Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yang Benar Saja, Menjadikan Anak sebagai Kambing Hitam Kesalahan Diri Orang Tua?

1 Oktober 2024   15:35 Diperbarui: 1 Oktober 2024   16:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kemarin kamu sama X ada masalah apa?" tanya saya kepada seorang siswa yang kemarin orang tuanya mengadu ke saya lewat grup wali siswa.

Sebenarnya tak apa kalau seorang wali atau salah satu dari orang tua siswa yang mengadu karena anaknya mendapatkan perlakuan yang kurang baik ketika di sekolah. Namun terkadang orang tua tidak bisa menempatkan diri, harus mengadu lewat grup atau chat pribadi.

"Kok kamu WA ke grup?" tanya saya lagi.

Si anak yang mengadu itu malah cerita kalau ibunya yang mengirimkan WA. Hal itu membuat saya cukup terkejut dan menanyakan ulang, apa benar kalau yang mengirimkan chat lewat grup itu adalah ibunya. 

"Iya, Bu. Bener, Ibu yang WA," jawab si anak tanpa beban.

Kenapa saya mengerutkan dahi ketika anak itu berkata kalau ibunya yang WA? Alasannya karena aduan yang menyangkut nama anak yang diduga nakal langsung dan dikirim melalui grup kelas. 

Ketika menerima dan membaca chat di grup, saya agak terkejut. Alhasil, untuk mencegah suasana grup yang tidak baik, chat tersebut saya hapus, kebetulan saya admin grupnya.

Setelah menghapus chat itu, saya langsung chat ke nomor orang tua yang mengadukan kelakuan salah seorang anak yang nakal. Saya nyatakan kalau anak itu akan saya tanya secara langsung keesokan harinya.

Kalau misalnya tak ada balasan chat, saya anggap kalau pengirim aduan itu sudah paham dan menyerahkan penanganan kenakalan siswa ke guru di sekolah, terutama saya.

Singkat cerita, si orang tua atau wali tersebut meminta maaf karena yang mengirim chat adalah anaknya atau dengan kata lain siswa yang saya ajar. Menurut cerita beliau, murid saya pinjam handphone dan mengirimkan pesan lewat grup tanpa sepengetahuan beliau.

Saya mengiyakan dan menyarankan agar langsung mengirimkan pesan lewat chat pribadi jika ada sesuatu hal yang dialami siswa. Kalau tidak saya beri saran, nanti salah-salah malah akan membuat konflik antar wali atau orang tua siswa.

Tentu ketika mendapatkan keterangan yang berbeda antara sang ibu dengan siswa tersebut, saya sangat prihatin. Mungkin saja orang tua itu malu dan akhirnya melimpahkan kesalahan kepada anaknya. Saya yang mengetahui itu merasa kasihan juga kepada siswa saya, tak tahu apa-apa, malah jadi kambing hitam karena kesalahan yang tak diperbuatnya.

Siswa saya itu tetap tak mengetahui kalau ibunya menuduhnya berbuat buruk. Pasti si anak akan merasa terluka hati kecilnya jika mengetahui apa yang dilakukan orang tuanya.

Saya pun tutup mulut tentang cerita bohong dari orang tuanya. Hanya nasehat agar hati-hati kalau mengirimkan pesan lewat grup karena grup itu adalah grup yang peruntukannya bagi orang tua atau wali siswa. 

"Kalau ada sesuatu yang mau kalian sampaikan, tolong chat Bu Guru langsung ya!" pesan saya kepada para siswa.

Melihat kasus seperti itu, atau mungkin kasus lain yang serupa, secara tak langsung, orang tua itu menjadi sosok yang mau menang sendiri. Tak mau menghadapi masalah secara gentle.

Sikap tersebut mungkin akan membuatnya aman. Namun bagi anak akan berbeda dampaknya. Anak bisa terluka hatinya dan suatu saat akan dendam kepada orang tua. Ini sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak dan kejiwaannya.

Anak akan merasa dirinya selalu disalahkan oleh orang lain, bahkan orang tuanya sendiri. Bukan tak mungkin, selain dendam, anak yang menjadi korban orang tuanya ini akan belajar hal yang sama, jika dia mengetahui sudah didholimi orang tua. Dia bisa berpikir, "oh, begitu caranya biar nggak dimarahi." Atau "oh aku akan tiru Bapak yang menyalahkan orang ketika bersalah."

Sungguh, hal seperti ini sangat tak mendukung pola pendidikan yang diajarkan dan dididik ketika di sekolah. Siswa ketika di sekolah diajari berjiwa satria atau berjiwa besar. Ketika bersalah, maka segera meminta maaf.

Memang, banyak orang tua atau wali siswa yang kurang kesadaran dalam mendidik anak ketika di rumah. Mereka merasa cukup dengan hanya menyekolahkan, dan memenuhi kebutuhan atau kesenangan anak. Padahal karakter anak akan lebih banyak terbentuk ketika berada di rumah karena mereka melihat secara langsung, bagaimana karakter orangtuanya. 

Orang tua perlu ingat, bahwa anak adalah peniru ulung dari segala tingkah laku dan ucapan orang tuanya. Tak ada salahnya jika orang tua introspeksi diri, dan membenahi diri, agar bisa menjadi orang tua yang membuat nyaman dan menjadi pendidik bagi anaknya selama di rumah.

Jika suatu saat melakukan kesalahan, tidak perlu sungkan untuk meminta maaf karena itu akan membuat hati tenang. Daripada menutupi kesalahan dengan cara memanfaatkan anak yang tak bersalah. 

___

Branjang, 1 Oktober 2024

*) sebagai bahan introspeksi bagi diri sendiri dan para orang tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun