Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam ini Aku Bahagia

5 Januari 2025   18:54 Diperbarui: 5 Januari 2025   18:54 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini aku bahagia. Tanpa listrik. Tentu tanpa internet. Dari gelap yang tercipta karena trafo meledak ini, aku menemukan kebahagiaan. 

Di saat orang lain merasa susah karena tanpa penerangan di malam hari, aku malah berkebalikan. Mereka susah karena tak bisa nge-game, nonton siaran pertandingan sepakbola atau serial film.

Aku, Nia. Seorang remaja, duduk di kelas VIII, yang sangat haus kasih sayang. Ayah yang bekerja di sebuah dinas kabupaten sering sibuk dengan laptop. Ayah bekerja tak kenal lelah, tak kenal tempat.

"Ayah, di rumah itu jangan kerja!" Aku pernah memprotes kerja Ayah. Namun Ayah tak memedulikan ucapanku. Ayah sering dikejar deadline kantornya.

Tanpa tanggapan dari Ayah, aku berjalan dengan menghentakkan kaki. 

Sementara Ibuku, yang menjadi ibu rumah tangga, hanya menggelengkan kepala saat aku berjalan seperti itu. Ibu terus melanjutkan aktivitas di dapur. Baginya, memasak setiap hari merupakan salah satu cara memanjakan suami dan anak tunggalnya ini.

Ibuku sangat cantik tanpa polesan make up menor. Untunglah Ayah tak pernah memprotes penampilan Ibu.

"Meski sibuk di luar, Ayah nggak akan aneh-aneh, Nia," ucap Ayah waktu aku menanyakan, apakah Ayah merasa malu kalau Ibu berpenampilan sederhana.

Lalu meluncurlah cerita Ayah waktu Ibu bertaruh nyawa saat melahirkan aku. Ibu sempat pendarahan setelah aku lahir. Paniklah Ayah. Biasanya Ayah melihat rona wajah ceria dan penuh semangat dari Ibu, tiba-tiba Ayah melihat Ibu tak sadarkan diri. Untuk mendapatkan transfusi darah pun sangat sulit. Stok kantung darah Golongan darah A habis.

Segala macam cara ditempuh agar Ibu segera mendapatkan donor darah. Hingga akhirnya hadirlah penolong Ibu. Seorang aktivis sosial mau mendonorkan darahnya untuk Ibu. Sampai saat aku remaja, Ayah dan Ibu masih memelihara silaturahmi dengan pendonor darah itu, Pak Fathur. 

Kesetiaan Ayah untuk selalu menjaga kesehatan dan keselamatan Ibu benar-benar dilakukan. Bahkan Ayah tak memiliki rencana untuk memberikan adik bagiku. Ayah trauma dengan kondisi Ibu saat melahirkan. Akibatnya, saat kelas III SD, aku sempat menangis karena aku iri dengan teman-teman sekolah yang punya adik lucu dan menggemaskan. Aku merasa kesepian saat berada di rumah. Itu yang tidak dipahami kedua orang tuaku. Perasaan sepi terus kurasakan sampai saat ini. 

Memang aku dimanja dengan uang dan barang mewah. Namun itu tak membuatku bahagia. Di saat teman-teman mengukur kebahagiaan dengan harta, tak demikian denganku. Aku membutuhkan perhatian dan kasih sayang!

**

Di kegelapan malam yang dingin oleh air hujan yang tumpah dari langit, kudengar Ibu memintaku untuk tetap berada di tempatku berada, di depan televisi. 

Tak berapa lama, Ibu membawa penerang ruangan. Kulihat lentera atau lampu minyak yang biasa tergantung di gudang, kini menyala.

Senyum Ibu terlihat saat mendekatiku. Di belakang Ibu, Ayah berjalan pelan dengan membawa alat permainan dakon yang terbuat dari kayu dan masih mengkilap oleh pelitur. 

"Buat apa bawa mainan itu, Yah?" tanyaku. Bagaimanapun, alat permainan itu sudah jarang kumainkan. Teman-teman jelas tak mau lagi bermain seperti itu.

"Kita mengenang masa kecil, Nia."

Kutatap Ayah yang mulai meletakkan alat dan biji dakon di lantai. Biji dakon berupa kecik atau biji sawo.

"Kenapa? Kamu nggak mau, Sayang?" Ibu bertanya padaku.

***

Bermain dakon ternyata bukan ide buruk saat gelap seperti ini. Aku merasa bahagia bisa bermain bersama Ibu dan Ayah.

Meski Ayah didukung penuh oleh Ibu, aku berhasil mengalahkan Ayah dalam bermain dakon. 

"Akhir pekan, kita main lagi. Ayah ingin mengalahkan anak Ayah yang cantik ini," gurau Ayah.

____

Branjang, 5 Januari 2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun