Di tengah tidur nyenyakku, samar-samar kudengar percakapan antara Pak Eko dan Bu Eko. Mereka tampaknya sedang adu argumen, entah apa itu. Aku pun mendekati mereka. Kumenguping apa yang mereka bicarakan. Bagaimanapun aku harus tahu, karena aku telah lama hidup bersama mereka.
"Tahun depan, aku ingin usahaku lebih maju, Sayang," ucap Bu Eko, yang memang berprofesi sebagai pengusaha. Aku pernah mendengar kalau perusahaannya memang maju dan terus membuka lapangan kerja bagi banyak orang.
"Kamu harus jadi Kepala Sekolah, Sayang!" ucap Bu Eko. Pak Eko tercengang dengan ucapan istrinya yang cantik tapi selalu dianggapnya banyak mau.
"Kamu ini, Dik. Nggak semudah itu. Jadi Kepala Sekolah ya harus menjalani pendidikan dan lulus."
"Kan kamu sudah..."
"Tapi yang menentukan pengangkatan bukan kita, Dik," potong Pak Eko. Dia lalu melanjutkan,"hal terpenting, aku mau jadi guru yang menginspirasi bagi siswa. Ya, sambil menunggu turunnya SK, Dik."
Bu Eko menghela napas. Ada raut kecewa yang kulihat. Memang dia sangat menginginkan keluarganya bisa lebih baik dari hari ke hari. Dia tak mau diremehkan keluarga besarnya. Maklumlah, orang tuanya tak merestui hubungannya dengan Pak Eko dan masih terbawa sampai sekarang.
***
Aku terduduk di dekat kolam ikan. Aku masih belum paham, sebenarnya apa yang dibicarakan Pak Eko dan Bu Eko. Tadi, Bu Eko sempat berkata kalau apa yang mereka bicarakan adalah resolusi untuk tahun depan.
"Bob, ngapain kamu?"