Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Cerita Anak yang Tidak Menggurui, Seperti Apa?

19 Januari 2025   17:20 Diperbarui: 19 Januari 2025   17:20 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang perempuan sedang menulis. Ilustrasi dari iStock/credit: tri mintarjo

Cerita anak atau cernak sangat lekat dengan anak-anak karena kisah yang dituliskan memang ditujukan untuk mereka. Bisa berupa dongeng, fabel, cerita rakyat, dan sebagainya. Kesemuanya memiliki peran dan fungsi yang sama yaitu memberikan pembelajaran bagi anak-anak agar mampu bersikap dan memiliki pola pikir yang sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Karena fungsi dan peran cerita anak adalah memberikan pembelajaran bagi anak, maka banyak orang yang berpandangan bahwa cerita anak itu terkesan menggurui. Banyak nasihat yang disampaikan secara tersurat, sehingga penyampaian cerita anak seperti ini akan membuat anak bosan ketika menikmati kisahnya. 

Bagi penulis yang tertantang untuk menyelami dunia fiksi yang ditujukan bagi anak, tentu akan sulit menaklukkan tulisannya. Hal ini karena, pertama, cerita anak disusun dengan bahasa anak. Jika penulis masih dari kalangan anak-anak, tentu akan mudah menuliskannya. Ya, meskipun pada kenyataannya tidak semua anak bisa menulis cerita secara runtut. Bahkan hanya mampu menulis dalam beberapa kalimat. Saya berani menuliskan hal ini karena saya sering mengajak para siswa untuk belajar menulis cerita, meski itu cerita pengalaman. Hasil tulisan mereka ada yang bagus, runtut, meski tanda baca masih banyak yang keliru. Namun ada juga tulisan yang hanya terdiri beberapa kalimat. Mereka terkesan kehabisan ide untuk mengembangkan naskah ceritanya.

Penulis dewasa yang pola pikirnya sudah matang, akan sulit menyusun kalimat yang mudah dipahami anak-anak. Apalagi kalau cerita anak itu ditujukan untuk balita. 

Belum lagi, ada tantangan untuk membuat plot cerita yang menarik dan 'hidup' agar mudah diterima oleh anak-anak. 

Kedua, penulis biasanya terjebak pada narasi-narasi yang terlalu menggurui. Maklum, penulis memang sudah dewasa dan memiliki naluri untuk memberikan banyak nasihat kepada anak-anak. Mereka menyampaikan pesan cerita dengan banyak nasihat. Padahal pesan cerita bisa dimunculkan melalui tindakan atau karakter tokoh. Misalnya, nilai persahabatan dapat terlihat melalui usaha karakter membantu temannya.

Apalagi jika cerita anak dekat dengan nilai-nilai agama, dalil yang belum sampai di kepala anak seringkali muncul. Akibatnya cerita anak menjadi lebih berat dan sulit dipahami. 

Akan tetapi terkadang ketika menulis cerita anak ini juga tergantung pada pangsa pasar atau visi misi penyelenggara atau penerbit. Ada penerbit atau penyelenggara lomba berskala nasional, dengan tema umum, maka penulis tidak perlu memberikan narasi keagamaan terlalu banyak. Namun, jika penyelenggara dikenal dengan visi dakwah, maka bolehlah memasukkan narasi keagamaan yang banyak. Meski harus diingat, cara penyampaian juga harus tetap memerhatikan daya nalar anak. Penulis harus tetap mempergunakan kalimat sederhana dalam menyampaikan ceritanya.

Hal terpenting, pada bagian akhir cerita, ada baiknya penulis mengakhiri cerita dengan kesimpulan yang bisa menggugah rasa. Bukan dengan kalimat moral. Penulis harus ingat, bahwa dia tidak sedang berceramah kepada anak-anak, tetapi menyampaikan sebuah kisah yang di dalamnya ada nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat untuk pembentukan karakter anak.

Bisa saya contohkan, "Pipit mengangguk bahagia, nanti rumahnya akan diperbaiki. Dia berdoa, agar tidak ada angin kencang lagi, biar rumah mereka aman." Akhir cerita ini saya kutip dari cerita anak yang saya tulis dengan judul "Persahabatan di Hutan Cemerlang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun