 Diperbarui: 14 Januari 2021   23:37 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta merupakan kota metropolitan yang juga memiliki kebudayaan yang sangat beragam dan unik. Pada awalnnya, kota ini bernama Sunda Kelapa yang terkenal sebagai kota pelabuhan. Kota ini mengalami beberapa pergantian nama yang semula adalah Sunda Kelapa, kemudian Jayakarta, Batavia, hingga akhirya menjadi Jakarta samapi saat ini. Sejak ditaklukkan daerah Jayakarta pada 1619 oleh kongsi dagang Belanda VOC, Batavia menjelma jadi pusat perdagangan paling strategis se-Asia Tenggara. 

Hal ini menyebabkan banyak orang dari segala ras, suku, agama bertemu dan juga ada yang menetap di kota ini, sehingga terjadilah percampuran maupun perkawinan antar kebudayaan. Suku yang tercipta dari percampuran dan perkawinan antar kebudayaan itu yang dikenal sebagai suku asli dari Jakarta adalah Suku Betawi. Kebudayaan yang dimiliki Betawi secara umum merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan yang berasal dari daerah lain maupun dari kebudayaan asing. 

Jakarta yang merupakan Ibukota Indonesia ini sekarang telah menjadi kota yang berkembang pesat. Ditengah perkembangannya yang pesat, masih ada kebudayaan Jakarta yang sampai saat ini masih eksis, yaitu Lenong. Lenong merupakan salah satu bentuk teater peran di betawi yang mulai berkembang di akhir abad ke–19. Sebelumnya, masyarakat Betawi mengenal komedi stambul dan teater bangsawan. Komedi stambul dan teater ini dimainkan oleh bermacam suku bangsa dan menggunakan Bahasa melayu. Orang Betawi meniru pertunjukan itu. Hasil pertunjukan mereka kemudian disebut lenong.

Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, gendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Skenario lenong pada umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.  

Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung. Pada saat itu, pertunjukan digelar di ruangan terbuka tanpa adanya panggung. 

Seiring berjalannya waktu, kesenian Lenong merambah ke layar kaca Indonesia. Kesenian Lenong pertama kali tampil di layar kaca adalah pada stasiun televisi TVRI. Pada saat itu Lenong dijadikan sebuah program acara tersendiri. Dari sini banyak menciptakan nama-nama yang mencuat ke permukaan dan bahkan menjadi legenda seperti Benyamin Sueb, Bokir, Mpok Nori, Nasir, Mandra, Omas, Olga Syahputra, Muhammad Sulaeman Harsono atau akrab disapa Bolot, H. Malih atau dikenal sebagai Malih Tong Tong.

Hingga saat ini, Lenong masih sering ditampilkan di acara-acara televisi. Meskipun tidak sebesar dahulu yang sampai mempunyai program acara sendiri, Lenong tetap mampu menghibur masyarakat yang menonton. Penyajian Lenong saat ini juga tidak sama seperti dulu dimana Lenong diiring oleh musik. Tokoh yang saat ini dikenal masih memainkan Lenong di televisi adalah Bolot dan Malih Tong Tong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun