Bulan November ditetapkan sebagai Bulan Guru, bulan di mana PGRI didirikan. PGRI sebagai wadah resmi para guru seluruh Republik Indonesia tentu sangat besar andilnya dalam kemajuan pendidikan.
Guru-guru yang berada di bawah naungan PGRI, akhir-akhir ini sering dihadapkan dengan tuntutan yang bermacam-macam. Tak hanya itu, guru seakan kehilangan marwahnya sebagai pendidik. Dengan mudahnya guru dipolisikan.Â
Mengingat hal tersebut, maka saya memilih tema "Guru, Sosok Istimewa", ketika menyanggupi untuk membantu Pak Horas, pendiri komunitas Pulpen untuk menjadi juri pada Sayembara Pulpen edisi Cerita Anak.
Tentu tugas seperti itu bukan hal yang mudah. Ada banyak hal yang harus dikuasai tentang seluk beluk cerita anak. Mulai dari pemilihan judul, kalimat pembuka cerita anak, konsep cerita anak dan sebagainya.
Ketika waktu pengumpulan naskah cerita anak selesai, saya dihubungi Pak Horas untuk mencocokkan jumlah cerita anak yang diikutsertakan dalam sayembara.Â
Okelah, saya tentu butuh waktu untuk mencermati cerita anak yang diunggah para peserta sayembara. Ada 33 judul yang harus saya cermati.Â
Sesuai dengan ketentuan yang sudah ditampilkan dalam artikel sayembara maupun poster, cerita anak yang ditulis para peserta diperuntukkan bagi anak-anak usia SD dengan genre bebas.Â
Semula saya ingin menentukan cerita fabel untuk sayembara edisi cerita anak ini. Namun, karena menulis fabel itu sangat sulit maka saya membatalkannya.Â
Ketika membaca semua naskah yang masuk, masih saya temukan banyak cerita tentang anak. Artinya cerpen tersebut dilihat dari kacamata orang dewasa yang menceritakan dunia anak. Bukan cerita yang dikisahkan oleh anak. Setidaknya ada 7 judul yang tidak termasuk cerita anak. Ketika membaca beberapa paragraf, sudah terbaca kalau itu cerpen untuk orang dewasa yang menceritakan kehidupan seorang anak. Bahkan ada yang baru mulai membaca, sudah tertebak bahwa itu bukan cerita anak.
Sebenarnya, jika pada cerpen-cerpen tersebut tidak dicantumkan hastag sayembarapulpenxxi dan cerita anak, pasti cerpen yang diikutkan sayembara cerita anak, menjadi cerpen yang bagus dan berisi.Â
Selain itu, masih ada beberapa cerita anak yang sebenarnya bagus, tetapi sayangnya tidak sesuai tema yang ditentukan. Sebagai contoh, cerita anak karya Bu Nina yang lebih lekat ke tema kearifan lokal, di mana Bu Nina menokohkan guru dalam arti luas. Kalau saja saya tidak menentukan tema tertentu, bisa jadi cerita anak tersebut masuk lima cerpen terbaik atau Top Five. Selain cerita anak karya Bu Nina, ada 4 judul yang juga tidak sesuai tema.
Sementara itu, cerita anak yang masuk sesuai kategori atau tema, saya lihat sudah merata segmennya. Ada yang diperuntukkan bagi anak-anak SD kelas I-III, ada juga diperuntukkan bagi anak-anak SD kelas IV-VI.
Hanya saja, setelah saya membaca, dari cerita anak tersebut masih ada yang saya nilai lebih pantas untuk tingkat yang berbeda. Artinya, ada cerita anak yang diperuntukkan bagi anak-anak kelas bawah, tetapi sebenarnya lebih pas untuk anak kelas atas karena terlalu banyak istilah yang sulit dipahami anak usia 6-9 atau siswa kelas I-III.
Dari seluruh cerita anak yang masuk, lima cerita anak terbaik, kebetulan cocok untuk segmen anak kelas atas. Kelima judul itu adalah Kena Tipu Daya Buaya (Budi Susilo); Mimpi Mulia Pak Guru (Ajeng Leodita Anggarani); Kutukan Rusa dari Para Leluhur (Rangga Dipa); Setetes Embun di Pupus Daun (Ninik Sirtufi Rahayu), dan Sepulang Sekolah Bersama Pak Jamal (Chrisania Sharon Vircilia).Â
Dari lima karya tadi, cerita anak dengan judul Kena Tipu Daya Buaya dan Mimpi Mulia Pak Guru menjadi pemenang dalam sayembara Pulpen.
Saya memahami dan merasakan, pemilihan kalimat untuk cerita anak memang tidak mudah karena penulis memang berperan sebagai anak, bukan sebagai pengamat tingkah laku anak dalam ceritanya.
Pada awal menulis cerita anak, saya pun menemukan kesulitan yang sama. Bahkan sampai sekarang, menyusun kalimat sederhana yang bisa dipahami anak-anak juga masih perlu edit sana-edit sini.
Pada akhirnya saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua peserta sayembara edisi cerita anak ini. Memajukan literasi bagi anak bukan hanya menjadi tanggung jawab guru dan orang tua, tetapi butuh andil dari semua penulis yang peduli dengan tumbuh kembang anak baik secara fisik dan mentalnya.
Selamat kepada penulis karena mau menaklukkan diri untuk membantu mewujudkan literasi anak yang mendidik dengan cara yang mudah. Meski bagi penulis itu bukan hal yang mudah.
Semoga goresan yang dituangkan dalam cerita anak bisa menjadi amal kebaikan para penulis dan membentuk karakter anak yang baik.
Salam literasi.
___
Branjang, 5 Desember 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H