Kesetiaan Ayah untuk selalu menjaga kesehatan dan keselamatan Ibu benar-benar dilakukan. Bahkan Ayah tak memiliki rencana untuk memberikan adik bagiku. Ayah trauma dengan kondisi Ibu saat melahirkan. Akibatnya, saat kelas III SD, aku sempat menangis karena aku iri dengan teman-teman sekolah yang punya adik lucu dan menggemaskan. Aku merasa kesepian saat berada di rumah. Itu yang tidak dipahami kedua orang tuaku. Perasaan sepi terus kurasakan sampai saat ini.Â
Memang aku dimanja dengan uang dan barang mewah. Namun itu tak membuatku bahagia. Di saat teman-teman mengukur kebahagiaan dengan harta, tak demikian denganku. Aku membutuhkan perhatian dan kasih sayang!
**
Di kegelapan malam yang dingin oleh air hujan yang tumpah dari langit, kudengar Ibu memintaku untuk tetap berada di tempatku berada, di depan televisi.Â
Tak berapa lama, Ibu membawa penerang ruangan. Kulihat lentera atau lampu minyak yang biasa tergantung di gudang, kini menyala.
Senyum Ibu terlihat saat mendekatiku. Di belakang Ibu, Ayah berjalan pelan dengan membawa alat permainan dakon yang terbuat dari kayu dan masih mengkilap oleh pelitur.Â
"Buat apa bawa mainan itu, Yah?" tanyaku. Bagaimanapun, alat permainan itu sudah jarang kumainkan. Teman-teman jelas tak mau lagi bermain seperti itu.
"Kita mengenang masa kecil, Nia."
Kutatap Ayah yang mulai meletakkan alat dan biji dakon di lantai. Biji dakon berupa kecik atau biji sawo.
"Kenapa? Kamu nggak mau, Sayang?" Ibu bertanya padaku.
***