Hari ini aku tidak berangkat ke sekolah karena ada penyerahan rapor. Aku dan teman-teman cukup menunggu hasil belajar di rumah. Orang tua kami yang menerima rapornya.
Pagi-pagi aku sudah deg-degan. Khawatir kalau nilaiku akan membuat kecewa Bunda dan Ayah. Tapi aku ingat kalau selama sekolah, aku jarang mendapatkan nilai jelek. Hanya sesekali saja aku mendapatkan nilai merah. Alhamdulillah Bunda tidak marah padaku.
"Lain kali kamu belajar yang lebih rajin. Jangan banyak bermain. Lihat sendiri kan kalau kamu terlalu banyak bermain, nilai kamu seperti ini," kata Bunda, menasehatiku saat ulanganku hanya mendapatkan nilai bebek dan telurnya, yaitu dua puluh. Gambar bebek mewakili angka dua, telur untuk menunjukkan angka nol.
Pukul tujuh lebih lima belas menit Bunda berangkat ke sekolah. Aku menatap kepergian Bunda dengan perasaan tak menentu.
Hampir satu jam aku menunggu Bunda di rumah. Meski pegang HP, aku masih memikirkan nilai di raporku. Di grup bersama teman-teman, semua merasakan hal yang sama.
"Mamaku sudah sampai rumah! Nilaiku ini!" Nadia mengabari lewat grup. Lengkap dengan foto nilai rapornya.
Aku dan teman-teman lain jadi ingin segera mengetahui nilai kami.
"Nilaiku pasti jelek. Kemarin banyak mata pelajaran yang perbaikan," chat dari Dodo. Ada emoticon menangis di belakang kalimat itu.
Akhirnya aku meletakkan HP, biar tidak kepikiran dengan nilai raporku. Aku merapikan teras rumah yang penuh barang bekas yang kemarin kugunakan untuk berlatih membuat mainan.
Tak lama kemudian, Bunda sampai rumah. Tak ada senyum di wajahnya. Aku jadi merasa bersalah karena pasti nilaiku mengecewakannya.
"Nilaiku jelek ya, Bunda?" tanyaku, setelah menyalami Bunda yang baru saja turun dari motor.
Bunda tersenyum dan mengajakku masuk rumah. Kami duduk bersebelahan di ruang tamu.
"Lihat sini, Tia!"
Ibu mulai membuka raporku. Di sana terpampang nilai hasil belajarku selama semester satu ini.
"Ini hasil belajar kamu, Tia. Kalau kamu ingin yang lebih baik dari nilai semester ini, jangan banyak bermain atau main HP."
Aku mengangguk dan berjanji akan lebih giat belajar. Memang nilai dan predikatnya baik dan sangat baik, tapi aku takkan berpuas diri.
Aku ingat pesan Bu Mentari, guru yang mengajar di kelasku, ada peribahasa 'berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian'. Kalau aku ingin mendapatkan keberhasilan maka aku harus mau bersusah payah dulu. Aku harus mau belajar lebih giat lagi.
Bunda mengeluarkan sesuatu dari tas yang dibawanya. Tampaklah sebuah bungkusan kecil dan lucu.
"Ini titipan dari Bu Mentari, Tia," ucap Bunda dengan lembut.
Kubaca kertas yang ditempel pada permukaan bungkusan itu. "Selamat atas prestasinya. Selamat berlibur dan kita jumpa bulan Januari, ya!"
___
Branjang, 13 Desember 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI