Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Sahabat Hilang

15 Januari 2025   19:21 Diperbarui: 15 Januari 2025   19:21 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Titin, teman kuliah yang selalu bersamaku, tampak kesal. Tak seperti biasanya. Namun aku tak berani bertanya banyak, apa yang menjadi penyebabnya. Dia tak akan bercerita kalau hatinya belum tergerak. Aku begitu hafal dengan kebiasaan sahabatku itu. Jadi, aku lebih senang menunggunya untuk menceritakan akar masalahnya. Hal yang terpenting adalah aku tetap membersamainya, apapun keadaannya.

"Nanti pas jam kosong, kita ke lesehan batagor, ya!" ajak Titin.

Aku menyanggupi ajakan itu. Biasanya kami jajan bareng. Bahkan membayar jajan pun bergantian. Tempat favorit kami berdua adalah lesehan batagor di sebelah barat laut fakultas. Menu makanan yang baru kukenal saat pertama kali kuliah. Penjualnya ramah, harga murah tapi rasa bukan kaleng-kaleng.

Kebetulan memang hari itu ada banyak jam kosong. Mata kuliah yang kami ambil tinggal beberapa SKS. Sementara teman seangkatan lainnya masih banyak yang harus memperbaiki nilainya.

"Haura, maukah kau menemaniku nanti?" sapa Romi. Menurut teman-teman, dia menaruh hati padaku. Bukannya senang, aku malah risih dengan kehadirannya. Aku selalu berusaha menghindarinya.

"Rom, Haura nanti ada acara denganku," sambut Titin. Aku bernapas lega karena sudah diselamatkan Titin dari gangguan makhluk sok cakep itu.

Ada raut kecewa dari wajah Romi. Dia menatapku. Aku membuang muka.

"Oke, Haura. Romi takkan menyerah untuk mendapatkanmu!"

Bertepatan dengan ucapan itu, Pak Fahrul, dosen terbaik kami memasuki kelas. Beliau memandang ke arah kami bertiga. Mungkin ucapan Romi didengar beliau. Sekilas beliau mengarahkan kedua jempolnya ke Romi. 

Romi menghormat ke beliau dan segera mengambil duduk di kursi, tepat di sebelah kiriku. Kucolek Titin, "Tin, tukeran tempat duduk, ya!"

Titin mengangguk, tetapi Pak Fahrul memberikan tanda kalau kami sudah tak boleh pindah dari posisi duduk para mahasiswanya.

"Jangan terlalu membenci, siapa tahu nanti kamu mati-matian mencintaiku," ucap Romi dengan suara lirih.

***

Aku dan Titin segera mengemasi alat-alat tulis dan mau ke lesehan batagor.

"Eh...aku ikutan!" seru Romi.

"No!" Titin langsung mencegah Romi untuk mengikuti kami.

"Ayolah, Tin!"

"Nggak! Haura itu temanku. Kamu nggak bisa ganggu!"

Sementara Titin dan Romi sedikit berseteru, aku keluar kelas. Aku ingin bebas dari gangguan Romi.

Tak lama, Titin menyusulku yang sudah berjalan menuju lesehan batagor. Dia berjalan di sampingku, tanpa bicara. Kepalanya ditundukkan. Sesekali aku menoleh ke arahnya.

Setiba di lesehan batagor, kami memesan dua porsi batagor dan lemon tea.

"Aku sama Surya di ujung tanduk, Haura," cerita Titin. Aku sangat terkejut dengan pengakuannya itu.

"Kenapa bisa?"

Titin menggelengkan kepala.

"Laki-laki senengnya sama cewek yang cantik. Sedang aku kayak gini."

Aku prihatin dengan kisah mereka. Hubungan mereka berawal sejak SMP. SMA masih satu sekolah juga. Hanya pas kuliah saja yang terpisah kampusnya.

"Kamu yakin kalau..."

"Aku tadinya nggak berpikir kalau dia mendua, Haura."

"Kamu sudah yakin beneran?"

Titin menghela napas panjang. Tangan kanannya mengaduk lemon tea.

"Sama teman kuliahnya?" tanyaku penasaran.

"Belum tahu persisnya, Haura."

Kuusap punggung sahabatku itu.

"Apa perlu aku bicara sama dia. Biar kukasih pelajaran si Surya itu?" tanyaku, sedikit kesal karena ada lelaki yang berani mempermainkan sahabatku.

"Nggak usah. Nanti dia juga bisa suka sama kamu!" Aku tercengang saat mendengar kalimat itu.

"Eh...aku nggak akan nikung-lah!"

Titin tersenyum dengan tatap mata sayunya. Sosok perempuan yang biasa kuat itu, jadi terlihat kehilangan semangat.

***

Malam harinya, aku menyelesaikan tugas dari Pak Fahrul karena ditunggu sampai pukul sepuluh malam. 

Saat sedang mengedit naskah tugasku, handphone berulang kali bergetar. Kurasa itu kelakuan teman-teman kuliah yang juga masih mengerjakan tugas dari Pak Fahrul. Ingin tanya ini-itu. Nah, daripada aku terganggu dan tidak bisa menyelesaikan tugas tepat waktu, handphone tak kusentuh.

Setelah selesai mengedit dan mengirimkan tugas ke link google form dari Pak Fahrul, barulah aku membuka handphone. Ada beberapa notifikasi telepon dan pesan WhatsApp. Seperti tebakanku, ada beberapa teman yang mau tanya tugas. Ada juga nomor baru. 

Nomor baru itu miscall lima kali. Lalu ada chat juga. 

Kubuka chat dari nomor baru itu. Kukerutkan dahi saat membaca chat yang masuk.

"Assalamu'alaikum. Mbak Haura yang cantik. Saya nggak ganggu 'kan?" chat dari nomor misterius itu.

"Siapa orang iseng ini? Kalau Romi nggak mungkin. Aku sudah menyimpan nomornya," batinku.

Tak lama kemudian, nomor asing itu menelepon. Aku ragu untuk mengangkat teleponnya. Khawatir kalau si penelepon berniat buruk seperti dalam kabar sosial media akhir-akhir ini.

"Ayolah angkat, Mbak. Saya cuma ingin kenalan."

Chat itu hanya kubaca. Tak kurespon sama sekali. Aku yakin kalau si penelepon memang berniat jahat. Dari identitas yang biasa disematkan pada akun WhatsApp juga tidak ada.

Kembali pemilik nomor asing itu mengirimkan chat, sebuah gambar. Aku penasaran, foto apa yang dikirimkannya padaku. Alangkah terkejutnya aku saat melihat foto itu.

Foto aku dan Titin saat berlibur di pantai Drini yang dikirimkan. Ada tambahan caption,"kamu cantik sekali, Mbak. Maukah jadi kekasihku? Aku mantan Titin. Kenal Titin 'kan?"

Aku tak percaya dengan apa yang kubaca. Kulihat pada layar handphone, orang yang mengaku mantan Titin itu masih mengetikkan chat.

"Aku ambil nomor dan fotomu dari handphone Titin, Mbak."

Belum lagi kuterima chat yang masih diketikkan lelaki itu, aku langsung membalas dengan makian-makian. 

***

"Aku nggak pernah bermimpi hidup berdampingan denganmu, Haura," suara lirih terdengar di telingaku.

"Terima kasih kamu menerimaku menjadi imammu," lanjutnya. Dikecupnya puncak kepalaku.

Jangankan dia, aku pun tak pernah membayangkan kalau bisa menjadi bagian hidup lelaki di sampingku. Lelaki yang didukung oleh Pak Fahrul ketika masih kuliah dulu.

Ya, aku kini sudah menjadi istri Romi. Mahasiswa yang sejak awal pertemuan sudah menyukaiku, menurut pengakuannya. 

Pintu hati kubuka untuknya setelah aku dicaci-maki Titin, keesokan hari setelah Surya mengirimkan chat padaku. Akibat emosi Titin yang meluap, tanpa mengizinkan aku menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Dia menuduhku sudah merebut Surya. 

Tuduhan itu dipercayai hampir semua teman seangkatan. Bahkan pelan-pelan menjadi buah bibir di fakultas. 

Saat itu aku benar-benar tertekan. Untuk ke kampus saja rasanya malas karena sudah pasti akan menghadapi ucapan pedas dari warga kampus. Mereka tak mempercayai apapun penjelasan dariku. Sekalipun kutunjukkan chat dari Surya dan makian-makian yang aku tujukan pada kekasih Titin itu.

Aku jadi sering menyendiri. Di saat itulah Romi mau menemani dan mendengarkan aku. "Aku percaya kalau kamu nggak khianati Titin. Nggak usah dengerin mereka."

Romi-lah yang selalu memotivasiku hingga selesai masa studiku.

___

Branjang, 14 Desember 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun